🫑[12C] Officely Married!

608 43 2
                                    

Bab 12 Bagian C:
Officely Married

Bab 12 Bagian C:Officely Married

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••••

Boas duduk di kursi sofa yang tersedia di kamar hotel yang mereka tinggali semalam dengan gusar. Entahlah, ada apa dengan kegelisahan yang tengah pria satu anak itu rasakan. Gugup, deg-degan, konsentrasi yang terus terpecah menjadi bagian-bagian kecil yang membentuk suatu gagasan gila di dalam dirinya.

Semua kegelisahan yang dihadapi Boas berasal dari satu sumber. Bagaikan patogen yang masuk ke tubuh manusia, menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan menganggu kesehatan manusia dengan berbagai gejala-gejala kesakitan. Begitulah kira-kira gambaran yang tempat untuk Naomi, alias patogen yang Boas maksud.

Naomi bagaikan patogen yang menganggu kewarasan Boas. Tidak bisa dipungkiri bahwa, Naomi yang memakai pakaian kedodoran dengan hot pans sudah lebih dari cukup untuk menganggu ketenangan pikiran Boas yang berusaha ia jaga agar tetap waras.

“Kamu enggak kedinginan pakai celana sependek itu?” tanya Boas, ketika Naomi keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut dengan handuk.

Naomi dengan santai menjawab. “Entar kan pakai selimut tidurnya, Om. Jadi enggak papa.”

Iya, Naomi, bagi kamu tidak apa-apa, tapi bagaimana dengan pria yang terdiam dan memutuskan untuk melanjutkan kegiatannya membaca sebuah jurnal, yang sebenarnya tidak ia baca, melainkan sebagai pengalihan saja.

“Jangan lupa insulinnya dan makan makan kamu sebelum tidur.” Boas kembali bersuara, meningkatkan Naomi yang rebahan di ranjang tanpa dosa. Naomi tidak merespon, dan tetap melanjutkan kegiatannya.

Tidak ada tanda-tanda jika perempuan itu akan melakukan apa yang ia katakan. Boas bangkit dari duduk dan meletakkan tab berlogo Apple digigit itu di atas meja. Ia kemudian berjalan menuju meja rias, dimana pada salah satu laci meja tersebut Naomi menyimpan obat dan peralatan suntiknya di sana.

Naomi terperanjat ketika Boas duduk di sampingnya seraya menarik lembut tangan Naomi. “Kamu tidur aja, Let me help you.” Begitulah kata-kata Boas yang sekiranya menyumbang banyak debaran jantung di dada Naomi.

Dilihat dari jarak mana pun, Boas tetap tampan, namun tetap saja sedekat ini dengan pria bermata elang nun tegas tersebut mampu memberi efek samping yang membuat Naomi harus menahan napas beberapa detik. Apalagi perlakukan baik Boas yang lembut. Jujur, ia tidak diperlakukan selembut dan sepengertian ini dari mantan-mantan sebelumnya.

It hurts, doesn't it?” tanya Boas saat jarum ditangannya menikam permukaan kulit Naomi.

Naomi tersenyum kecut. “Udah keseringan, sampai enggak bisa bedain sakit sama enggak sakit itu gimana.”

Pain, still called pain. Kita butuh sakit buat menyadarkan kita kalau apa yang kita lakukan sebelum sakit itu hadir adalah sebuah kesalahan, dan diharapkan setelah kita sakit, jangan diulangi lagi kesalahan yang sama.”

“Hmm." Naomi hanya bergumam sambil menatap dalam Boas yang dengan telaten merawatnya.

Boas yang sadar diperhatikan terus oleh Naomi pun mengangkat kepala, hingga kedua netra itu saling bersinggungan. Beberapa detik keduanya tengelam dalam dunia masing-masing, menilik kedalam pasangan mereka hingga suara ponsel Naomi merenggut kesadaran mereka.

Boas melakukan tugasnya dengan cepat dan berdiri dari sisi Naomi dengan padangan tak karuan. “Gula darah kamu normal,” bertahunya. “Jangan lupa makan. Saya keluar sebentar dulu.”

••••

Boas kembali ke kamar setelah satu jam lebih ia gunakan untuk berjalan di sekitar hotel tanpa arah. Pikirannya sendiri membuat ia gelisah. Laki-laki mana yang tidak terpana dengan kecantikan Naomi? Ia sebagai pria, yang dicap sebagai makhluk visual tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa ia terpana dengan Naomi, entah dari segi wajah dan bentuk lekuk tubuh yang menarik.

Membuang pandangannya ke atas ranjang, Naomi sudah tertidur pulas bagaikan anak kecil yang memeluk bantal dengan tentram. Jika seperti ini, orang yang melihat Naomi pasti tidak akan mengira bahwa perempuan itu memiliki wajah jutek dan cuek saat bangun. Berpaling ke atas meja, makanan gadis itu sudah bersih.

Boas lalu berbaring di sofa, menghadap ke arah Naomi dengan tersenyum samar di balik temaram lampu.

Apakah ini sebuah mimpi? Jika iya, tolong jangan bangunkan Boas. Bodohnya, ia nyaman dengan delusi yang dirancang oleh otaknya sendiri.

To be continued

To be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang