Mading

130 16 2
                                        

Hai, aku ada lagi.
Jan lupa vote sebelum reading.
Jan lupa rekomendasikan cerita ini ke teman kalian yeorobun. Tapi rekomendasi nya ke teman yang wattpaders bukan yang gamers ya gays.

Happy reading...

_____

Anzel menghentikan motornya tepat di depan rumah ayah Najma. Otomatis orang-orang yang ada di sana menatap heran ke arah mereka. Mungkin karena pertama kalinya orang-orang di sana melihat Anzel. Ralat, mungkin mereka pertama kalinya melihat Najma dibonceng cowok selain Taqi, Anzar atau dia.

Perlahan Najma turun dari motor. Wajahnya memerah menahan malu. Selain malu dia juga takut karena Ayah terus melihat ke arahnya seperti kucing melihat mangsa.

Setelah mengembalikan helm yang dipakainya. Najma nyelonong masuk ke rumah. Mengabaikan mereka yang sudah siap dengan semburan pertanyaan keponya masing-masing.

Tapi, baru saja sampai di ambang pintu. Dia terpaksa berhenti karena pertanyaan dari ayahnya. Salah bukan pertanyaan. Lebih tepatnya sebuah peringatan untuknya.

"Nana, apa yang kamu lakukan?" suara ayahnya terdengar nyaring.

"Mampus!" gumam Najma.

Sedangkan Anzel dia sudah siap-siap berbalik hendak melajukan motornya. Dia ingin kabur dari situasinya. Meskipun tadi Anzel bilang ayah Najma gak bakal marah. Tapi melihat kondisi sekarang. Nyali Anzel menciut. Dia cukup tahu bagaimana marahnya seorang Ayah saat anak perempuannya dibonceng laki-laki asing tanpa izin. Serem cuk.

"Nana, Ayah selalu mengajarimu sopan santun. Tapi kenapa kamu gak berterimakasih sama dia?" Ayah Najma melirik Anzel. Membuat pergerakan Anzel berhenti.

"Kamu putra Dokter Hana kan?" Anzel mengangguk. "Maaf dengan ketidak sopanan putri saya. Terimakasih sudah mengantarnya."

"Ah iya sama-sama Om."

"Nana, ajak dia mampir,"

Whatt??

Ayah nyuruh Najma ngajakin Anzel masuk? Kira-kira seperti itu yang ada di benak Najma.

Anzel tersenyum kecil melihat reaksi Najma yang mematung dengan mulut terbuka.

"Tidak apa-apa Om. Makasih buat ajakannya," Anzel menjeda ucapannya.

"Tapi maaf Om. Sepertinya kali ini saya gak bisa mampir. Lain kali saya mampir." lanjutnya.

Mendengar kata-kata manis yang meluncur mulus dari mulut Anzel. Otomatis Najma langsung mendelik ke arah Anzel. Matanya menunjukkan protes.

Anzel tidak menghiraukan tatapan tajam dari Najma. Dengan santai dia tersenyum ke arah orang-orang yang sedang duduk santai di teras rumah Ayah Najma.

"Ibu-ibu. Om, Tante. Saya permisi." pamit Anzel. "Na gue balik dulu. Jan lupa buka chat dari gue." pesan Anzel sebelum benar-benar pergi.

Setelah kepergian Anzel. Perhatian berpusat kepada Najma. Termasuk tatapan ayahnya dan ibu sambungnya. Mereka menatap meminta penjelasan.

"Ah ... yang barusan namanya Kak Anzel, eh Kak Asa," Najma gelagapan. Dia kesulitan menjelaskan.

"Dia lebih ganteng dari si Mbin yah?" celetuk seorang tetangga.

"Dia putranya Dokter Hana. Dia seniornya Nana di sekolah. Anaknya baik, juga sopan." Ayahnya yang menjelaskan.

Najma memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur dari situasinya. Dengan langkah cepat dia masuk ke dalam rumah dan berlari menuju kamarnya. Dia masih bisa mendengar suara Ibu-Ibu yang menyayangkan tingkahnya. Meminta jawaban dari pertanyaannya tentang Anzel. Sepertinya mereka sangat penasaran tentang Anzel.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang