Tidak banyak yang mereka habiskan untuk berjalan-jalan melihat sekeliling panti, Vincent hanya menunjukkan beberapa sudut tempat yang anak laki-laki itu sukai. Terkadang mereka berhenti untuk mengambil beberapa buah jambu air milik Ibu Ratna yang sengaja ditanam untuk tambahan pangan di panti asuhan mereka.
Pohonnya ada beberapa, tapi kondisinya sering berbuah hingga terkadang ada banyak jambu air yang terlampau matang—menyebabkan jatuh ke tanah dan busuk. Itu sebenarnya tak menjadi permasalahan. Toh juga nanti bisa menjadi pupuk organik untuk tanaman kecil yang lain.
Bukan hanya tentang perbuahan, Vincent juga mengajak Deera untuk melihat peternakan ayam yang selama ini selalu menjadi tempat Vincent untuk melakukan kerja sampingan. Seperti membantu membersihkan kandang, mengumpulkan telur, memberi air dan pakan, atau terkadang juga membuat perangkap predator ayam yang sering beraksi pada tengah malam.
Vincent menarik Deera untuk mendekati salah satu kandang. Berbisik lantaran tak ingin mengganggu unggas-unggas yang sedang tertidur. "Kamu lihat diujung sana?"
Deera memicing mata untuk melihat lebih jelas. "Lihat." Katanya.
"Disitu ada perangkap musang yang dibikin sama Om Rifki tadi siang. Aku mau periksa ada isinya atau engga. Kamu ikut masuk?"
Saat ditanya seperti itu, sontak Deera memeriksa kembali keadaan kandang ayam yang besarnya seperti setengah ruang dari rumah kontrakan kecil. Aromanya tidak sedap. Apalagi kondisinya yang cukup gelap membuat Deera mengurungkan niatnya itu. Alhasil ia menggelengkan kepala. "Deera ga ikut. Bau."
"Ya sudah, aku mau masuk buat periksa. Kamu nunggu disini aja."
"Iya."
Vincent kemudian membukan pintu masuk peternakan dengan hati-hati. Ia sengaja tak menutup pintu agar Deera bisa melihat dengan leluasa dari luar. Setelah beberapa menit masuk dan memastikan jika perangkap musang itu ada isinya atau tidak, Vincent pun kemudian kembali dengan wajah masam saat keluar.
Ketika menutup pintu Deera bertanya. "Gimana? Ada musangnya?"
Vincent menggeleng, "belum, umpannya masih utuh. Cuman udah disemutin dikit." Ada perasaan sedikit kecewa yang bisa dilihat dari raut wajah Vincent, tapi Deera memilih untuk tak meneruskan masalah soal perangkap musang iti lebih dalam.
Takut jika mood Vincent menurun, lekas gadis kecil itu bertanya, "kita ketempat rahasianya kapan?"
Dan benar saja, Vincent langsung mengangkat kepalanya dengan ekspresi antusias. "Oiya, hampir aja lupa. Kita pergi sekarang aja, takut nanti Tante Kira sama Om Rifki sadar kita hilang."
Deera mengangguk saja dengan patuh. Ia lalu mengikuti Vincent yang sedang berjalan sembari menggenggam tangannya. Mereka menuju suatu tempat yang cukup gelap dengan sedikit berjalan menuju hutan, tepatnya di halaman belakang panti. Deera awalnya ragu dan sempat berhenti melangkah saat Vincent menariknya kearah sana. Tapi Vincent meyakinkan Deera dengan kalimat, "tenang aja Dee, tempatnya ga jauh kok, bentar lagi kita sampai."
Alhasil mereka meneruskan perjalanan hingga tak sadar jika langkah kaki-kaki kecil itu mengarahkan pada sebuah rumah kayu kecil yang hampir rubuh. Suasana mendadak seram. Deera ketakutan saat Vincent terus menariknya untuk masuk ke dalam rumah itu.
"Vin, itu rumah siapa?" Ucap Deera dengan tubuhnya yang mulai menolak untuk mendekati pintu.
"Ini rumah aku. Aku yang nemu, berarti punya aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
VINCENT OBSESSION
RomanceTRIGGER WARNING: THIS STORY CONTAINS SCENES THAT DEPICT SEXUAL ABUSE, MENTAL PROBLEMS AND MORE. READER DISCRETION IS ADVISED!! OBSESSION SERIES #1 .... "Kupikir, mimpi-mimpi buruk yang selama ini kutakuti akan sirna oleh waktu. Tapi ternyata tebak...