Bab 14 Bagian B:
Mamanya AnastasyaHhhhhh. Maaf, ya. Tadi buru-buru update, jadi enggak sadar update bab 14C, padahal kan B belum ya. Ahahaha.
Selamat membaca.
Okay fixed, besok aku enggak update ya, karena udah update. Okayyy.•••••
Boas keluar dari ruang operasi setelah menyelesaikan tugasnya. Pria itu melepaskan pelindung kepala dan membuangnya ke tempat sampah. Lumayan juga berdiri selama beberapa jam, tulang lehernya pegal dan ingin sekali merenggangkan semua tubuhnya di atas ranjang.
Apalagi akhir-akhir ini, Boas berpindah tempat tidur ke atas kursi sofa yang ukurannya tak seberapa itu, tubuh Boas benar-benar kelelahan dan pegal ketika terbangun di pagi hari. Belum lagi, penderitaan pria itu bertambah banyak karena harus menerima kekacauan pikiran akibat melihat Naomi yang terus-menerus memakai celana pendek dan baju kedodoran tanpa dosa di sekitarnya.
Untung saja, hari ini semua tugasnya telah selesai, sehingga ia bisa pulang lebih cepat dibandingkan beberapa hari lalu. Setidaknya, jika ia pulang cepat, ia akan meminta izin kepada Naomi untuk tidur sebentar di ranjang.
“Dokter udah mau pulang?” tanya Suster Anna. Wanita yang lebih tua 5 tahun dari Boas itu sudah seperti kakak bagi Boas di rumah sakit.
“Iya, Mbak. Capek banget. Pengen tidur.” Boas tersenyum sambil menggendong tas sampingnya di bahu.
“Hati-hati, ya, dokter. Titip salam buat Anastasya dan mamanya Anastasya.” Seru Suster Anna kembali.
“Siap. Makasih, ya, Mbak. Saya pamit duluan.”
Boas masuk ke dalam mobil, melaju dengan kecepatan normal di tengah-tengah keramaian ibu kota pada sore itu. Kira-kira, ia akan sampai di rumah dalam waktu satu jam. Boas menghela napas panjang. Walau sudah terbiasa dengan kemacetan Jakarta, tetap saja menunggu adalah hal paling menyebalkan, apalagi dalam keadaan kelelahan seperti ini.
Menolehkan kepalanya ke samping, seroang ibu dengan anaknya tengah memakai motor. Terlihat wajah anaknya yang kelelahan karena terus menunggu. Boas langsung teringat Naomi dan Tasya. Semenjak Naomi hadir dalam kehidupan mereka, Boas dapat merasakan perbedaan pada Tasya. Gadis kecilnya itu tampak bahagia, banyak tersenyum. Perlakukan Naomi yang lembut dan keibuan sungguh diluar ekspektasi Boas awalnya. Perempuan itu benar-benar mematahkan stereotip Boas.
Hal-hal kecil dalam kehidupan Boas juga sudah berubah semenjak kehadiran Naomi di rumah. Ia tidak lagi memikirkan Tasya ada temannya atau tidak, ia senang karena kamar yang seluas itu tidak sunyi dan hampa lagi ketika ia masuk. Kebahagiaan kecil yang mewarnai hari-hari monoton Boas selama ini. Terlebih dari itu semua, ia memiliki alasan untuk tersenyum sambil membayangkan sosok gadis cuek dan jutek itu. Aneh memang.
Boas jadi tidak sabaran untuk sampai di rumah dan mendapati anak dan istrinya itu tengah melakukan apa. Boas tanpa sadar menarik kedua sisi bibirnya, membentuk senyum lebar. Sepertinya Boas perlu memeriksa otaknya, mungkin ada yang salah sehingga ia senang dengan semua skenario rumah tangga di kepalanya.
••••
Naomi memakai handuk pendek di sebatas pahanya dengan santai ketika keluar dari kamar mandi karena kelupaan membawa pakaian ganti. Lagi pula, setahu perempuan itu, Boas belum pulang ke rumah jam-jam segini. Kalau dilihat, masih ada 30 menit lagi untuk pria itu membuka pintu kamar dengan kemeja berwarna gelap berkerah dengan celana berbahan kain.
Perempuan itu dengan santai menjepit rambut panjangnya dengan jepitan rambut sambil bernyanyi lagu Rayuan Perempuan Gila.
“Panggil aku, perempuan gila, hantu berkepala keji membunuh kasihnya. Penuh tangguh di—Astaghfirullah!” Naomi memekik kencang di akhir nyanyiannya ketika pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok bermata elang itu berdiri tengang menatapnya tanpa ekspresi.
Karena panik, Naomi yang buru-buru dan banyak bergerak tidak sadar jika handuknya hendak lepas dari tubuhnya. Boas yang sadar, tanpa banyak bicara langsung berjalan maju dengan cepat hingga Naomi mundur beberapa langkah dengan panik karena tindakan impulsif pria itu. Jantung dan otaknya sama-sama bekerja keras hingga perempuan itu kebingungan.
Demi Tuhan apa yang akan dilakukan Pria itu. Yang jelas, Naomi sudah mengambil ancang-ancang jika Boas melakukan sesuatu diluar batas. Naomi bersumpah akan menendang Joni milik Boas dengan sekuat tenaga hingga benda itu tidak bangun-bangun lagi.
Diluar dugaan, Boas menarik selimut di atas ranjang secepat kilat lalu melilit tubuh Naomi hingga membentuk seperti pupa kupu-kupu. Pria itu kemudian memukul tubuh Naomi bagaikan karung beras di pundaknya dan berjalan dengan langkah panjang ke kamar mandi. Boas lalu menurunkan Naomi yang masih terdiam menganalisis situasi yang tengah terjadi. Boas menutup pintu dengan kasar hingga terdengar suara dentuman yang besar.
Boas menyadarkan tubuhnya di depan pintu kamar mandi dengan pasrah. Entah apa yang akan terjadi jika benda pelindung itu lepas dari tubuh Naomi. Sudah pasti, Boas akan lebih tersiksa lagi dan otaknya yang kotor ini akan lebih kotor lagi membayang hal yang tidak-tidak.
Boas mengeraskan rahangnya, lalu mengerang lirih. “You driving me crazy.” Boas kemudian mengganti pakaiannya dan cepat-cepat keluar dari kamar. Sepertinya ia akan melihat keadaan Tasya di kamar gadis itu sebentar, sekalian menenangkan dirinya.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)
Romance"Kalau kamu enggak mau serius sama saya, bilang dari awal Naomi. Jangan buat saya jadi seperti ini." Itulah kalimat terpanjang yang Boas ucapkan. "Hal yang paling bikin aku kecewa adalah, kita sama-sama belum dewasa dalam pernikahan ini." -Naomi. ...