Hay aku balik...
Sorry lama up nyaHappy reading...
_
___
Setelah memastikan motor yang dikendarai Anzel benar-benar menghilang dari pandangan, Najma lantas bergegas masuk ke dalam rumah. Dia teringat, mungkin di dalam, Sang Ibu yang tengah terbaring sakit sedang menunggunya.
Najma bergeming sejenak saat mendorong pegangan pintu, terbuka? Kok gak di kunci? Biasanya kan ... dengan cepat logikanya menepis semua kecurigaan yang tiba-tiba hadir.
'Mungkin karena menungguku, makanya gak dikunci.' pikir Najma.
Kakinya kembali ia langkahkan, seketika keheningan menyambutnya. Seharusnya dia sudah terbiasa dengan keheningan ini, tapi kenapa rasanya hening kali ini sedikit berbeda, seperti ada yang janggal.
"Ibu, Ibuu!" teriaknya.
Tak ada sahutan, hanya terdengar gema dari suaranya.
"Ibu, Ibu!!" panggilanya lagi.
Kembali, hanya gema dari suaranya yang menyahut.
Seperti de javu, dia yakin pernah mengalami hari seperti ini sebelumnya. Langkahnya ia percepat menuju kamar Sang Ibu, ada harapan besar di sana.
"Ibu, Om, ini aku." ucapnya sedikit bergetar.
"Ibu, ini aku," ulangnya, air matanya perlahan turun.
Perasaanya semakin buruk saat panggilan ke tiganya tak juga dapat jawaban, dengan tangan gemetar, dia memutar kenop pintu, memberanikan diri masuk ke dalam kamar untuk memastikan Sang Ibu ada di dalamnya. Namun, nihil. Kamarnya dingin dan gelap seperti tak ada tanda kehidupan.
Seketika tubuhnya ambruk bersama air mata yang kian membanjiri pipi. Tangannya meraba-raba isi tas mencari keberadaan ponselnya. Dapat!
Akibat kedua tangan yang gemetar, dia kesulitan membuka sandi lockscreen hp nya, seakan licin handphonenya bekali-kali jatuh, juga saat mengetikkan sandi beberapa kali typo yang berakhir gagal.
Setelah tulisan 'buka dalam 30 detik' menghilang, dia buru-buru kembali mengetikkan rentetan huruf yang jadi kata sandinya, gagal lagi. Karena tangan yang gemetar dan terlalu buru-buru dia harus kembali menunggu selama satu menit.
Di saat seperti ini, ingin sekali dia mengumpati kebodohannya karena sudah membuat kata sandi sepanjang dan serumit itu. Tapi apalah dayanya, tubuhnya pun tidak mendengarkannya.
Dalam hati, serentetan do'a sudah selesai dia panjatkan. Ingatan-ingatan akan kenangan buruk yang berkelebat ditambah prasangka-prasangka yang menjurus ke arah 'itu' kembali hadir menghujani sukma, membuat atma nya semakin terguncang, pikirannya semakin hancur tak karuan. Satu menit ini terasa begitu lama.
"Oke, tenang, jangan gugup." ucapnya, menenangkan diri sendiri.
Dia menarik nafas panjang, kembali mengetikkan sandi ponselnya, dengan penuh kehati-hatian. Yes! Akhirnya berhasil.
Dengan tangan yang masih gemetar, dia mencari kontak Sang Bunda, begitu ketemu dia langsung meneleponnya.
Panggilannya tak kunjung tersambung, malah ada suara operator yang memberitahukan kalau nomor yang sedang dituju tidak bisa menjawab telepon. Tak hilang harapan, dia kembali menghubungi kontak dengan nama Ibu itu. Tapi sayang dipercobaan yang ke sekian pun, panggilannya tak kunjung tersambut. Diabaikan.
'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, mohon--'
Harapannya sirna saat nomor sang Ibu berubah tidak aktif. Dia melenguh panjang bersama dengan sura langkah kaki yang mendekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Najma Sagara (END)
RawakKarena kekeliruan dalam mengenali presensi tubuh, Najma salah memeluk sembarang orang. Kesalahan itu menjadi alasan garis hidup Najma bersinggungan dengan Anzel, seorang badboy yang mengidap haphephobia. Banyak hal rumit terjadi setelah tragedi itu...