34. Memanasi Zizi

62 7 0
                                    


          "Hari ini katanya Tante Giselle mau datang ya? Ajakin kamu jalan-jalan."

          "Kata Bunda, iya. Tante Giselle udah dapat cuti dari atasan. Nih, aku mau siap-siap."

          Zizi bertopang dagu melihat Deera yang mengenakan pakaian baru. Mengamatinya dari bawah hingga ke atas. "Aku iri deh sama kamu. Udah punya donatur pribadi yang selalu kasih barang mewah."

          Tangan Deera yang tengah merapikan baju tak terpakainya pun langsung terhenti mendengar ucapan Zizi. Ia kemudian menolah seraya menjelaskan, "engga kok, Tante Giselle cuman kasih barang biasa aja. Kamu kali yang punya barang mewah."

          "Barang mewah bekasan." Sambung Zizi. Memang benar, Zizi sendiri memiliki barang branded ternama. Seperti tas sekolah harga jutaan rupiah, lalu sepatu bermerk mewah.

          Namun semua benda itu adalah pemberian dari orang kayak yang ingin berdonasi. Awalnya Ibu Ratna bingung akan dikemanakan barang-barang mewah yang diberi itu. Lalu setelah nya Zizi mengangkat tangan dan berkata bahwa ia dengan suka rela memiliki semua nya.

          Hal itu juga di dukung oleh keinginannya untuk memiliki barang-barang mahal yang sedang tren dikalangan anak muda. Zizi bersikeras untuk memilikinya walau itu hanya donasi.

          Kegabutan orang kaya itu memang aneh, pikir Deera.

          "Oh ya, nanti kalian mau makan sore dimana?" Tanya Zizi sembari memainkan jari-jarinya.

          "Kurang tahu sih, tapi kayaknya Tante Giselle bakal ngajak aku ke tempat makan yang baru." Sembari mengendikkan bahunya, Deera melanjutkan, "kamu tahu kan, restoran steak yang lagi digosipin sama Nala. Tante Giselle mau ajak aku ke sana."

          Deera dengan sengaja memanas-manasi Zizi dengan ucapannya. Ingin menunjukkan bahwa dirinya tidaklah senorak ataupun sebodoh itu hanya karena tidak pernah mencicipi tempat-tempat mewah yang ada di kota mereka.

          Anggap saja ini sebagai pembalasan bahwa selama ini Zizi selalu membuat Deera menderita dengan segala tugas-tugasnya. Dan satu lagi, ini juga sebagai sebuah karma karena Zizi ingin berusaha untuk menggoda pacarnya.

          Lalu seperti yang diharapkan, Deera dapat melihat bagaimana ekspresi iri Zizi yang muncul ketika ia mengatakan pernyataannya tadi. Padahal itu baru sebuah statement, tetapi Zizi tampak kepanasan seperti seseorang yang jiwanya tengah dibakar. Hati Deera sungguh tergelitik melihat itu.

          Zizi mengepalkan kepalan, merasa dengki dengan Deera yang tampak memiliki hidup sempurna. Di dalam kepala ia selalu menuntut bahwa Deera harus selalu ada di bawahnya. Gadis itu tidak boleh menanjak. Seolah-olah hanya dirinya yang boleh meninggi.

          Alhasil emosi kedengkian dan keirian itu tidak terbendung lagi. Zizi mengatakan isi hati yang sejujurnya. "Baru gitu aja udah sombong. Cuman ditraktir doang bangga. Norak kamu."

          Dahi Deera langsung mengkerut, tidak menyangka bahwa Zizi akan merespon agresif seperti ini. Tapi dibanding membalas batu dengan batu, keras dengan keras, Deera memilih untuk melontarkan pertanyaan dengan tujuan untuk membuat teman perempuannya itu semakin penuh api.

          Dengan menyembunyikan senyum kemenangannya, lantas Deera berkata, "lho kenapa, kan aku cuman kasih tahu. Ga terima? Ga ada yang ajakin kamu kesana ya?"

          Zizi memutar bola matanya sembari berdecih kencang. "Cih, aku ga butuh orang lain buat ngajak aku kesana. Lagian ngapain juga sih ke tempat yang begituan. Buang-buang duit. Aku beda sama kamu. Aku ga suka ke tempat-tempat yang dikunjungin cewe-cewe lain kayak di sekolah. Mending nongkrong sama cowo dikafe."

VINCENT OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang