Simbiosis Mutualisme

71 15 0
                                    

Annyeong aku kambek lagii.
Yuhuu, kabar baik hari ini aku tabur bunga, eh gula mereunan di part ini.
Jan lupa vote.

Happy reading...

Setelah mempertimbangkan  cukup lama, 'tak tahu lagi ah' Najma menarik tangan kanan Anzel dan menggenggamnya.

"Maaf kalian bisa menyingkir. Cowok ini pacar saya."

Spontan Anzel menoleh ke arah Najma. Ia tidak percaya Najma akan menolongnya dengan cara seperti itu. Sungguh di luar perkiraan BMKG.

Najma mengeratkan genggamannya, memberi kode pada Anzel supaya mengikuti sandiwaranya, tapi respon Anzel telat. Dia malah asik tersenyum menggoda Najma. Najma sangat jengah. Kalau Anzel tidak mengklarifikasinya buat apa barusan dia membantunya. Dahlah Najma malas.

Di mata orang lain mungkin Najma terlihat seperti orang yang memiliki rasa sepihak pada Anzel.

"Gak yakin banget mereka pacaran. Iya gak?" seru seseorang dari gadis SMP itu.

"Kakak jangan ngaku-ngaku deh. Tadi kan Kakak bilang dia teman, sekarang ngaku nya pacar. Gimana sih?"

Najma menunduk. Wajahnya memerah menahan malu. Ia merutuki kecerobohannya sendiri. Anzel tidak mungkin menyukai caranya. Kenapa dari sekian banyak cara hanya cara ini yang terlintas di benak Najma. Niat hati ingin menolong Anzel malah berakhir dirinya dipermalukan.

Genggaman tangannya mengendur. Dia sudah kehilangan harapan kalau Anzel akan membantunya. Malu, dia sangat malu. Pertama kali dalam hidupnya dia merasa semalu ini. Seperti orang yang confess dan langsung ditolak tanpa menyelesaikan kata-katanya.

Perlahan Najma melepaskan genggamannya dari tangan Anzel, tapi secepat kilat Anzel menarik tangan Najma dan mengangkatnya ke udara.

"Iya kita pacaran. Sekarang gue miliknya." Anzel mengatakannya dengan lantang. Bersamaan dengan seulas senyum yang Anzel tujukan untuk Najma yang saat ini sudah mengangkat wajahnya kembali karena kata-kata Anzel barusan.

"Kok aku merinding yah?" batin Najma.

"Ya kan sa–yang?!" Sandiwara Anzel terus berlanjut.

"I–iya sa'Yang,"

Padahal Anzel bisa membantunya dengan mengatakan iya saja. Kenapa harus sampai seperti ini. Kan Najma jadi sangat malu. Lihatlah wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus.

"Ayo kita pergi dari sini sa–yang," Anzel selalu menekankan di setiap kata sayang.

Najma menggenggam tangan adiknya, sebelah tangannya lagi digenggam Anzel. Najma memberi kode dengan matanya pada Anzel untuk berlari lebih dulu. Sepertinya sekarang otak Anzel merespons dengan baik. Dia langsung berlari menarik tangan Najma meninggalkan area play zone. Sepanjang jalan Anzel tersenyum. Ini pertama kalinya tapi ini sangat menyenangkan.

"Kayaknya pacaran, gak terlalu buruk." Anzel  berkata dalam hati.

"Kak lepasin. Kasihan Arfan."

Najma tak tega melihat adiknya yang kecapekan karena dibawa lari secepat itu. Dirinya juga kecapekan. Susah payah dia mengambil oksigen untuk paru-parunya. Tapi kenapa Anzel tidak terlihat capek. Malah dia terlihat masih segar. Bukannya kaki dia masih sakit?

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang