Hai, aku kembali. Sorry telat up, soalnya gada paket.
Jan lupa vote.Happy reading...
Anzel menyentakkan tangannya cukup keras hingga tangan pria yang mencekalnya terlepas. Awalnya Anzel tidak berniat untuk ikut campur. Tapi Anzel sedikit tidak terima saat pria itu mengatakan dia pacarnya Najma padahal mereka tidak punya hubungan apapun. Dan membuat Anzel ikut terseret masalah yang dia sendiri tidak tahu. Dia merasa tidak adil kenapa pria itu juga membawa-bawanya pada drama perkeluargaan mereka.
"Maaf Om, ini klinik. Dan apa Om benar-benar Ayahnya Najma?" tanya Anzel tersenyum miring.
Melihat Najma diperlakukan seperti itu oleh orang yang disebut Ayah, membuat Anzel tidak bisa menahannya lagi untuk tidak ikut campur. Bagaimanapun dia merasa berhak ikut campur karena pria yang dipanggil Ayah ini membawa-bawa dia yang tidak tahu apa-apa.
"Saya tahu ini klinik, yang seharusnya bertanya di sini itu saya. Karena saya Ayahnya dia. Dan di sini kamu siapa? Pacarnya dia? Atau apanya?" Ayahnya Najma merasa tersinggung karena sikap arogan yang Anzel tunjukan. Dia merasa tidak dihargai. Padahal jelas-jelas di sini dia orang dewasa.
"Ck. Ayah apanya?" Anzel berdecak pelan. Tangannya dia masukkan ke dalam saku celana. Lalu dengan muka kesal Anzel kembali melanjutkan kalimatnya. "Om saya kakak kelasnya dia. Dan kebetulan jalan kita searah jadi kita datang barengan. Ck. Posessif banget."
"Jangan bohong. Saya tahu—"
"Emang anak Om seberharga apa sih? Sampai gak boleh jalan bareng cowok?" Anzel memotong ucapan Ayah Najma.
"Anak kurang ajar. Kamu gak diajarin orang tua? Hah!" pria yang dipanggil Om itu membentaknya.
"Udah Ayah, hentikan!" setengah berteriak Najma melerai perdebatan mereka. Ayahnya beralih menatap Najma dia marah karena barusan Najma seperti membentaknya. Padahal dia merasa tidak pernah mengajarinya seperti itu.
"Ayah dia Kak Anzel. Dan dia kakak kelas aku. Aku barengan sama dia karena tujuan kita sama. Dia anaknya dokter Hana, Ayah. Dia ke sini mau ketemu Ibunya, " jelas Najma. Otomatis membuat keadaan menjadi hening. Ayahnya tidak bisa mengendalikan ekspresinya, dia sampai ternganga. Sedangkan Anzel dia tersenyum manis penuh kemenangan.
"Kak Anzel. Maaf Ayah saya sa—"
"Kenapa lo minta maaf? Kan bukan salah lo."
"Maaf."
Sebelum pergi Anzel menatap Ayahnya Najma sekilas. Lalu tersenyum miring dan bergumam. "Ternyata Ayah lebih mending." setelah itu dia melanjutkan langkahnya ke ruangan dokter Hana.
Najma menghembuskan nafas. "Ayah. Lain kali tolong jangan langsung marah-marah. Aku malu sama Kak Anzel."
Ayahnya diam saja tidak ada niatan untuk meminta maaf karena sudah menuduhnya yang tidak-tidak.
"Ayah kemarin aku pulang ke rumah Ibu. Ibu kan ulang tahun. Maaf aku gak memberi tahu Ayah dulu." Sungguh Najma sudah muak dengan sikap posesif Ayahnya yang selalu membuatnya menderita.
"Terus kenapa kamu gak angkat telepon Ayah? Kamu juga gak balas pesan Ayah?"
"Sudah aku bilang semalam Ibu ulang tahun, jadi aku gak punya waktu buka hp."
"Sampai gak ada waktu buat lihat chat dari Ayah? Sejak kemarin Ibu kamu dirawat di sini. Ayah butuh kamu buat nungguin dia. Ayah harus kerja."
"Ayah sejak sore kemarin kuotaku habis. Jadi aku gak lihat notifikasi telepon dari Ayah. Dan berapa kali lagi harus aku ingatkan, dia bukan Ibu aku. Dia istrinya Ayah, Ibunya Arfan. Bukan Ibu ku. Ibuku hanya satu, Ibu Melka." Najma tersenyum untuk menutupi luka di hatinya dan sekuat mungkin menahan tanggul air matanya yang sebentar lagi akan jebol.

KAMU SEDANG MEMBACA
Najma Sagara (END)
RandomKarena kekeliruan dalam mengenali presensi tubuh, Najma salah memeluk sembarang orang. Kesalahan itu menjadi alasan garis hidup Najma bersinggungan dengan Anzel, seorang badboy yang mengidap haphephobia. Banyak hal rumit terjadi setelah tragedi itu...