Terungkap

137 12 2
                                        

Hai aku datang
Maaf, aku lupa nge publik, padahal part ini udah 1 hari ada di draft.

Happy reading...



_______

Erik Dirgantara.

Atas permintaan Sang Ayah, terpaksa dia pulang ke rumah, mengurus satu-satunya adik lelaki yang rewelnya minta ampun.

Padahal tubuhnya sangat lelah. Dia baru saja selesai kelas pukul 05 sore, terus dia harus berkendara selama 3 jam untuk menemani adiknya di rumah, di tambah drama macet yang menguras kesabarannya. Alhasil dia terlambat sampai rumah.

"Dia ada di rumah kan? Tapi kenapa lampunya mati semua?" Pertanyaan yang ditujukan untuk diri sendiri setelah memarkirkan sepeda motornya di garasi.

Di bantu penerangan dari senter hape, dia memasukkan kunci ke dalam lubang pintu, tapi,

"Kok gak dikunci?"

Tanpa ada curiga sedikitpun, dia berjalan masuk ke dalam rumah. Samar-samar dia mendengar suara orang yang mengobrol.

"Pantas aja, dia ngajak temen-temennya. Percuma susah-susah gue balik," dia bergumam.

"ANZAR! LO SAMA NANA ITU UDAH SELESAI! LO BERDUA SAUDARA SEKARANG!"

Erik terkejut kala mendengar suara nada tinggi seseorang secara tiba-tiba. Apalagi suaranya terdengar tidak asing di telinga.

Refleks tubuhnya berjalan ke arah sumber suara, sehingga semakin jelas suara mengobrol yang tadi ia dengar samar-samar. Sepertinya lebih dari dua orang.

Pintu kamar dibuka bersama tubuhnya yang melesat masuk. Benar saja, saat ini ada lebih dari dua orang yang menghuni kamar adiknya. Tapi sepertinya para pebghuni ruangan ini tidak menyadari kehadirannya.

"Apa yang kalian lakukan? Jam segini masih berisik, ganggu orang tidur aja." Erik menegur mereka. Dia masih belum menyadari apa yang tengah terjadi di ruangan ini.

Fokus semua orang langsung tertuju pada Erik, masing-masing dari mereka tidak bisa nenyembunyikan wajah terkejutnya.

"Bang Erik? Ngapain Abang disini?" tanya Anzar dengan wajah terkejutnya.

Erik mendesis pelan melihat penampilan adiknya yang acak-acakan ditambah sekelilingnya yang juga berantakan. Tak habis pikir dengan sifat adiknya yang sering bikin naik darah. Ada saja kelakuannya.

"Robin, sudah lama gak ketemu?" sapa Erik kepada Robin, melepaskan atensinya dari si adik yang sedang mendengus sebal.

"Maaf Bang, saat ini ada yang lebih penting dari basa-basi. Bang, bisa gak lo ngomong baik-baik sama si Anzar? Dia udah di luar batas." seru Robin dengan nafas yang memburu.

"Tanyain ke si Anzar dimana kunci borgolnya. Kalo gak mau adik cewek lo cacat." Anzel menambahkan dengan ancaman.

"Maksudnya?" Erik benar-benar tidak mengerti dengan situasinya. "Kunci? Borgol? Apaan maksudnya?"

Robin menunjuk ke arah samping ranjang dimana ada Najma yang terduduk lesu dengan borgol yang masih membelenggu tangannya.

"Najma?" gumam Erik setengah tidak percaya.

Kembali ke beberapa jam sebelumnya.

Pukul 21:44 di saat Erik masih memacu kecepatan motornya, di saat Robin baru selesai mengajar murid lesnya, di saat Anzar sedang duduk di luar kamar menunggu Najma meminta bantuannya, ada Anzel yang sedang duduk di pos ronda mendengarkan ceramah lewat speaker mesjid.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang