Nyatanya cukup sulit untuk memulai interaksi dengan orang-orang baru. Deera merasakan hal demikian. Berulang kali ia mencoba untuk memberanikan diri dengan berbicara. Tapi faktanya, sepasang kaki gadis itu tetap terpaku dan tak bergerak sedikitpun dari tempat ia berpijak.
Menyendiri di sudut ruangan, bersama boneka kesayangan yang setidaknya memberi Deera sedikit ketenangan.
Beberapa saat yang lalu, ketika perkenalan diri dimulai, Deera benar-benar sulit sekali untuk membuat tubuhnya tenang. Tatapan-tatapan penasaran dari anak-anak disekitarnya seolah membuat Deera terpojok. Ia tak bisa mengeluarkan sepatah kata. Hingga alhasil Bunda sang pemilik panti asuhan langsung menggantikan dirinya untuk melakukan hal itu.
Berada di tempat asing dan dikerumuni oleh orang-orang baru. Siapa yang tak terkejut saat mengalami hal itu. Kepercayaan diri Deera yang biasa ia perlihatkan pada orang tuanya, kini sirna. Deera seakan mengurung diri.
Disaat anak-anak yang lain mulai berlari dan bermain, Deera hanya diam. Mencoba mengisi kekosongannya dengan menyentuh semut-semut berjalan beriringan yang sedang mencari makanan. Suara pekikan dari anak-anak lain tak mengusiknya, Deera seolah tak tertarik dengan itu semua. Ia hanya berharap bahwa hari ini akan cepat berlalu. Atau mungkin yang lain.
Deera berharap ini hanya mimpi buruknya. Hingga dikemudian hari ia akan terbangun, lalu semua kembali normal seperti biasa.
...
"Kamu ga bosen main sendiri terus?" Kesendirian Deera mulai terusik saat gerombolan anak perempuan datang menghampirinya. Ekspresi mereka bermacam-macam. Ada yang terlihat penasaran dengan eksistensi Deera, ada juga yang merasa bahwa Deera adalah anak yang aneh. "Daritadi kita liatin kamu ga mau main sama anak-anak disini. Kamu sedih karena dibuang sama orang tua kamu ya?"
Mendengar pertanyaan itu, kedua alis Deera terlihat menyatu. Ia seolah tak suka dengan apa yang gadis di depannya itu katakan. "Deera ga dibuang Ayah sama Ibu. Deera cuman dititipin aja disini!" Suara getaran sedih terdengar ketika Deera melontarkan bantahannya itu.
Anak lain yang memakai baju corak polkadot kemudian membalas, "itu berarti kamu dibohongin. Anak-anak kayak kita kalo udah tinggal disini, bukan lagi dititipin, tapi udah ditakdirin buat tinggal disini selamanya." Salah seorang dari mereka mengiyakan, "bener. Artinya kamu sama kayak kita. Kita dibuang."
Perasaan tak nyaman menggerogoti hati Deera. Ia benci mendengar bahwa dirinya akan tinggal bersama anak-anak panti asuhan yang suka berasumsi buruk akan kehadirannya. Deera itu tidak pernah dibuang, ia yakin sekali. Anak-anak di depannya pasti anak-anak yang jahat dan suka menyuduti anak-anak lain. Maka dari itu mereka berkata seenaknya tanpa tahu jika ada cerita lain mengapa Deera bisa berada di panti asuhan.
Dengan segala rasa benci, marah dan sedih yang bercampur menjadi satu, Deera akhirnya menangis lalu berdiri sembari berteriak kepada anak-anak di hadapannya. "ENGGAK!! DEERA GA DIBUANG!! DEERA GA SAMA KAYAK KALIAN!!" Emosi tak terkendali itu membuat Deera nekat untuk mendorong salah satu anak hingga membuatnya jatuh ke lantai dengan sedikit keras.
Aksi nekat itu membuat perhatian seluruh penghuni panti yang lain tertuju pada Deera yang dirinya sendiri tak percaya akan melakukan hal itu. Ia kebingungan. Apalagi disaat matanya bersitatap dengan anak-anak yang memandang dirinya tidak suka, anak-anak yang menolong gadis kecil yang Deera dorong.
Melihat hal itu Deera langsung menangis diam dalam kebingungannya. Ia berjalan mundur sembari memeluk bonekanya dengan erat. Merasakan bahwa dirinya bukanlah diri yang dulu lagi.
"Ini kenapa? Ada apa ribut-ribut?" Suara wanita paruh baya membuat Deera merasakan panik. Ia sudah tertangkap basah melakukan sebuah kejahatan. Maka dari itu Deera kemudian berlari meninggalkan kerumunan, serta menghindari tatapan menghakimi yang tertuju padanya.
Deera tak tahu melangkah kemana. Ia keluar dari pintu belakang panti menuju pohon raksasa yang sudah hidup ratusan tahun disana. Ruasnya cukup besar, hingga dapat membuat Deera menyembunyikan diri. Gadis itu berjongkok sembari memeluk bonekanya dengan erat. Menangis sesegukan menyadari perbuatan yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan.
Bermenit-menit Deera menghabiskan waktu kesendiriannya disana. Hingga suara familiar dari seorang wanita paruh baya membuat Deera mendongakkan kepala. "Ya ampun Deera, ternyata kamu disini. Bunda khawatir kamu lari keluar dari panti."
Sentuhan lembut dari tangan si pemilik panti asuhan membuat air mata Deera kembali mengalir. Deera memeluk tubuh wanita yang ia panggil Bunda itu dengan erat. Merengek dan mengadu tentang penyebab terjadinya keributan beberapa waktu yang tadi.
"Deera minta maaf Bunda. Deera nyesal. Deera ga mau lakuin itu kalo Deera ga dikatain dibuang Ayah sama Ibu." Suara tangis itu teredam karena Deera menyembunyikan wajahnya lebih dalam. "Deera ga suka dibilangin gitu."
"Iya sayang, Bunda tahu. Bunda ga marah. Tapi apa yang kamu lakuin ke temen itu tetap salah." Bunda mengusap punggung Deera dengan lembut, lalu kemudian mencium pelipisnya. "Sekarang Bunda mau Deera minta maaf sama Zizi. Nanti Zizi juga minta maaf sama Deera. Bisakan nak?"
Sesegukan Deera masih tersisa. Setelah tangisnya reda, ia terdiam sejenak setelah mendengar permintaan dari sang Bunda. Tatapan iba yang wanita itu layangkan membuat Deera seolah menanggung beban. Ia terlihat berharap besar. Deera yakin jika Bunda menginginkan ia untuk segera melakukan aksi damai lebih dulu.
Apalagi diperparah dengan usapan lembut yang Deera dapatkan pada pipinya. Membuat ia mau tak mau harus mengangguk lalu menuruti semua itu.
Bunda akhirnya tersenyum lega. Ia membawa Deera berdiri sembari membantu membersihkan kakinya yang kotor akibat daun-daun dan lumpur kering. Bunda tak lupa untuk menggenggam tangan Deera dengan erat. Meyakinkan bahwa Deera harus berani bertanggung jawab atas apa yang telah ia perbuat.
Disaat mereka melangkah-hendak mencapai gagang pintu, Bunda kemudian berbicara, namun bukan pada Deera. "Vin, makasih ya udah kasih tahu Deera sembunyi dimana. Sekarang kamu bantuin Om Rifki kasih makan ayam ya. Abis itu jangan lupa mandi. Bentar lagi kita mau makan malam sama saudara-saudaramu."
"Iya Bunda." Suara anak laki-laki itu membuat atensi Deera teralihkan. Ia dapat melihat sosok anak laki-laki yang berdiri tak jauh dari mereka, sedang berdiri sembari menatap kearahnya.
Deera tidak tahu anak laki-laki itu siapa. Saat perkenalan diruang tengah tadi, Deera tak melihat adanya eksistensi anak laki-laki tersebut. Asumsi Deera, mungkin dia adalah salah satu penghuni panti asuhan seperti yang lain, sama seperti dirinya. Dan mungkin juga anak laki-laki itu yang pertama kali mengetahui keberadaan Deera yang tadi tengah berlari sembari menangis karena sudah berbuat sesuatu.
Deera malu sekali. Ia segera merapatkan diri pada Bunda. Anak laki-laki bernama Vin itu pasti menganggapnya aneh. Deera yakin.
Maka setelah Bunda dan Vin menyelesaikan percakapan mereka, Deera kemudian dibawa masuk ke dalam. Meninggalkan si anak laki-laki yang sedari tadi tak pernah melepaskan tatapannya pada eksistensi Deera.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
VINCENT OBSESSION
RomanceTRIGGER WARNING: THIS STORY CONTAINS SCENES THAT DEPICT SEXUAL ABUSE, MENTAL PROBLEMS AND MORE. READER DISCRETION IS ADVISED!! OBSESSION SERIES #1 .... "Kupikir, mimpi-mimpi buruk yang selama ini kutakuti akan sirna oleh waktu. Tapi ternyata tebak...