🧄 [13C] Sebulan Pertama

552 44 1
                                    

Bab 13 Bagian C:
Sebulan Pertama

Bab 13 Bagian C:Sebulan Pertama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••••

Setelah pulang dari mall pikiran Naomi tidak bisa diajak kompromi dengan baik. Permasalahannya ada pada Boas dan kisah hidup pria itu. Siapa Siska? Ah, ingin sekali Naomi tanyakan, namun rasanya tidak etis sebab pernikahan mereka memang bukan berlandaskan perasaan cinta kan, dan pada akhirnya semua ini akan berakhir.

Pernikahan ini akan diputuskan setelah dua tahun. Usai itu, mereka akan jalan masing-masing bagaikan dua asing yang tak saling kenal, seperti semula.

Mengabaikan pemikiran itu, Naomi memutuskan untuk merapikan meja riasnya sendiri. Kebetulan, setelah pindah ke sini, Boas memesan meja khusus untuk peralatan make up Naomi. Benda-benda itu, adalah penyemangat baginya. Di sisi lain, barang-barang lainnya seperti mini atur, buku-buku dan permainan lainnya berada di lemari lainnya yang berada di sisi lain kamar ini. Semua tertata dengan rapi, dan terlihat sangat cantik dari sudut pandang Naomi.

“Kita tidur bareng hari ini enggak papa? Tasya ngerengek minta tidur bareng.” Boas tiba-tiba masuk dengan Tasya dalam gendongannya, matanya sembab.

Naomi segera berdiri dan memeluk tubuh Tasya yang tidak kecil lagi untuk ukuran anak seusianya.

“Enggak papa, Mas.” Ujarnya sambil berjalan bersama Tasya ke ranjang dan membaringkan anak itu.

Tasya merenggangkan kedua tangannya, meminta untuk Naomi tidak pergi jauh darinya. “Mama sini, bobo bareng.”

Naomi tidak membantah, ia langsung berbaring di samping Tasya. Entahlah, semua berjalan secara naluriah. Ia hanya mengikuti apa yang dikatakan hatinya. Naomi mengakui bahwa ada memiliki perasaan spesial dengan anak lima tahun itu.

“Papa? Sini bobo!” seru Tasya sambil menepuk-nepuk kasur di sampingnya. Boas berjalan pelan dan tidur di samping Tasya.

“Mama, peluk,” pinta Tasya yang langsung dituruti Naomi dengan tersenyum manis. “Papa, pindah ke sampingnya mama aja, Tasya enggak mau papa di situ.” imbu Tasya yang mendapatkan kedua orangtuanya itu saling bertatapan canggung.

Boas berdehem sebentar, lalu bersuara. “Jangan gitu, ya nak? Papa di sini aja, ya?”

Tasya menggeleng cepat dan kasar. Dari sudut matanya sudah keluar beberapa tetesan air. “Enggak mau! Papa pindah aja.” Tasya menangis tersedu-sedu.

Naomi yang tidak sampai hati melihat Tasya menangis pun memberikan tatapan meyakinkan bahwa tidak apa-apa jika pria itu tidur di sampingnya. “Sini, Mas.” Naomi menggeser posisinya hingga menyusahkan sisi yang cukup untuk Boas.

Boas menghela napas panjang. Mau tidak mau dirinya berpindah dan tidur di sebelah Naomi. Sedangkan perempuan itu membelakanginya dan fokus pada Tasya.

“Papa? Muka papa mana?” tanya Tasya.

Spontan Boas ikut berbalik ke arah Tasya dan mengangkat sedikit badannya hingga ia bisa melihat Naomi dari jarak yang sangat dekat. Bayangkan saja tubuh mereka kini saling bersentuhan, Boas berada beberapa cm di atas Naomi dengan satu jengkal tangan sebagai jarak.

“I ..., Iya Sayang?” Sial, suara Boas malah terdengar seperti desahan.

Tidak berbeda jauh dengan Boas, Naomi mencoba untuk biasa saja, tidak terganggu dengan kedekatan mereka. Namun dasar dari sananya Naomi yang kurang pergaulan dengan banyak laki-laki, alhasil dirinya malah mati kutu seperti ini. Apalagi aroma tubuh Boas yang bercampur dengan parfum sangat menggoda penciuman gadis itu. Demi apapun, Naomi tidak ingin jantungnya lepas dari rongga.

“Sibut dan kuda lebih cepat mana, Tasya?” tanya Tasya, melirik papa-nya yang terdiam kaku di posisinya.

“Menurut Tasya?” Boas mencoba memancing anaknya untuk berpikir sebelum ia memberikan jawabannya.

“Hmm, Kuda? Kuda punya empat kaki, kalau siput Ndak punya kaki, Pah.”

“Pintar anak Papa.” Puji Boas.

“Tasya Ndak mau jadi siput, Pah. Siput jalannya lambat, ntar dia kalah kalau disuruh lomba lari.” Tasya memancungkan bibirnya.

“Tasya sayang, walaupun gitu, siput enggak salah kok, dia udah jalan sesuai kemampuan yang diberikan Tuhan. Siput tetap hebat karena berani melakukan perlombaan dengan kuda, padahal kan, seharusnya kuda dan siput enggak boleh dibandingkan. Intinya, siput tetap hebat, kuda juga. Mereka punya kelebihan masing-masing.”

“Coba mereka tidak dibanding-bandingkan, pasti enggak ada kejadian siput lambat, kuda cepat,” celetuk Naomi tiba-tiba.

“Bener kata mama, sayang. Enggak perlu Tasya menyamakan perbedaan siput dengan kuda. Okay? Dua-duanya spesial.”

To be continued

Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang