Bab 6, bagian B:
Masalah Besar!••••
Boas mengangkat kepala bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka. Pria bermata elang itu mengigit bibir seraya berjalan maju. Tergambar jelas wajah gusar di wajah Boas saat melihat wanita berusia 50-an yang rambutnya berwarna putih.
“Apa-apaan ini? Kamu? Kalian? Ada apa?” Bibir merah menyala itu menatap berulang antara Boas, putranya dengan perempuan yang terbalut pakaian milik anaknya.
“Ma, Boas jelasin tapi mama duduk dulu, ya. Semua enggak seperti yang mama lihat” Boas berdiri di samping Chatlin.
“Enggak ada! Apa yang mau dijelasin lagi? Di dalam hotel berdua sama perempuan dan lihat. Tempat tidur berantakan sekali, bahkan baju kamu ada lipstiknya. Bagaimana mama bisa berpikir semua enggak seperti yang mama lihat?” Wanita paruh baya tersebut menatap Boas dan Naomi bergantian. Pemandangan yang luar biasa untuk seorang Boas yang selama beberapa tahun terakhir tidak terlihat sedang menggandeng perempuan mana pun.
Naomi gusar. Kepalanya sakit dan penting. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang selain mendesah lemah, pasrah akan kenyataan, masalah besar yang dihadapinya.
“Mama, kami nggak ngapaia-ngapain, kok. Ma—” Boas masih berusaha menjelaskan, dan berharap bisa didengar.
“Kamu enggak bisa bohongi mama. Udahlah. Mama enggak mau kamu jadi pria tidak bertanggung jawab. Nikahi dia.” Mama Boas melirik Naomi sesaat sebelum akhirnya berbalik arah, dan keluar dari kamar Boas dengan helaan napas.
“Sekarang gimana?” tanya Naomi bingung.
“Kamu maunya gimana? Saya siap bertanggung jawab.”
“Tapi kita nggak ngapaia-ngapain, Om!” Naomi jatuh terduduk di atas ranjang. Badannya lemas.
Boas kesal sejujurnya karena terus mendengar kata Om yang keluar dari Naomi. Entah kenapa, kata Om sangat memiliki vibes negatif di benaknya.
“Kamu mau buat kesepakatan dengan saya?” tawar Boas.
“Apa?”
“Menikahlah dengan saya.” Boas bersungguh-sungguh dengan tawarannya, tatapan yang serius sudah menjadi bukti bahwa ia tidak bermain.
Naomi tertawa sinis. What the hell? “Atas dasar apa saya harus menerima tawaran kamu?”
“Karena saya yakin orang tua kamu pasti enggak percaya sama apa yang kita jelasin, dan begitu pula dengan mama saya. Kalau tidak salah dengar, tadi mama kamu enggak sendirian pas video call, ada keluarga kalian ya yang di rumah juga?"
Seketika Naomi sadar akan satu hal. Hari ini keluarganya tengah berkumpul untuk membahas pernikahan sepupunya dan Natalia juga sempat berkata ketika mereka telepon bahwa akan melakukan video call bersama, untuk memamerkan anaknya sedang berada di Paris. Melirik jam di dinding, pukul 12 siang di Paris, berarti di Jakarta sudah jam 17 sore.
Shit. Sialan. Tidak perlu menunggu waktu lama bagi dirinya untuk menjadi topik perbincangan di acara keluarga. Ya Tuhan, ayahnya bisa bertambah sakit jika gosip tidak benar ini beredar hingga ke telinganya.
“Mama saya enggak akan biarin saya untuk tidak menikahi kamu. Ini kesempatan yang dia nanti-nanti sejak lama.” Beritahu Boas.
Setelah itu hening. Boas menghargai Naomi untuk hening sejenak dalam memikirkan keputusannya. Diam-diam, dari lubuk hati pria itu tidak bisa dipungkiri bahwa ada secercah kebahagiaan yang lama tidak dirasakan. Berdosa kah jika ia senang atas semua masalah yang sedang terjadi?
“Tapi ada peraturan. Gue enggak menerima sentuhan apapun selama kita nikah, dan gue mau tetap bebas seperti dulunya. Gue mau kita tetap jalani kehidupan seperti biasanya aja,” ucap Naomi pasrah.
Tidak ada pilihan lain, kan? Oh, ya Tuhan, mimpi buruk apa yang sedang dialami Naomi? Belum benar-benar sembuh dari patah hati, ia malah menerima fakta sebentar lagi dirinya akan menjadi istri dari seorang om-om, yang bahkan kehidupan, pekerjaan, dan sedikit saja tentang pria itu tidak diketahui Naomi.
“Deal!” Boas sepakat. “Ada lagi?”
“Gue mikir lagi, dulu. Tapi mau balik ke kamar.”
Naomi bangkit berdiri dan berjalan begitu saja dari hadapan Boas dengan lemah.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)
Romance"Kalau kamu enggak mau serius sama saya, bilang dari awal Naomi. Jangan buat saya jadi seperti ini." Itulah kalimat terpanjang yang Boas ucapkan. "Hal yang paling bikin aku kecewa adalah, kita sama-sama belum dewasa dalam pernikahan ini." -Naomi. ...