Tidak mudah untuk memaafkan

98 25 0
                                    


Hai aku kembali
Sorry baru up, kemarin wp nya error.
Jan lupa vote.

Happy reading ...

"Bagaimana kabar 'dia? Kamu sering kabaran, 'kan sama 'dia?"

"Ayah bagaimana dengan kabarku?" Najma membatin.

"Nana bagaimana kabar dia?" Ayah mengulangi pertanyaannya.

Dengan suara sedikit serak karena habis menangis Najma menjawab. "Dia baik, sering tukar kabar juga."

"Nana kamu nangis?"

"Enggak. Cuma panas dalam," jawab Najma sekenanya.

"Iya panas dalam. Dalam hatiku." monolog Najma.

Batin Najma perih mendengar pertanyaan konyol dari Ayahnya. Bagaimana bisa Ayahnya bertanya seperti itu? Jelas-jelas Ayah tahu  kalau Najma tadi menangis. Apa Ayah pura-pura gak tahu atau sengaja gak ingin tahu. Rasanya gak mungkin kalau Ayah benar-benar gak tahu.

"Aku masuk kamar dulu." Najma beranjak dari tempat duduknya.

"Iya, udah malam. Jangan sering begadang. Dan jangan sering mandi malam, nanti kamu sakit lagi, kan sayang uangnya. Dari pada di pake bayar rumah sakit mending di pake beli baju." Najma tahu di bagian akhir ucapan Ayahnya bercanda, tapi kenapa batin Najma perih yah?

"Iya Ayah. Nana janji gak akan nyusahin Ayah lagi."

Sengaja Najma berkata seperti itu untuk menyindir Ayahnya. Najma melihat ada perubahan dalam mimik wajahnya.

"Ya baguslah. Ternyata kamu sudah sedewasa ini, Na."

Tapi Ayah tidak memahami apa yang di katakan Najma. Untuk kesekian kalinya Najma kembali kecewa.

Tak ingin kekecewaannya berlanjut. Lantas Najma berbalik meninggalkan Ayah dan pergi ke kamarnya.

"Sesak ya Alloh," Najma bergumam.

Daripada berlarut dalam kekecewaannya Najma lebih memilih mencari earphone di dalam tas sekolahnya.

"Kemana yah?" Najma bergumam. Karena earphone nya tidak bisa ia temukan.

"Ah iya." Najma menepuk keningnya.

"Pasti ke bawa sama kak Anzel. Padahal aku lagi butuh banget."

Najma mengambil ponselnya. Lalu mengetik beberapa pesan untuk Anzel.
Setelah itu Najma kembali merebahkan tubuhnya di kasur.

______________

Anzel baru saja menyelesaikan mandinya. Terlihat jelas dengan handuk yang masih melilit pinggangnya dan rambutnya yang masih basah dan meneteskan air.

Di rumah ini Anzel hanya sendiri. Tak ada asisten rumah tangga. Ayah dan Ibunya belum pulang karena masih bagian shift dan Anzel juga baru saja pulang dari tongkrongannya.

Setelah berpakaian, Anzel pergi ke dapur membawa beberapa cemilan dan minuman kemasan lalu kembali ke kamarnya. Merebahkan diri di kasur lalu berselancar di dunia maya. Seperti biasanya.

Ada beberapa pesan masuk di aplikasi hijau itu. Anzel segera membukanya. Mungkin itu pesan dari Taqi, pikirnya.

"Kerdil?" Anzel bertanya pada dirinya sendiri. Karena dia tidak percaya Najma mengirim pesan padanya.

Padahal menurutnya Najma bukan tipe seperti itu. Anzel mengira Najma orang yang berprinsip.

"Padahal tadi bilang gak akan ganggu lagi," Anzel terkekeh mengingat kejadian sore tadi.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang