Official

64 13 0
                                    

Hai aku kembali lagi.

Happy reading...

"Jadi mulai sekarang panggil nama gue. Kita pacaran mulai sekarang. Gimana lo setuju?"

Najma mendongak, hatinya masih percaya kalau Anzel hanya bermain-main saja. Tapi logikanya mengatakan ikuti saja toh gak merugikan. Seperti kata Anzel tadi. Kalau Najma menerimanya, hubungan mereka akan terbentuk seperti simbiosis mutualisme saling menguntungkan. Najma menatap Anzel yang masih menunggu jawaban darinya. Dengan sedikit senyum Najma mengangguk menyetujui usulan Anzel untuk berpacaran dengannya.

"Oke gue ulang. Najma Lailatul Hafidza dan Hanzel Asahi Sagara malam ini resmi berpacaran." ucap Anzel dengan senyum yang merekah.

"Kakak tahu nama aku?" Najma sedikit terkejut karena Anzel tahu nama lengkapnya.

Anzel dengan jengah merotasikan matanya. Apa Najma tak mendengarkan kata-katanya tadi.

"Gue siapa?" tanya Anzel sambil meraih tangan kanan Najma yang tadi sore terluka.

"Kak Anzel," jawab Najma sedikit heran.

"Gue siapa?" Kali ini Anzel menatap tajam Najma. Membuat Najma merasa kikuk.

"Yaa ... pacar mungkin," Najma nyengir dia tidak mengerti pertanyaan dari Anzel.

"Nama lengkap gue siapa?" Anzel kembali bertanya dengan lembut. Tangannya sibuk menempelkan plester di jari Najma yang kukunya terkelupas tadi sore.

"Hanzel Asahi Sagara," jawab Najma dengan menautkan kedua alisnya.

"Panggilannya?"

"Kak An—"

"Panggilannya!" Anzel sedikit membentak.

"Asa." jawab Najma spontan.

Mendengar kata Asa terucap dari mulut Najma rasanya terdengar berbeda di telinga Anzel. Jika kata itu keluar dari mulut orang tuanya rasanya seperti sebuah beban. Tapi saat kata Asa diucapkan oleh Najma ada rasa tersendiri. Seperti ... entahlah sulit untuk dijelaskan sekarang.

Anzel mengulum senyum, tangan Najma yang masih digenggam ia dekatkan ke arah wajahnya lalu mengecupnya lama. Tangannya yang sebelah lagi terulur mengacak-acak rambut Najma. Anzel gemas sendiri Najma memanggilnya begitu. Serasa menjadi orang yang dibutuhkan, seperti benar-benar menjadi Asa dalam artian yang sesungguhnya.

"Ih Kak ra—"

"ASA!" potong Anzel.

"iya, Asa jangan acak-acak rambut aku bau. Aku tadi gak keramas." Anzel tertawa mendengarnya.

"Meskipun canggung nanti juga terbiasa. Jadi harus sering-sering panggil gue Asa," ucapnya sambil beranjak. Lalu mengulurkan tangan kepada Najma mengajaknya bangun.

"Ayo turun. Udah makin malam. Lo juga harus ganti baju. Tadi kan baju lo basah kehujanan. "

"Makasih ... Asa, " Najma meraih tangan Anzel dan Anzel menariknya sampai Najma berdiri.

"Ternyata do'a orang tua itu benar-benar terkabul," ucap Anzel tiba-tiba. Tangan kanannya masih setia menggandeng Najma.

"Kenapa?"

"Tadi siang kan ayah kamu bilang kita pacaran. Eh kenyataan dong."

"Soal itu maafin Ayah,"

"Kayaknya gue harus berterima kasih deh sama Ayah mertua. Karena dia udah do'ain kita pacaran,"

"Tadi Ayah marah, bukan do'ain. Jangan panggil Ayah mertua, geli."

"Justru omongan orang saat marah itu yang paling tulus. Semuanya langsung dari hati. Kira-kira Ayah mertua udah balik belum?" Anzel tak menghiraukan larangan Najma. Dia tetap memanggil ayahnya dengan sebutan Ayah mertua.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang