Maaf lama banget update. You all know? I have my own life that can't I ignore as much I want. I have my priority list that it's very important to my life. So, I hope you all can understand with my situation right now. Please let me know you guys till read this story, so don't forget to comment and click the star. Love you guys, to the moon and back. 💖❤️
Bab 21 Bagian B:
Salah Paham!••••
Setibanya di luar Kelab malam, Naomi berjalan ke arah seberang jalan, mencari taxi di tengah malam dan berharap ia tidak mati tertabrak mobil karena tindakan gilanya barusan.
Rentetan bunyi klakson mobil dan motor memenuhi gendang telinga. Peduli setan, perempuan itu terus berjalan dengan beberapa sentakan kaget karena mobil ata motor yang hampir menabraknya. Hingga tiba-tiba dirasakannya sebuah genggaman tangan besar Naomi melirik tangannya dilingkari genggaman tangan seseorang.
“Jason?” bisik Naomi lirih, tanpa menolak pria itu. Naomi berjalan mengikuti Jason dengan mata memanas. Demi Tuhan, ia tidak mau terlihat menyedihkan seperti ini. Tolong, jangan. Air mata, jangan di sini, harap Naomi, namun sia-sia, karena cairan itu mendesak untuk dikeluarkan. Ia butuh mengeluarkan sesuatu supaya rasa sakit di dadanya bisa mereda.
“Naomi?!” Boas menarik tangan Naomi, membawa perempuan itu jauh dari Jason. Mengabaikan pria yang tengah menatapnya dengan alis terangkat, Boas berseru. “Kita perlu bicara.”
“Enggak perlu,” tolak Naomi mentah-mentah. Ia kembali membuang wajah dan melangkah pergi dari hadapan Boas.
Menghela napas panjang. “Please. We need to talk. Ini penting.”
Tersenyum mengejek. Bisa-bisanya di saat seperti ini, barulah pria itu meminta kepada Naomi untuk berbicara dengan serius. Lalu masalah yang sejak kemarin terjadi, kenapa pria itu tidak berminat untuk membahasnya juga? Menyelesaikannya. “Apa? Bahas di sini aja.”
Boas menggeleng. “No, not here. Kita bahas berdua aja, please.”
“You and that bitch go to the hell!” Ujar Naomi datar, kekecewaan benar-benar melahap habis Naomi. Mungkin juga karena kasus-kasus percintaannya yang lalu-lalu kandas karena hal semacam ini, membuat hati Naomi sudah pahit.
“Kamu salah paham! Please!” Boas berusaha menjelaskan.
“Denger, ya! I have my own eyes that see you both doing something disgusting. What? Then you told me that I am misunderstanding with you and her? Oh, God. You are good actor!” Naomi merotasikan kedua bola matanya, menatap jijik Boas. “Asal anda tau, ya, i want to be alone, don't bother me with all your bulshit, because really, I'm fucking don't care about your explaine.”
Jika seperti ini, Boas bisa apa? Ia tidak mungkin memaksakan semua hal kepada Naomi, bahwa apa yang ia jelaskan adalah sebuah kenyataan, meskipun semuanya bias akibat tindakan Siska. Ya Tuhan. Ini semua tidak berjalan seperti yang Boas bayangkan.
“I'm so sorry. I don't mean to hurt you. I don't mean to make you disappoint .... Yah, saya brengsek.” Boas lalu memutar langkah, pergi dari hadapan Naomi. Namun baru dua langkah, pria itu berhenti. “Don't forget your medicine.”
Setelah itu, Naomi menjatuhkan air mata dan berbalik meninggalkan Boas bersama Jason yang sejak tadi berdiri satu langkah di belakang sepasang suami istri yang tengah bertengkar entah karena apa.
Kuku-kuku jari pria itu memutih akibat Naomi menangis. Kekesalan dan ketidaksukaan membuncah di hati Jason. Ingin sekali ia melayangkan pukulan kencang ke wajah Boas, dan mengatakan, ‘how stupid you are!’ perempuan sesempurna Naomi, masih saja disia-siakan?
••••
“Kamu sama Mas Boas kenapa, sih?” tanya Odette setelah menahan diri untuk tidak bertanya sejak membawa sahabatnya itu pulang dari kafe di sembarang kelab malam dalam keadaan mata membengkak seperti disengat lebah.
Naomi perlahan membalik tubuh, mengarah Odette. “Kami ada masalah terus ditambah tadi gue ngeliat dia sama cewek di kelab. Ya, gitu deh. Sakit hati.”
“You falling in love!” pekik Odette.
“Enggak! Gue benci dia!” sanggah Naomi, menolak segala bentuk hal yang berkaitan dengan Boas secara emosional.
“Emang itu siapa, sih? Mungkin aja teman sesama dokter?” Odette mencoba meluruskan keadaan, mana dia tahu jika pria itu berciuman dengan perempuan yang ia sebut sebagai teman sesama dokter itu?
Naomi membuang napas panjang. “Whatever. Untuk saat ini, gue lagi malas ketemu sama dia. So please, tampung gue selama satu hari lagi, ya?” pinta Naomi.
“Anak sama mertua lo gimana?”
“Gue ada alasan.” Naomi kembali merebahkan tubuhnya di ranjang. Semoga malam ini ia bisa tertidur dengan pulas hingga pagi.
Menyedihkan sekali kisah cinta Naomi. Selalu dikhianati. Apa kurangnya? Apa selama ini gaya berpacaran atau yang berkaitan dengan hubungan percintaan selalu membosankan bagi para pria? Padahal ia sudah berusaha untuk tidak terlalu peduli dengan miniatur, pergi ber-camping, tidak membahas hal-hal yang hanya berpusat pada dirinya sendiri. Tapi kenapa, Boas masih menjadi salah satu pria yang tega-teganya berkhianat. Sialan. Mungkin dirinya sudah dikutuk soal dalam masalah percintaan sehingga ujung-ujungnya seperti ini.
Jika tahu seperti ini, Naomi memilih untuk tidak pernah memain-mainkan dengan perasaan manusia, apalagi Cinta. Naomi capek, jujur saja.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)
Romance"Kalau kamu enggak mau serius sama saya, bilang dari awal Naomi. Jangan buat saya jadi seperti ini." Itulah kalimat terpanjang yang Boas ucapkan. "Hal yang paling bikin aku kecewa adalah, kita sama-sama belum dewasa dalam pernikahan ini." -Naomi. ...