41. Balasan Deera

66 6 0
                                    


          "Dee, kamu ngapain disitu?" Vincent datang dari arah halaman depan. Sembari membawa plastik tentengan, tadinya Vincent pergi bersama Rifki pergi ke pasar untuk membeli pakan ayam.

          Maka dari itu saat kejadian Deera yang menjadi korban fitnah, Vincent tidak sedang berada disisinya. Karena di tempat lain pun laki-laki itu harus mengerjakan pekerjaan kewajiban sebagai anak laki-laki dewasa yang tinggal disana.

          Sesampainya di panti, Vincent menemukan Deera sedang duduk termenung di bawah pohon bersama dengan seorang anak perempuan yang ia ketahui namanya Raya. Wajah kekasihnya terlihat murung, menandakan terjadi sesuatu yang tidak baik-baik saja.

          "Kak Vincent..."

          "Raya, Kakak kamu kenapa? Kok diam gini?"

          Bibir Raya tampak cemberut dengan ekspresi sedih. Ia mendekat dan memeluk tangan Deera disaat gadis itu terlihat tidak bersemangat dalam bercerita. Deera murung, namun sesekali kilat matanya telah menunjukkan deklarasi dendam amarah.

          "Tadi Kak Deera dimarahi Bunda sama Tante Kira, Kak. Padahal yang salah itu Kak Zizi, tapi yang kena malah Kak Deera."

          "Raya, kamu pergi main ke dalam ya, Kakak mau ngomong sama Kak Vincent." Deera langsung menyela perkataan gadis kecil itu. Urusan ini seharusnya tidak campuri oleh siapapun dari pihak lain. Maka darinya Deera menyuruh Raya pergi agar gadis kecil itu bisa berhenti berbicara mengenai kejadian tadi.

          Raya terlihat bingung. "Kakak yakin?" Kakak ga mau Raya temanin?"

          Tersenyum keibuan, Deera lalu mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Raya. "Ga papa kok, sekarang udah ada Kak Vincent yang jagain Kakak. Makasih ya, tadi udah temanin Kakak duduk sendirian disini."

          Raya mengangguk dengan kedua sudut bibir yang tertarik. Mata gadis kecil itu juga menyipit layaknya bulan sabit. "Iya Kak, sama-sama. Lain kali Kak Deera jangan sampai sedih lagi ya. Nanti kalau kakak sedih, Raya sama teman yang lain jadi ikutan sedih."

          Hangat, hati Deera merasa hangat saat seorang gadis kecil mengungkapkan perasaan cinta yang tulus padanya. Penuh perhatian. Bahkan Deera tidak menyangka bahwa Raya bisa berkata dengan semanis ini.

          Hampir saja ingin menangis lantaran kalimat yang diucapkan sangat menyentuh hatinya, Deera lantas mengangguk dan mengamini permintaan itu. "Iya sayang, Kakak janji ga bakalan sedih lagi."

          Tergelak kecil, Raya lantas berjinjit kecil untuk memberikan Deera sebuah kecupan singkat di pipinya. "Muah, kalau gitu Raya ke dalam dulu ya kak. Dadah."

          "Dah." Deera melambai pelan—ekspresinya seperti kehilangan. Apalagi menyaksikan Raya yang tengah kembali ke dalam panti.

          Namun selang beberapa saat ketika gadis kecil itu sudah tak lagi terlihat dari edarannya, Deera langsung menoleh pada Vincent yang sedari tadi sedang menunggu giliran untuk berbicara.

          "Okey, sekarang Raya udah pergi. Kamu cerita ke aku gimana kronologinya."

          Raut wajah Deera berubah 180° jauh berbeda dengan raut yang ditunjukkan oleh gadisnya itu kepada Raya tadi. Saat berhadapan dengan Vincent, kilat mata Deera terlihat tajam, dan kedua alisnya menurun—memicingkan mata.

          "Penggemar gila kamu berulah lagi. Kali ini dia nyoba bikin jelek nama aku di hadapan Bunda." Deera mendengus sembari menepuk kursi disebelahnya. Menatap kearah sekitar sembari mengingat bagaimana senyum licik Zizi yang menghiasi isi kepalanya, lantas Deera melanjutkan, "aku pengen balas dia, dan karena itu, aku minta bantuan kamu."

VINCENT OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang