Ada yang berbeda, Deera merasakannya. Setelah mengucapkan kalimat perpisahan kepada Giselle yang harus kembali bertugas, Kira dan Ibu Ratna membantu Deera untuk menyusun beberapa helai baju miliknya yang berada di dalam tas.
Mereka masuk ke dalam panti untuk mengurus semuanya agar Deera tidak kesusahan mencari baju esok hari. Namun Deera merasa janggal. Ia seperti kehilangan sesuatu saat tadi ketika Vincent hanya memeluknya dengan sebentar, lalu anak laki-laki itu pergi bersama Rifki untuk mengurus peternakan ayam.
Tak seperti biasanya—Vincent yang dulu pasti akan selalu mengikuti Deera dan mungkin saja, temannya tersebut akan membantu Deera untuk membereskan baju. Sedangkan sekarang, Vincent hanya melenggang pergi setelah mengucapkan selamat datang dan berpelukan erat dengan durasi singkat.
Heran, seperti ada sesuatu yang terjadi pada Vincent setelah kepergian singkatnya untuk menginap dirumah Giselle. Deera memikirkan itu selama beberapa saat hingga tak sadar jika ada langkah kaki anak perempuan lain yang datang menghampiri dirinya.
Tadinya setelah dibantu oleh Ibu Ratna dan Kira, Deera hanya diam terduduk di atas kasur tanpa berminat keluar sebab rasa kantuk diperjalanan masih melekat. Deera juga memanfaatkan itu untuk merenung.
Sampai ketika sebuah panggilan suara memanggilnya, Deera kemudian menoleh dan melihat eksistensi Zizi yang datang mendekat padanya.
"Deera, kamu udah pulang?" Anak perempuan itu menghampiri Deera dan juga turut mendudukkan diri di atas kasurnya.
Deera hanya mengangguk sebagai balasan. "Iya, udah pulang. Tadi diantar sama Tante Polisi."
"Ih, enak ya jadi kamu. Sering dimanja Tante Polisi. Aku pengen deh kayak gitu, apalagi punya teman dekat kayak Vincent, apa-apa bisa disuruh."
Dahi Deera mengernyit heran. Ia segera menolak pernyataan Zizi. "Tapi Deera ga pernah suruh-suruh Vincent. Deera sama Vincent memang teman dekat, makanya Vincent sering nurut sama Deera."
Zizi hanya mendengus dan memutar bola matanya. Ia kemudian bersidekap dada. "Iya deh, kalian teman dekat. Eh, omong-omong kamu tahu ga, kalau beberapa hari ini tuh Vincent kayak jadi orang yang beda gitu."
"Beda gimana?" Tanya Deera.
"Beda sifat. Vincent udah ga pernah main sendirian lagi. Terus kalau misalnya kalau kita ajak main, Vincent mau." Jelas Zizi.
Ucapannya membuat Deera terdiam dengan berbagai pertanyaan tentang kevalidannya. Apa benar Vincent begitu? Kenapa Vincent tiba-tiba berubah? Apa ada yang mengancamnya?
Deera terus bungkam dengan isi kepala yang bekerja keras mencari jawaban, sementara Zizi terus melanjutkan perkataannya. "Kan kamu tahu sendiri, kalau Vincent itu tabiatnya cuman mau main sama satu orang. Dan itu kamu. Tapi sekarang Vincent udah berubah. Dia jadi baik. Vincent malah sering bantu anak perempuan yang lain buat ambilin bahan masak-masak."
Pipi Zizi tampak bersemu merah dan mulai bersikap malu-malu di depan Deera ketika anak perempuan itu menceritakan, "Dia juga bantuin aku kemarin. Waktu sendal aku hilang, Vincent yang cariin sampai ketemu. Padahal kata Om Rifki kalau hilang juga gapapa, kan bisa dibeli lagi. Tapi Vincent kayak keras kepala, dia tetap cariin sendal aku sampai ketemu dibawah kolong kandang ayam."
Deera mengernyit heran. Merasakan aura aneh dari Zizi yang sedang bercerita dan seolah merasakan kasmaran. Namun ia tak menanggapi lebih karena pada saat itu anak-anak yang lain datang ke kamar untuk mengambil peralatan kebersihan mereka pribadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
VINCENT OBSESSION
RomanceTRIGGER WARNING: THIS STORY CONTAINS SCENES THAT DEPICT SEXUAL ABUSE, MENTAL PROBLEMS AND MORE. READER DISCRETION IS ADVISED!! OBSESSION SERIES #1 .... "Kupikir, mimpi-mimpi buruk yang selama ini kutakuti akan sirna oleh waktu. Tapi ternyata tebak...