40. Korban fitnah

56 7 0
                                    


          Seminggu berlalu, keadaan masih sama saja seperti yang dulu. Belum reda rumor jahat yang mengintai Deera dan kehidupan pribadinya. Kewaspadaan terus bertambah, Vincent menjaga kekasihnya sepanjang waktu, meski tak selalu, setidaknya belum ada kejadian tak menyenangkan yang melukai fisik.

          Mungkin, hanya belum waktunya saja.

          "Dee, tolong letakin gelas sama piring kacanya di lemari. Bunda mau angkat telpon dulu. Trus Zizi, jangan lupa pindahin buku-buku yang ga ke pakai ke gudang. Bentar lagi Pak Harto datang mau kiloin bukunya."

          "Iya Bunda." Jawab kedua perempuan yang sedang mengerjakan tugas di dapur tersebut.

          Saat ini Zizi sedang membersihkan alat memasak seusai menyiapkan makan malam untuk adik-adiknya, sedangkan Deera sedang menyapu dan membereskan beberapa bahan masakan yang tersisa untuk dimasukkan ke dalam kulkas.

          Hari ini belum ada lontaran hinaan diam-diam yang keluar dari mulut mereka. Karena Ibu Ratna sedari tadi berdiri di tengah-tengah—seolah sedang mengawasi. Dan sekarang setelah wanita paruh baya itu pergi, barulah hawa permusuhan itu kembali menguap diantara keduanya.

          Zizi memulai, "huft, capek ya pura-pura jadi orang suci. Padahal aslinya muka dua. Di depan sok polos, di belakang munafik."

          "Daripada jadi cewe murahan, ngemis duit sama suami orang, mending punya muka dua di depan orang yang pantas." Balas Deera tak kalah pedasnya. Dengan santai ia mengatakan sisi kelam Zizi yang hanya dirinya dan Vincent mengetahui.

          Hal tersebut turut langsung memancing angkara Zizi yang tadinya ia merasa sudah akan menang, namun kemudian Deera lagi-lagi bisa menemukan balasan untuk menekannya.

          Zizi mendecih kesal, menoleh kearah Deera yang tengah acuh sembari menyusun gelas dan piring kaca—sesuai yang diperintahkan oleh Ibu Ratna tadi.

          "Kamu—"

          "Kak Deera!!" Sosok Raya yang datang dari pintu belakang mengurungkan niat Zizi yang ingin menghardik Deera. Anak perempuan yang mengenakan pakaian bermainnya itu terlihat datang dengan tergesa-gesa bersama wajah panik nan ketakutan. "Kakak!!"

          Deera pun turut panik dan langsung menghampiri Raya seusai meletakkan gelas dan paketan piring kaca di meja. "Kamu kenapa manggil kakak teriak-teriak?!"

          "A-anu, itu..... Kenzo sama Daniel berantem lagi! Tolongin Kak!!'

          "Hah?!" Lalu tanpa basa-basi Deera langsung mengikuti Raya yang ingin menunjukkan kedua adik asuh laki-lakinya yang tengah berkelahi. Meninggalkan pekerjaannya yang belum terselesaikan.

          Sementara Zizi mendengus dan mencibir aksi spontan Deera yang ia pikir gadis itu hanya berpura-pura heroik saja. Deera mencoba mencari muka.

           Memang, anak-anak atau adik-adin asuhnya lebih menyukai Deera ketimbang Zizi. Karena Deera sendiri memiliki sifat keibuan yang lembut serta memperlakukan mereka sangat adil dalam membagi hal sesuatu. Sedangkan Zizi, daripada dipanggil dengan sebutan Ibu peri yang baik, anak-anak lebih memilih untuk menyebutnya sebagai nenek penyihir yang jahat.

           Iya, Zizi mendapatkan julukan sesuatu dengan kelakuannya. Terkadang Zizi sering memarahi adik-adik asuhnya karena ingin ditemani ke kamar mandi pada tengah malam. Atau mungkin karena mereka memiliki aroma tubuh berkeringat—yang wajar jika bermain menyebabkan hal itu. Zizi langsung memarahi mereka. Mengatakan adik-adiknya jorok dan terkadang juga memberi cubitan kasar dilengan.

VINCENT OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang