12. Kematian ayam-ayam yang misterius

97 10 0
                                    


          Pagi ini saat akan berangkat sekolah, Deera melihat Rifki yang kelabakan menggali tanah disekitar halaman samping panti. Pria itu mencangkul dengan tergesa-gesa seolah-olah tengah terkejar oleh waktu.

          Deera yang menyaksikan itu bingung. Ia ingin mendekat tapi takut jika tanah bekas cangkulan itu akan mengenai baju seragamnya. Alhasil Deera mengurungkan niat dan memilih untuk melihat dari jauh.

           Tak selang berapa lama, muncul Vincent yang juga sudah siap seperti Deera. Anak laki-laki itu pun melihat Rifki yang sedang mengangkat beberapa ayam mati untuk dimasukkan ke dalam tanah bekas cangkulan tersebut.

          "Itu ayam yang dikandang ya?" Tanya Deera memecah suasana.

          Vincent yang mendengarnya hanya bisa mengendikkan bahu. "Mungkin iya."

          "Kok bisa banyak yang mati sih? Bukannya kamu bilang perangkap musang udah dibikin banyak?" Deera menuntut jawaban itu dengan ekspresi heran di wajahnya. Ia mendekati Vincent yang menatap semua itu dengan wajah datar.

          "Keknya karena cuaca. Kan kamu tahu akhir-akhir ini kalau malam itu suhunya kayak sedingin es. Terus waktu siang panas minta ampun. Aku rasa ayamnya udah sulit buat beradaptasi sama perubahan iklim."

          Deera yang tak mengetahui seluk beluk mengenai peternakan pun hanya bisa mengangguk dan mengiyakan saja. "Ooh gitu ya."

          "Udah yuk, kita langsung ke depan aja, takut nanti Bunda nyariin." Ajak Vincent sembari menggenggam jemari Deera. Sementara gadis kecil itu hanya pasrah dan mengikuti Vincent yang turut membawa pergi ke halaman depan untuk mendapati eksistensi dari Ibu Ratna.

          Kini wanita paruh baya itu sedang membagikan bekal makan jam istirahat untuk anak-anak panti yang lain. Deera dan Vincent yang turut mengantri pun kemudian mendapatkan gilirannya.

          "Bunda, kita kapan berangkat sekolahnya. Bentar lagi udah mau masuk nih." Kata Vincent setelah menerima 2 kotak bekal—untuk Deera dan dirinya, lalu memasukkan kotak bekal tersebut ke dalam tas.

          Ibu Ratna kemudian menoleh kearah Rifki yabg masih berjibaku dengan ayam-ayam yang mati. "Bentar ya, Bunda tanya dulu." Segera wanita paruh baya itu beranjak dan menemui sang empu disana. Mereka terlihat berbincang sementara. Sebelum akhirnya Ibu Ratna kembali dengan ekspresi bersalah.

          "Bunda udah tanya, tapi Om Rifki bilang ga sempet antarin kalian. Om Rifki harus mandi dulu selesai kubur ayam-ayamnya." Ibu Ratna kemudian mengangkat tangannya untuk mengusap pipi Deera. "Kita tunggu Tante Kira sebentar ya. Yang antar kesekolah dia aja."

          "Iya Bunda."

...

          Disekolah mereka nyatanya memang diantar oleh Kira. Karena kesibukan Rifki yang tidak terduga, mereka harus pergi berangkat dengan wanita itu.

          Singkatnya, setelah melakukan kegiatan belajar mengajar, bermain saat jam istirahat, dan bersosialisasi disekolah, anak-anak panti kemudian pulang dan kini mereka sudah dijemput oleh Rifki. Pemuda itu sudah mengenakan pakaian yang berbeda dengan pagi tadi.

          Ia menuntun anak-anak untuk pulang sembari melewati rute jalan yang aman.

          Dalam perjalanan pulang, Vincent dan Deera yang saling berpegangan tangan, kemudian berjalan mendekat kepada Rifki. Vincent yang memiliki tubuh pendek, kemudian mendongakkan kepalanya untuk melihat ekspresi pemuda itu.

          "Om selesai kubur ayamnya jam berapa?".

          Rifki menunduk, " Kira-kira jam 9. Tadi sekalian bersihin kandangnya takut kalau ayam-ayam yang lain mati mendadak karena kena penyakit."

VINCENT OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang