Kejadian malam tadi berusaha untuk Deera lupakan. Interaksi singkat dan aneh bersama Vincent, ataupun aksi tatap mereka yang masih membekas di ingatannya. Deera mencoba mengalihkan semua itu dengan bermain keluar sendirian.
Siang hari di panti membuat Deera gerah. Maklum, tidak ada pendingin ruangan seperti AC yang biasa Deera nikmati sewaktu Ayah dan Ibunya masih ada. Kini ia berjuang untuk menghilangkan suhu udara yang tinggi dengan memanfaatkan angin sejuk yang berasal dari alam.
Tempat yang Deera kunjungi tidaklah jauh, itu masih disekitaran halaman belakang panti, dekat dengan kuburan tikus mati yang ia lihat tadi malam. Atau lebih tepatnya Deera bermain lagi dibelakang pohon raksasa yang menjadi tempat bersembunyinya di kemarin siang.
Deera tak melakukan banyak hal. Hanya bermain bersama bonekanya yang sedikit kotor sembari mengkorek tanah dan memainkan daun-daun yang berjatuhan. Ia tak tahu harus berbuat apa lagi selain ini.
Ibu panti ada kesibukan dan para penjaga lain juga tampak tak bisa diganggu dengan kegiatan masak-masak mereka. Alhasil Deera memilih untuk memisahkan diri dari mereka daripada harus bermain dengan anak-anak panti lain yang sama sekali tidak Deera suka.
Deera mencoba menyelami dunianya. Menikmati kesendirian walau perasaan sedih akan kehilangan kedua orang tuanya masih melekat. Terkadang ia mengenang semua hal-hal indah sebelum insiden mengenaskan itu terjadi. Dan Deera hanya berharap bahwa semua yang ia alami hanyalah ilusi.
"Kamu disini."
Deera sontak menoleh ketika mendengar sebuah suara sedang menginterupsinya. Ternyata itu adalah Vincent yang berdiri menjulangi Deera dengan dua tangan yang disembunyikan di dalam saku celana. "Kenapa main sendirian? Kamu ga mau main sama yang lain?"
Vincent bertanya lagi, Deera hanya menatapnya sejenak sebelum akhirnya ia menggelengkan kepalanya. Gadis kecil itu lalu mengalihkan pandangan kearah yang lain dan kembali melanjutkan untuk mengkorek-korek tanah untuk menghilangkan rasa bosannya.
"Kenapa? Kamu ga suka sama mereka?" Tanya Vincent. Kini anak laki-laki itu sudah duduk berjongkok di samping Deera yang masih memainkan daun dan tanah.
Deera mengangguk. "Iya, mereka jahat sama Deera. Kata Ibu, orang jahat ga boleh jadi teman."
"Terus, kalau aku gimana? Aku ga jahat, kamu ga mau jadi temanku?"
Deera menghentikan gerak tangannya yang merobek-robek daun kering. Ia lalu lekas menoleh pada Vincent dengan kedua alis yang terangkat tinggi. Belum ada jawaban dari mulutnya. Deera hanya tak menyangka bahwa Vincent akan mengatakan hal ini kepada Deera.
Ajakan tersebut sekaligus membuat Deera merasakan bingung yang luar biasa. Ia tak bisa memilih untuk mengatakan iya atau tidak, melainkan gadis kecil itu mengatakan hal lain. "Aku ga tahu."
Vincent mengerut keningnya. "Kenapa?"
"Karena kita baru ketemu." Jawab Deera. Sejujurnya ia cukup gugup untuk berbicara dengan anak laki-laki. Selama hidupnya, Deera terbilang cukup jarang untuk berbicara dengan mereka. Apalagi yang seumuran dengannya.
Deera dulu hanya pernah berbicara dengan laki-laki dewasa seperti Ayahnya, kurir pengantar paket, penjaga kebun, dan juga beberapa tetangga yang itupun hanya bisa dihitung dengan jari.
Dan berbicara dengan Vincent adalah salah satu hal terbaru yang pernah Deera alami. Ia begitu bingung harus membalas setiap perkataan Vincent dengan jawaban apa. Deera takut melakukan kesalahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
VINCENT OBSESSION
RomanceTRIGGER WARNING: THIS STORY CONTAINS SCENES THAT DEPICT SEXUAL ABUSE, MENTAL PROBLEMS AND MORE. READER DISCRETION IS ADVISED!! OBSESSION SERIES #1 .... "Kupikir, mimpi-mimpi buruk yang selama ini kutakuti akan sirna oleh waktu. Tapi ternyata tebak...