Perjanjian di Atas Plester

92 25 0
                                    

Hai aku kembali lagi.
Jan bosen buat mampir.
Jan lupa vote juga.

Happy reading ...

"Mau maen satu malam gak sama gue?" ucap Anzel menyeringai.

Ray dan Najma melongo. Mereka gagal paham dengan apa yang Anzel katakan barusan. Terlalu ambigu.

"Maksudnya?" Meskipun mengaku jenius Ray sedikit enggak nggeuh dengan perkataan Anzel barusan. Otaknya traveling pada hal yang iya-iya.

"Iya. One night stand sama gue." Anzel mengabaikan reaksi tercengang Ray dan Najma. Malahan dengan santainya dia mengambil sepotong bolu susu yang ada di hadapan mereka dan memakannya.

Najma berdiri. Dia terlalu shock dengan yang didengarnya barusan, itu membuat otaknya  travelling kemana-mana.

"Kalau perbedaan masih bisa di toleransi. Tapi kalau penyimpangan udah gak bisa di maafin."

"Najma aku gak gitu sama dia." Ray membela diri.

Anzel berdiri dan mendekatkan wajahnya ke wajah Najma. Sangat dekat bahkan nafas Anzel bisa Najma rasakan di hidungnya. Najma refleks mundur, tapi Anzel terus mengikutinya. Sampai tubuh Najma mentok di rak buku. Sedangkan Rayhan dia jadi penonton disana.

Anzel mengamati wajah Najma lekat. Sedangkan wajah Najma sudah merah sejak tadi menahan malu. Dia baru pertama di tatap pria dari dekat seperti ini. Bahkan detak jantungnya berdetak sangat cepat seperti habis lari maraton berkilo-kilo meter.

"Dasar cewek mesum." ucap Anzel setelah menyentil kening Najma.

"Apa sih yang otak kecil lo pikirkan?" Anzel menggerutu lantas kembali duduk ke tempat duduknya semula.

"Kirain bakal lihat live kisseu," Ray memasang muka sebal.

"Otak kalian cocok. Kayaknya bakal bagus banget kalau jadi pasangan."

"Selera gue bukan dia. Tapi mau cobain gak?" Ray mengerling ke arah Najma. Sedangkan Najma masih mengipasi wajahnya yang kepanasan tadi. "Lo gak tanggung jawab udah bikin anak orang kayak gitu?"

"Nanti aja tanggung jawabnya."

Anzel mengambil buku dan pensil yang dipakai Ray tadi untuk mengerjakan soal fisika lalu menulis beberapa kalimat di sana.

"Yang bertanda tangan di bawah ini telah menyetujui kesepakatan dalam bentuk apapun. Adapun kesepakatannya telah di jelaskan secara lisan. Dan... apaan sih?" Ray membaca apa yang di tulis Anzel.

"Nanti malam kita party. Punya materai gak? Surat perjanjiannya harus di tanda tangani di atas materai biar absah." jelas Anzel.

"Perjanjian apaan?"

"Pokoknya nanti malam kita senang-senang. Nanti sore temui gue di warung Mang Asep. Lo punya materai gak?" Anzel melirik Najma. Najma menggelengkan kepalanya karena dia memang tidak punya materai. "Atau sesuatu yang lain?"

"Aku punya plester," jawab Najma ragu-ragu.

Najma menuruti perintah Anzel. Memberikan plester yang langsung di tempel di bawah tulisan surat perjanjian itu.

"Tulisan tangan Kak Anzel bagus banget," batin Najma mengagumi bakat menulis Anzel.

"Tanda tangan di sini." ucap Anzel sambil memberikan pensil kepada Ray.

"Perjanjian apaan ini? Masa kalimatnya aneh gini. Untung rugi di tanggung sendiri," Ray berkomentar karena surat perjanjian yang dibuat Anzel begitu berantakan. "Lo beneran gak ada bakat." sambungnya.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang