Semenjak hari itu Zizi menaruh curiga mendalam pada Deera. Perihal kalung yang selama ini menjadi beban pikirannya, ternyata memang benar. Deera telah berbohong sebab mengatakan bahwa kalung itu adalah pemberian dari Giselle. Sedangkan faktanya wanita berpangkat tinggi itu tidak mengakui kebenarannya.
Pikiran Zizi semakin bertanya-tanya. Tertuju pada Deera yang kini tengah mengambil beberapa alat-alat jahit untuk dimasukkan ke dalam gudang. Juga sembari memperhatikan gerak dari kalung kupu-kupu berkilauan di leher gadis itu.
"Zi..." Deera tiba-tiba saja memanggilnya.
"Ya?" Jawab Zizi dengan sedikit kaku.
"Kamu tolong letakin kain perca-nya di laci ruangan Bunda ya, aku mau bawa ini ke gudang dulu."
Ingin terhindar dari kecurigaan, Zizi lantas mengangguk dengan cepat. Tak ada jawaban, Zizi kemudian mengumpulkan kain perca yang berserakan untuk menjadi satu, lalu membawanya pergi dari sana.
Sementara, Deera hampir merasa heran. Mengapa akhir-akhir ini Zizi terlihat tidak banyak bicara. Malah disaat Deera memerintah perempuan itu, Zizi terlihat seperti robot tanpa ekspresi yang menuruti keinginannya.
Membingungkan. Namun disisi lain Deera menganggapnya sebagai sebuah perubahan. Entah apapun itu, tapi yang pasti tingkah Zizi sekarang bisa dikatakan lebih baik dari yang sebelumnya.
Deera lantas menghela nafas, memutuskan pemikiran tentang Zizi. Lalu berfokus untuk mengangkut barang-barang jahit cukup berat yang akan dihantarkan ke dalam gudang.
Namun ada satu hal yang tidak Deera sadari saat kakinya telah melangkah pergi. Yaitu akan eksistensi seorang Zizi yang mengikutinya diam-diam dari arah belakang, dengan hati-hati.
...
Saat memasuki gudang, Deera dikejutkan oleh presensi Vincent yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Belum sempat bibirnya berbicara sepatah kata, Vincent lebih dulu membungkam bibir itu dengan ciuman basah.
Ciuman menggebu-gebu yang tak bisa Deera hindari.
"Vin—mmphh!"
Tak sanggup menahan nafas lagi, Deera akhirnya mencubit dada Vincent seperti biasa yang ia lakukan. Namun kali ini lebih kuat. Hingga menyebabkan Vincent menjerit tertahan dengan kedua dadanya yang berdenyut sebab kesakitan.
"Kamu jahat banget cubit puting aku."
"Kamu juga jahat ga bisa bikin aku nafas." Balas Deera.
Dalam waktu singkat Vincent kemudian bersikap lucu seperti anak anjing yang merindukan tuannya. Ia memeluk Deera dengan lembut sembari menghirup aroma dari lekuk leher kekasihnya itu.
Dengan nada bicara seperti anak kecil, laki-laki itu mengatakan, "aku kangen sama kamu, nanti malam ke pondok lagi yuk."
"Lihat dulu kalau sempat, ntar malam aku mau buat tugas sekolah dulu. Besok udah harus dikumpul."
"Sempat kok, biar aku yang kerjain tugasnya."
Mendengar itu, Deera segera memukul kepala Vincent dengan telapak tangannya. "Kebiasaan kamu. Ntar aku ga bisa kerjain soal ujian gimana? Aku harus ada usaha biar pintar, biar masa depan aku cerah. Kalau pake cara kamu, yang ada aku nanti lulusnya ditendang."
Vincent mencebik sembari mengelus kepalanya yang kena pukul. Tetapi walau begitu ia tetap bersikeras memeluk Deera yang tengah merapikan barang-barang disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
VINCENT OBSESSION
RomansaTRIGGER WARNING: THIS STORY CONTAINS SCENES THAT DEPICT SEXUAL ABUSE, MENTAL PROBLEMS AND MORE. READER DISCRETION IS ADVISED!! OBSESSION SERIES #1 .... "Kupikir, mimpi-mimpi buruk yang selama ini kutakuti akan sirna oleh waktu. Tapi ternyata tebak...