Harsa terbangun karena cahaya matahari yang mengenai matanya. Ia bergerak, meregangkan otot-ototnya sebelum bangkit dan melangkah keluar dari kamar. Setelah dirasa cukup peregangannya, ia lantas keluar dari kamar, menghampiri Nata yang tidur di kamar yang satunya.
Basecamp ini memiliki dua kamar yang saling bersebelahan. Juga ada ruang tv, yang disana terdapat sofa yang dapat diubah menjadi kasur. Di basecamp hanya ada Harsa dan Nata. Satya tak pulang karena ia harus berangkat bersama rombongannya.
Dibukanya kamar Nata, masih gelap, jendela kamar itu belum terbuka yang artinya Nata masih tidur. Harsa membuka sebelah tirainya, membiarkan cahaya matahari masuk, dan menerangi kamar itu.
Dilihatnya Nata yang masih tertidur, peluh membasahi wajah dan tubuhnya seakan ia selesai dari berlari jauh. Napasnya juga nampak terengah-engah, Harsa menatap anak itu heran. Apa yang ia mimpikan sampai-sampai ia terlihat sangat kelelahan?
Harsa mendekat, menggoyangkan tubuh anak itu dengan pelan.
"Nat.. Nataa... Bangun..", ucapnya sambil menggoyang tubuh Nata. Detik berikutnya Harsa terlonjak kaget.
"Abang... Hah.. hhh...", Nata terbangun sambil tersentak, seakan seseorang tengah mengagetkannya. Ia meraup udara banyak-banyak, bernapas dengan buru-buru seakan ia tak punya banyak waktu untuk meraup udara disana.
Ia masih terengah-engah, keringat masih terus membasahi pelipis dan juga wajahnya.
"Hei.. Kenapa, pelan-pelan napasnya", ucap Harsa sambil menuntun Nata untuk bernapas perlahan. Perlahan napasnya mulai teratur, tak lagi terengah-engah seperti sebelumnya.
"Hei, kenapa kok sampe ngos-ngosan gini? Mimpi buruk?", tanya Harsa pada Nata yang mulai tenang.
"Bang, Nata gamau tidur lagi, mereka datengin Nata teruss, mereka maksa Nata buat ikut, mereka terus-terusan nyeret Nata buat ikut, mereka ngejar-ngejar Nata bang, mere--", ucap Nata dengan panik.
"Hei, hei.. calm down... pelan-pelan ceritanya. Mereka siapa?", tanya Harsa.
"Mereka bang, orang tua Nata", ah.. iya. Harsa baru ingat soal hal itu.
"Ssttt... udah, tenang dulu. Gapapa itu cuma mimpi", ucap Harsa menenangkan.
"Nata takut bang, mereka jadi serem, mereka suruh Nata buat nglakuin perintah mereka, mereka suruh Nata mainin pisau ke tangan Nata, Nata takut bang, Nata lari, tapi Nata ga pernah nemu ujungnya dan mereka terus ngejar, Nata takut bang, Nata gamau tidur lagii, Nata gamau ketemu mereka lagi, Nata gamauuu, gamauu", ucapnya yang nampak histeris.
"Shh... Nat.. Nata..", ucap Harsa menenangkan, tapi Nata masih nampak histeris. Ia menunggu Nata agar sedikit tenang, setelah di rasa ia mulai tenang, Harsa kembali melanjutkan kalimatnya.
"Nata, dengerin. Itu cuma mimpi ya, jangan dengerin mereka, dan jangan pernah turutin mereka. Mereka bukan orang tua Nata, okay? Orang tua Nata ga mungkin nyuruh Nata buat nyakitin diri sendiri. Itu cuma mimpi buruknya Nata aja, sekali lagi abang bilang, jangan turutin mereka", pesan Harsa.
"Tapi Nata takut bang", ucap Nata sambil memainkan jari-jarinya.
"Udah gapapa, sekarang tenangin diri Nata dulu, abang ambilin minum bentar", setelah itu Harsa keluar dari kamar Nata dan menuju dapur untuk mengambil minum.
Ia mengusak rambutnya kasar, raut frustasi nampak diwajahnya. Banyak yang ia khawatirkan saat ini, keadaan Nata yang semakin memburuk, belum lagi kasus sebelumnya yang masih menghantui ia dan juga teman-temannya.
Jujur saja, Harsa lelah. Masalah seakan tak memberinya celah untuk sedikit bernapas dengan lega, seakan ia selalu dikejar oleh masalah-masalah itu.
Ia tak tau apa yang sebenarnya terjadi pada Nata, terakhir kali ia mengecek keadaan Nata, dia nampak baik-baik saja, bahkan hasil konsultasinya juga menunjukkan hasil yang bagus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Emergency Calls
Fanfiction- Pelangi memang muncul setelah hujan, tapi tidak setiap hujan memunculkan pelangi - Mereka kira kebahagiaan adalah milik setiap manusia, tapi ternyata kebahagiaan hanya milik kesayangan semesta. Our emergency calls, tempat mereka mencurahkan semua...