Epilog

383 12 2
                                        

Wanita itu berjalan melewati kerumunan orang-orang. Di sampingnya ada seorang pria bersama balita perempuan dalam gendongan. Tujuan mereka satu, yakni dua orang insan yang  hari ini resmi menjadi satu.

Ruangan yang didekorasi dengan cantik. Perpaduan warna putih dan rosegold menambah kesan mewah nan elegan.

"Gan, selamat yah. Moga langgeng sampe jannah. Tapi kalau mau pisah juga boleh. Gue siap kok jadi suami mbak yang kedua. Atau kalau mbak mau nge harem, aku bakalan daftar di urutan pertama," ucap  pria dengan balita dalam gendongan itu menaik turunkan alisnya. Menggoda wanita yang beberapa jam lalu sah menjadi mempelai wanita dan sedang menjadi ratu hari ini.

Wanita yang berdiri di belakangnya ikut terkekeh mendengar candaan pria yang datang bersamanya. Hanya sebentar. Lantas wanita itu menyalami kedua mempelai dan memberikan ucapan selamat kepada mereka.

"Makasih Na. Meskipun lo bosan dengernya. Gue tetep minta maaf. Sorry buat yang waktu itu," balas mempelai laki-laki setelah si wanita mengucapkan selamat padanya.

Si wanita tersenyum samar, "Gak papa Kak, itu juga udah lama. Aku udah maafin dari dulu," ucap wanita itu tersenyum, "Selamat ya Kak Virgan, semoga langgeng sampai tua." lanjut si perempuan. Kali ini suaranya terdengar sedikit bergetar.

Virgan—mempelai laki-laki—tersenyum canggung. Sedikitpun dia tidak tersinggung, dia paham akan posisi si wanita. Kendati demikian Virgan ikut tersenyum.

Wanita itu melangkah, tapi suara yang tak asing baru saja menyapa telinganya. Sepersekian detik tubuhnya berbalik melihat siapa yang baru saja bersuara.

"Gan selamat yah. Pokoknya do'a terbaik deh," ucap laki-laki itu.

"Kak Asa" ujar wanita itu lemah. Matanya menyorotkan kerinduan yang mendalam.

Merasa ada yang memanggil, laki-laki itu menolehkan kepala, menatap lurus ke arah si wanita.

"Nana?" gumam laki-laki itu. Sekilas ada raut terkejut yang ia tunjukan. Lantas dia kembali menghadap si mempelai dan melanjutkan ucapan selamatnya.

Sedikit kecewa, wanita itu kembali memutar tubuh, "Kak Asa apa kabar?" gumamnya.

"Nana!" panggil seorang laki-laki menghentikan kembali langkah si wanita. Bukan suara yang asing bukan pula suara yang akrab. Hanya saja dia cukup familiar dengan suara laki-laki yang memanggilnya.

"Anzar?" ucap pria dengan balita di gendongan. Tergesa dia menggenggam tangan wanita di sampingnya yang masih terpaku dan menariknya ke arah reuni tiba-tiba itu.

Anzel, Anzar, Taqi, Virgan dan tentu saja si wanita, Najma.

Virgan tersenyum simpul, "Makasih kalian udah datang. Apa kabar kalian, setelah 7 tahun?"

"Gak nyangka bakal ada reuni dadakan. Pakabar?" sahut Taqi melirik Anzar dan Anzel yang sama-sama terlihat canggung.

"Oh ya gue baik ... kalian?" balas Anzel.

"Kita juga baik, ya kan Zar?" sahut Taqi yang diangguki Anzar.

"Wah, Qi. Kamu udah jadi hot daddy," ucap Anzel bergurau.

"Dia putriku." sambar Najma.

"Oh sorry,  kirain anaknya dia," sahut Anzel kikuk, "Na, apa kabar? Robin mana?" tanya Anzel, matanya celingukan mencari sosok pria bernama Robin.

Najma menggeleng, "Dia gak ada. Kak Asa datang sama siapa?" tanya Najma balik. Dia sengaja menghindari topik yang berkaitan dengan Robin. Sebab luka yang pria itu torehkan masih baru dan basah. Tak mungkin baginya untuk melibatkan diri dengan topik obrolan tentang Robin.

"Aku mmm ... sama Nao. Itu dia," Anzel menunjuk seorang gadis cantik yang berdiri tak jauh dari mereka, "Dia  Naomi teman SMP aku dulu. Apa kabar Robin?"

Najma kembali menggeleng, kali ini dibarengi dengan air mata tang perlahan turun.

Virgan berbisik di depan telinga Anzel, "Robin gak ada. Gak tahu dia sekarang ada atau enggak. Dia ... ada di dalam kapal minyak yang karam 3 bulan lalu."

Anzel terkesiap. Sedikitpun dia tak tahu perihal itu.

"Sorry Na. Aku gak tahu, beneran gak tahu."

"Gak papa Kak. Aku baik kok." sahut Najma memaksakan senyum.

Anzar mengambil alih balita perempuan dari gendongan Taqi. "Ayo Na, kita pulang. Teman-teman sorry. Kita duluan." ujarnya lantas pergi.

"Kak Asa, tolong bahagia ya ... tolong sembuh. Dan maaf aku pernah membuat Kakak sakit. Kak Asa, jangan lupa bahagia," ujar Najma. "Maaf, nama Kakak masih sama, belum terganti. Aku pergi." pamit Najma.

Taqi merangkul bahu Najma dan menepuk-nepuknya pelan, dia juga menunjukkan sunggingan tulus. "Ayo kita pulang."

Najma mengangguk. Tanpa menoleh ke belakang lagi dia pergi meninggalkan acara.

"Hanzel, jadi, dia gadis itu? Pantas aja kamu sampai segitunya," ucap perempuan yang tadi Anzel perkenalkan, Naomi.

"Dia terlalu istimewa Nao." sahut Anzel.

Yuhuu udah ya, cerita ini akhirnya benar-benar end.
Terimakasih untuk diri saya sendiri yang bisa konsisten nge up cerita pertama ini sampai selesai. Juga terimakasih untuk readers yang masih ada, meskipun gak banyak.

Dan InsyaAllah saya tidak akan berhenti di sini, saya akan buat cerita baru yang berjudul Siblings Forsake. Untuk lebih jelas tentang ceritanya, cus aja kalian langsung ke lapaknya.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang