Tentang Anzar

320 59 24
                                    

Aku datang lagi, membawa kisah yang sudah aku rancang di draf untuk aku up disini.
So, jan lupa vote nya. Jan pada pelit lah.

Happy reading ...

"Gak. Gak ada cowok sebaik mereka di real life. Tapi mau sih kalau cowokya udah se-ganteng ayang Yoyo. Dah bye." Najma memutus panggilan se pihak.

Setelah memutus panggilan Najma memakai earphone dan memutar musik se keras-kerasnya. Dia memutar lagu iKON yang berjudul Freedom, yang mewakili perasaan saat ini. Sesekali dia mengikuti idol nya bernyanyi,

"baram baram no sarang sarang. I need freedom." Di akhir kalimat lagunya Najma menyunggingkan senyum,

"Aku ingin bebas," gumamnya.
"Ah, emang the best ya kalian, lagunya selalu mewakili." Dia bergumam lagi.

****************

Entah pukul berapa Najma tertidur. Yang pasti Najma tertidur dengan earphone di telinga.

Pagi hari sekali di saat sebagian orang masih bergelung dengan selimut dan kasur, Najma sudah bangun. Mandi lalu melaksanakan kewajiban sebagai hamba-Nya. Setelah selesai dengan ritual religi-nya Najma bergegas ke dapur, membantu Ibu tirinya menyiapkan sarapan. Rajin banget, 'kan Najma? Iyalah rajin, minimal sadar diri kan dia tinggal dimana. Mereka berdua tampak kompak mengeksekusi bahan yang ada di dapur sesuai dengan menu pagi ini, meskipun tanpa ada tegur sapa di antara mereka.

Setelah selesai dengan urusan perdapuran. Najma kembali ke kamar untuk mengganti piyamabdengan seragam sekolah.

Sebelum menutup pintu, Najma memandangi kamarnya. Gak ada yang istimewa di sana. Hanya ada satu ranjang single size. Satu set meja belajar. Dan satu lemari plastik. Bahkan gak ada meja untuk berias di sana.

Ini memang kamarnya. Tapi tak sekalipun Najma benar-benar merasa nyaman di sana. Karena kalau ada sepupu atau keponakan dari Ibu tirinya, Najma harus merelakan kamarnya untuk mereka. Dia yang berakhir selalu mengalah tidur di ruang TV atau pulang ke rumah Ibu.

Najma befikir 'apa ada sesuatu yang benar-benar miliknya?' Tidak ada yang bisa diklaim, kecuali iKON.

Najma sudah selesai dengan persiapan sekolah, kemudian keluar dan menutup pintu kamar. Berjalan ke ruang makan di mana Ayah dan Ibu tirinya sudah menunggu. Ada juga si bocil usia 5 tahun bernama Arfan. Dia adik Najma dari istri Ayah saat ini.

"Semalam kamu gak makan?"

Baru saja Najma hendak duduk Ayah sudah bertanya seperti mengintrogasinya,

"Enggak. Nana gak lapar."

"Hari ini kamu minta uang jajan sama Ibu kamu. Kemarin Ayah baru bayar setoran. Jadi hari ini Ayah gak megang uang." Najma tersenyum. Dalam hati ia bertanya 'sudah pagi ke berapa Ayah bicara begitu?'

"Iya."

"Kakak tiri kamu juga sekolah di sana, 'kan?" Pertanyaan Ayahnya benar-benar membuat Najma kehilangan selera makan.

"Iya. Nana berangkat dulu. Assalamu'alaikum." Setelah mencium punggung tangan Ayah dan Ibu tirinya, Najma melenggang pergi. Meninggalkan rumah Ayah dan juga sarapan. Entah sudah pagi ke berapa Najma tidak sarapan di rumah.
Bahkan Ayah sendiri tidak peduli dengannya. Tidak ada teguran atau basa-basi menyuruh untuk sarapan dulu. Padahal Najma butuh perhatian. Najma ingin diperhatikan.
Egois. Ya Najma mengakui dirinya memang egois. Tapi mau bagaimana lagi. Najma juga ingin seperti orang lain disayang dan diperhatikan orang tua.

Dulu waktu masih kelas IX, teman sebangkunya pernah bicara begini "Enak yah jadi kamu. Punya Ibu dua Ayah dua. Punya 2 Kakak. Kalo misal kamu dimarahi sama Ayah yang satu kamu bisa pergi ke Ayah yang satunya lagi. Pengen deh kayak kamu. Uang jajan juga bakal double tiap hari."

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang