Bab Dua Puluh, Bagian A:
Salah Paham!•••••
Naomi sebenarnya tidak berniat untuk bertemu dengan Jason hari ini, namun pria itu sangat keras kepala, dan memohon kepada Naomi untuk datang ke cafe yang baru saja pria itu--usaha kecil-kecilan Jason. Kebetulan, Naomi juga penat di rumah, pun memutuskan untuk menerima tawaran Jason.
“Makasih, ya, udah jadi salah satu pelanggan pertama gue.” Jason duduk di depan Naomi seraya menyeruput capuccino hangatnya di sore hari menjelang malam di ibu kota yang selalu ramai.
Naomi mengangguk. “Gue juga lagi sedikit penat di rumah. It's okay.”
“Gimana minuman dan cake-nya?” Sebagai pemilik kafe yang baik, ia berharap Naomi mau memberikan honest feedback.
Naomi menatap sepotong strawberry cake yang sudah habis setengah, dengan seperempat americano pahit yang sejujurnya tidak terlalu di sukai Naomi secara personal, namun terpaksa karena tidak boleh mengonsumsi glukosa berlebihan.
“Menurut gue, mungkin cake-nya kurang manis ya, kalau dibarengin sama americano. Tapi untuk tekstur, gue suka banget. Americano-nya udah pas, gue suka banget.” Setelah Naomi menjawab, Jason mengangguk sambil mencatat baik-baik ucapan perempuan itu sebagai bahan evaluasi ke depannya.
“Mau coba menu lainnya, enggak? Di sini yang jadi primadona-nya art coffe sama rainbow cake.” Jason menawarkan, namun dihadiahi gelengan kepala dari Naomi.
“Ini aja udah cukup. Next time, ya, gue cobaain.” Seandainya Naomi tidak memiliki penyakit yang membuatnya harus berpikir puluhan kali untuk memakan makanan enak, Naomi tidak akan dengan ragu menerima tawaran Jason.
Senyum Jason yang sempat meredup kembali merekah. “Of Course, ini cafe selalu terbuka buat Lo.”
Naomi menggeleng, menatap Jason dengan geli. “Sungguh sebuah kehormatan tuan Jason.” Kemudian setelah itu, Naomi membuang pandangan ke luar cafe. Saat ini, Naomi berada pada lantai lantai kedua dari kafe bertemakan vintage ini, beberapa pot bunga di letak pada sisi ruangan dengan hiasan-hiasan kuno yang membuat tempat ini artistik dan estetik.
Setelah itu, Jason dengan berat hati harus berpamitan dari hadapan Naomi karena harus menyapa para tamu lainnya yang berkunjung.
“Ya ampun, sana, kerja kamu!” Naomi terkekeh sambil mengusir Jason.
Kembali Naomi sendiri. Lebih baik, Naomi nyaman dengan keadaan ini. Mendengar lantunan Honne saat menyanyikan Women, orang-orang yang berlaku lalang, juga hari yang gelap dan ramai dengan pengendara yang melewati jalan di depan cafe. Khusus untuk saat ini, Naomi enggan memikirkan hal-hal aneh lainnya. Naomi ingin tenang.
Maka dengan segera Naomi membuka ponsel, mengirimkan pesan kepada mertuanya untuk izin menginap dengan Odette, tidak lupa ia meminta kepada sang mama agar menjelaskan kepada Tasya, ia juga berjanji akan melakukan video call dengan sang anak jika setibanya di apartemen Odette.
Usai itu, Naomi mengirimkan pesan kepada Odette jika ia akan menginap di apartemen wanita itu. Agak salah memang, seharusnya ia bertanya dulu kepada Odette sebelum meminta izin ke mertuanya, tapi tekad Naomi memang sudah bulat, jika pun Odette tidak bisa menampung dirinya ini, maka Naomi akan menginap di hotel murah saja. Intinya, Naomi mau menenangkan diri sejenak, dan tidak ingin melihat Boas dulu untuk satu hari ini.
Odette:
Gue lagi di XXX Club.Naomi mengerutkan kening, jam berapa sekarang? Ah, waktu berjalan dengan cepat, sekarang sudah setengah 10 malam. Naomi kembali menyipitkan mata ketika melihat ke seberang jalan di mana berjejer huruf-huruf yang sama dengan Odette maksud.
Naomi:
XXX Club di Kemang?Odette:
Iya, Beb.Naomi:
Gue ke sana.Buat apa juga Odette yang sedang hamil datang ke tempat seperti ini? Apa perempuan itu ada masala lain yang tidak diberitahukan kepada ia dan Belinda? Naomi bangkit sambil menyematkan tas kecilnya di bahu.
Keluar dari Cafe tersebut setelah membayar tagihannya, Naomi pun bergegas keluar. Ia tidak sempat berpamitan pada Jason karena pria itu tengah sibuk dengan kolega-koleganya yang terus saja berdatangan. Beginilah jadinya jika konten kreator atau selebgram membuka usaha. Hal yang lazim terjadi, kan?
Mengedarkan pandangannya ke seberang sana, dimana sebuah club malam tengah berdiri kokoh, Naomi pun melangkah lebar. Setelah menunjukkan tanda pengenal diri, ia masuk ke dalam kaleb malam tersebut sambil menelepon Odette.
Naomi terus melangkah, semakin masuk ke dalam ruangan tersebut, suara kecang musik memenuhi kendang telinganya, belum lagi kerumunan orang yang memakai pakaian yang sejujurnya tidak menjadi masalah, hanya saja Naomi tidak terbiasa ke tempat seperti ini walaupun sudah beberapa kali. Ya, semua orang memiliki tempat yang disukai, kan?
Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang minim pencahayaan tetapi dipenuhi dengan lampu bicolar LED dominan hijau dan merah. Hingga kedua netra hitamnya berhenti pada satu titik di ujung sana, di sebuah sofa yang diduduki dua manusia.
Mengapa Boas ada di sini, dan siapa perempuan itu? Posisinya yang membelakangi Naomi membuat perempuan itu tidak bisa mengenali perempuan itu dengan baik. Naomi berjalan mendekati mereka dengan tatapan penasaran, hingga langkahnya tertahan, lebih tepatnya mematung melihat apa yang sedang terjadi.
What the hell? What was that man doing with that damn woman? Damn! Berciuman di tempat seperti ini? Di mana urat malu Boas? Disgusting! Naomi hendak berbalik pergi ketika netranya dan Bias bertemu. Go to hell, shit!
Naomi menahan napas, menahan amarah dan semua gejolak emosi yang memenuhi hati dan pikirannya. Hatinya remuk melihat semua itu. Bagaimana bisa ia baik-baik saja? Panas memenuhi pelupuk mata Naomi, mati-matian perempuan itu menahan diri agar tidak meneteskan air mata di tempat sialan ini. Kenapa, akhir kisah cinta Naomi selalu dramatis seperti ini? Ahaha, lucu sekali. Naomi tertawa sumbang. Tubuhnya yang ringkih melewati gerombolan orang dengan langkah lebar.
Samar-samar, Naomi bisa mendengar suara Boas yang memanggil namanya.
“Naomi?” Boas terus mengejar dari belakang, rahang pria itu mengeras karena perempuan itu sama sekali tidak mengindahkan panggilannya.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)
Romance"Kalau kamu enggak mau serius sama saya, bilang dari awal Naomi. Jangan buat saya jadi seperti ini." Itulah kalimat terpanjang yang Boas ucapkan. "Hal yang paling bikin aku kecewa adalah, kita sama-sama belum dewasa dalam pernikahan ini." -Naomi. ...