🍎 [1B] I Asked Life, Why Are You So Difficult?

1.3K 78 14
                                    

Bab 1 Bagian 2:
I Asked Life, Why Are You So Difficult?

“Mungkin karena kamu kurang bersyukur.”

••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••••

“Aku mau kita putus!” ucap si brengsek di depan Naomi dengan gampangnya.

Katakan, jika Naomi salah mendengar? Katakan jika semua ini hanya bualan. Ini pasti prank! Mati-matian wanita itu menahan kepala yang tertunduk untuk tidak segera terangkat dan melayangkan tatapan penuh tanya.

“Naomi, aku mau kita sampai di sini aja." Tekan si brengsek tanpa memedulikan perasaan Naomi.

Naomi mengangkat kepalanya perlahan. Satu alis terangkat dan berseru. Tangannya di bawah meja meremas gaun cantiknya hingga kuku-kuku gadis itu memutih. “Why? Gue buat salah apa lagi, nih?”

Okay.” Benjamin menarik napas, mengambil ancang-ancang, seakan-akan kesalahan Naomi sebanyak beban hidup wanita itu. “You're weird.”

Huh?” Kali ini Naomi tidak bisa menahan diri dari keterkejutannya. Bukan, jawaban Benjamin tidak salah, hanya, selama ini ia berpikir tidak ada lagi kata itu, yang menjadi alasan ia putus.

“Iya. Seperti yang kamu bilang, Deteriorasi lukisan. Aku selama ini enggak paham dengan dunia kamu. Make up tebal, wajah kamu jadinya ketuaan, padahal kamu tau aku suka cewek natural dan umur kamu masih muda banget, lalu Lukisan, buku, game, anime, patung, kain, museum. Semuanya. Kamu selalu ngajak aku kemping, padahal udah aku jelasin berulang kali enggak bisa. I cannot!” Benjamin menghela napas panjang. Tergambar wajah muak dengan kelakukan Naomi selama ini. “Aku enggak suka sama make up menor kamu, itu. Pekerjaan kamu sebagai tukang make up, aku enggak bisa.”

Naomi tidak berkedip sedikit pun setelah mendengar perkataan Benjamin. Really?Bola matanya perlahan bergerak tak tentu arah, lehernya mengering, tenggorokan tercekat. Sakit sekali. Ribuan jarum menancap tepat di dada Naomi saat ini. Jadi hubungan mereka selama ini pria itu anggap sebagai apa? Perjuangan Naomi, semua yang ia pertaruhan demi pria brengsek itu selama ini hanya bulshit? Pelupuk mata perlahan terisi air, tapi ditahan mati-matian. Jangan jatuh di sini. Don't.

Naomi mengangguk pelan. Berusaha untuk biasa-biasa saja. Iya, setidaknya itu yang bisa ia lakukan sekarang demi mempertahankan harga dirinya. “Well. Putus aja, gue juga muak sama Lo. Laki-laki baik mana yang nge-judge karir kekasihnya macam Lo, yang enggak pernah ada waktu sedikit pun sama kekasihnya, even gue tahu pasien lebih penting dari gue, tapi masa nge-chat aja duluan enggak? Fuck you!”

Sebelum benar-benar pergi, Naomi berseru lagi. “Soal dunia gue, dan make up dan muka gue, dan otak gue, selera lo aja yang enggak nyampe! You're such an asshole.” Sungguh lega rasanya Naomi mengeluarkan kata-kata umpet barusan, meskipun tidak menutup rasa sakit hatinya.

Pasangan yang Naomi pikir sesuai dengannya, yang sepadan, karena memang selama ini Benjamin selalu menunjukkan respon baik saat ia bercerita, memperlakukan Naomi dengan sangat baik. Anggaplah, tipe pria idaman Naomi ada pada Benjamin, Dokter tampan, yang peduli dengan kekasihnya saat bercerita.

Tepat di pintu keluar kafe, Naomi meneteskan air mata. Sialan.

Seorang pria yang sejak tadi berada di lantai atas, lebih tepatnya di sebelah Naomi menyaksikan semua itu. Ia pun ikut turun ke lantai bawa untuk pulang, tadi ia mampir sejenak untuk minum kopi dan makan lunch bercampur dinner.

Melihat kondisi Naomi--perempuan yang diketahui sedang patah hati, tapi memuji ketangguhannya atas menjawab ucapan mantan kekasihnya itu--yang tidak baik-baik saja, pria itu mengeluarkan sapu tangan bersihnya, dan berniat memberikan kepada Naomi.

Excuse, Mau you help me? Pegang ini.” Pria itu memberikan sapu tangannya kepada Naomi dengan alibi hendak mengikat tali sepatu.

Shit. Naomi memegang sapu tangan biru tua itu dengan kebingungan, sambil merutuki pria tersebut dalam hatu karena membuatnya harus berlama-lama di tempat sialan ini. Namun, lebih dari itu, ia sangat kesal pada dirinya sendiri yang lemah.

Pria itu kemudian bangkit dan berjalan meninggalkan Naomi, seakan-akan Ingatannya dicabut oleh seseorang.

“Eh, Om?” Suara serak Naomi berseru. Demi apapun, ia bertambah kesal dengan pria itu. Apalagi otot yang memenuhi lengannya, juga di salah satu betis kakinya.

It's a little gift for your freedom. I never use this before, it's clean from patogen.” Pria itu berucap, sebelum masuk ke Avanza putih.

Eh? Naomi semakin menyipit mata dengan kerutan halus di kening. Ia mencoba mencerna ucapan pria itu. Beberapa saat kemudian. Ia baru sadar. Pria itu berada di sampingnya sejak tadi. Sudah pasti ia menguping pembicaraan mereka. Dasar pria sialan.

Puncak kekesalan Naomi benar-benar tidak terkendali. Bersungut-sungut ia berjalan ke arah mobilnya bersama air mata yang mengalir. Karena yang ada di tangannya adalah sapu tanga pemberian pria sialan tadi, mau tak mau, ia menghapus air mata dengan benda itu.

Sederet kalimat pada sapu tangan itu menarik perhatian Naomi.

I asked life, why are you so difficult? Than, life smile and said, people don't appreciate easy things.

Shit.

Bahkan sapu tangannya ikut menyebalkan.

To be Continued

Jangan lupa vote, dan komentar, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jangan lupa vote, dan komentar, ya. 🤗
— Your Rose!

Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang