Harsa terbangun karena merasakan desiran angin yang menerpa wajahnya. Membuatnya sedikit merinding dan lantas reflek merapatkan jaketnya. Tunggu, jaket? Bukankah tadi ia tertidur di ruang inap rumah sakit?
Ia memeriksa sekitar, ia tengah berada di taman. Taman yang tak asing baginya, taman rumah sakit. Ah, ternyata ia benar-benar tengah berada dirumah sakit. Dan mungkin ingatannya tadi yang salah.
Belum selesai rasa herannya, kini ia sedikit tersentak karena sentuhan seseorang dipundaknya.
"Eh, bang, maaf. Kirain masih tidur tadi", ucap orang itu. Harsa mematung mendengar suara itu. Suara ini, suara yang selama seminggu ini sama sekali tak ia dengar.
Harsa ingin berbalik, ingin melihat wajah sang pemilik suara. Namun ia takut, takut jika ternyata ini hanya halusinasinya. Tapi ia ingin sekali menatapnya, maka dengan ragu ia menolehkan kepalanya ke belakang.
"S-skylar?", ucapnya dengan gagap.
"Iya bang, kenapa? Mau masuk? Udah mulai dingin nih, biar Skylar dorongin kursi rodanya. Udah mulai sore juga, ga baik buat abang", Harsa tak menjawab, ia hanya mengangguk dan pasrah dengan apa yang Skylar lakukan padanya.
Selama diperjalanan menuju ruang inapnya, Harsa sama sekali tak bersuara, ia masih mencoba mencerna apa yang tengah terjadi saat ini. Bagaimana bisa seseorang yang selama seminggu ini menghilang, tiba-tiba muncul di depannya, seolah-olah tak terjadi apapun sebelumnya.
Bayangan soal mobil yang rusak parah dan bercak darah di airbag mobil itu saja masih belum hilang dari ingatannya. Tapi kehadirannya di sini seakan menyuruhnya untuk melupakan hal itu. Kehadirannya seakan mengatakan bahwa tak ada lagi yang perlu kau khawatirkan tentang itu, selama aku ada disini artinya aku baik-baik saja.
Perjalanan ke ruang rawat inapnya terasa sangat jauh. Bahkan ia rasa ia hanya berputar-putar di lorong yang nampak sama di matanya. Harsa mencoba untuk membuka suara.
"Skylar", ucapnya nampak gugup.
"Iya bang?", tanya nya sambil tetap mendorong kursi roda Harsa.
"Kamu selama ini kemana aja? Kita semua nyariin kamu", tanya Harsa.
"Skylar ga kemana-mana, Skylar selalu ada dideket abang dan yang lainnya", ucapnya yang semakin membuat Harsa bingung.
"Gimana bisa kamu baik-baik saja setelah kecelakaan itu? Bahkan mobilmu keliatan rusak cukup parah, tapi kenapa sekarang kamu keliatan baik-baik saja? Bahkan abang ga liat satu luka pun di tubuhmu", Skylar tak menjawab, ia hanya mengulas senyum pada Harsa.
"Abang ga lagi mimpi kan? Abang harap gitu. Kalo ini mimpi, tolong jangan pernah bangunin abang", tak ada jawaban dari Skylar. Membuat Harsa semakin bingung.
"Skylar, tolong jawab abang!! Bilang kalo ini bukan mimpi", ucapnya sedikit lebih keras, berharap Skylar menjawabnya kali ini. Tapi sama saja, Skylar hanya tersenyum, tanpa berniat menjawab Harsa. Ia terus mendorong kursi roda Harsa hingga akhirnya sampai di satu ruang inap.
Ruang inap ini sama dengan yang ia tempati sebelumnya. Sama persis. Hanya mungkin berbeda di suasananya saja.
Skylar membantu Harsa untuk kembali ke tempat tidurnya, membantunya untuk bersandar di ranjang tempat tidurnya, dan memasangkan selimut sampai batas perutnya.
"Sky--", ucapnya sambil memandang wajah teduh dari Skylar.
"Bilang sesuatu ke abang, bilang kalo ini bukan mimpi abang", ucapnya masih dengan pertanyaan yang sama. Lagi, dan lagi Skylar hanya tersenyum menanggapinya.
"Abang, abang tau ga sih? Setiap manusia punya kontrak hidupnya masing-masing. Tentang berapa lama dia akan berjuang disana dan tentang apa yang dia perjuangkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Emergency Calls
Fiksi Penggemar- Pelangi memang muncul setelah hujan, tapi tidak setiap hujan memunculkan pelangi - Mereka kira kebahagiaan adalah milik setiap manusia, tapi ternyata kebahagiaan hanya milik kesayangan semesta. Our emergency calls, tempat mereka mencurahkan semua...