Insecure

125 13 2
                                        

Hai aku kembali, sekarang up nya cepet ya.


Happy reading...

____

Hari Senin, jika biasanya Anzel tidak mengikuti upacara bendera dengan berbagai alasan, kali ini dia berbaris bersama dengan para siswa lainnya. Anzel berdiri bersama siswa yang lain di dalam barisan upacara pada umumnya—bukan di barisan spesial untuk yang melanggar. Semua orang terkejut, tak terkecuali Najma. Beberapa Guru sampai mengucek matanya berkali-kali, pikiran mereka mengatakan kalau mereka salah lihat.

Bukan. Bukan karena dia sudah bertobat dan menjelma menjadi good student, bukan pula karena dia sudah berubah menjadi anak baik-baik dan taat praturan sekolah, hanya saja saat ini pikirannya sedang kalut. Hal ini memicu ketidaksadaran dalam diri Anzel mengikuti teman-teman sekelasnya berbaris di lapangan.

Ini hari Senin, seharusnya dia mengenakan atribut sekolah yang lengkap. Tapi apa penampilannya? Dia tidak memakai dasi dan tidak mengenakan topi, bahkan kemeja seragamnya dia biarkan terbuka dengan kaos berwarna hitam sebagai dalaman. Alhasil dia menjadi target pembantaian anak OSIS bidang keamanan.

"Ck. Dasar bego." decak Virgan pelan, yang saat ini dirinya sedang menjelma menjadi pembina upacara.

Berkali-kali namanya dipanggil oleh bagian keamanan dan menyuruhnya berbaris bersama para pelanggar lainnya, tapi Anzel tetap geming. Tatapannya lurus ke depan—kosong. Suara bagian keamanan yang berkoar-koar pun tidak ada  yang masuk ke kepalanya.

Orang yang satu barisan dengannya tidak ada yang berani menegur, atau menyuruhnya pindah barisan, apalagi menyentuhnya, bisa-bisa dia dibanting dan tepar di tempat.

Bahkan saat bagian keamanan menghampiri dan menyuruhnya untuk segera pindah barisan, dia hanya menatap sinis ke arah si anak OSIS itu. Karena jengkel, dia menarik paksa lengan Anzel supaya mengikutinya yang tentu saja ditepis kasar oleh Anzel. Saking kasarnya bahkan sampai si pelaku penarikan terjengkang, tanpa dosa Anzel meninggalkan lapang upacara dan berakhir di rooftop.

Dari atas sini dia bisa melihat prosesi upacara berjalan lancar seperti semestinya tanpa hadirnya dia. Haha ternyata ada atau tidaknya dia tidak berarti apapun. Apa itu juga berlaku untuk Najma? Kalau dia menghilang, mungkin Najma akan baik-baik saja dan menjalani kehidupan sekolah yang normal dengan Robin di sampingnya. Tentunya tanpa adanya Hanzel Asahi Sagara dan Regi Ginanzar di dalamnya.

"Haha miris banget lo Zel. Setelah 3 tahun lalu lo di buang ke Jepang, sekarang lo harus dibuang lagi karena alasan yang sama. Emang lo hama? Dimana orang lain bahagia kalau lo musnah?" Anzel bertutur sendiri, senyuman sinis juga ikut menghiasi Senin paginya yang kelabu.

Kemarin setelah mengantar Najma pulang, saat kembali ke klinik dia dikejutkan dengan kehadiran Robin yang katanya sudah menunggu sejak tadi. Mereka sempat berbicara berdua, sampai Robin mengeluarkan kata-kata yang hampir membuat kadar rasa percaya diri Anzel berada di level paling bawah.

"Hanzel, kita tidak saling kenal, tapi saat ini lo sedang berdiri di tempat yang tidak seharusnya. Lo sudah memasuki ranah yang tidak seharusnya lo masuki. Lo tahu kan fajar dan senja? Meskipun sama-sama jingga, tapi tak mungkin bisa bersama. Sama seperti kalian berdua, bisa dibilang itu cinta, tapi lo yang paling tahu, kalau lo sama Nana gak mungkin bisa bersama. Jadi cukup sampai sini, sebelum kalian berdua sama-sama terluka." tutur Robin sore itu.

"Kalau tentang keyakinan gue sedang mengusahakannya," Anzel mencoba memberikan bantahan terkait perkataan Robin, meskipun pada faktanya dia merasa minder.

"Itu semua bukan hanya tentang keyakinan, ada hal yang lebih mustahil dari keyakinan," ucap Robin tersenyum, "Anggap saja Nana itu hanya oasis di kehidupan lo yang gersang. Dan sejauh manapun Nana pergi, dia akan tetap kembali kepada gue. Jadi ingat itu baik-baik." imbuh Robin percaya diri.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang