🍳 [17A] Terbawa Arus

432 32 3
                                    

Bab Tujuh Belas, Bagian A:
Terbawa Arus

Naomi dan Boas sama-sama tahu, setelah kejadian ciuman serta pelukan hangat dimalam hari di perkemahan seminggu lalu telah mengubah banyak hal di antara mereka. Kini, bukan lagi tentang hubungan kepura-puraan yang mereka rasakan, melainkan luapan emosi yang mendebarkan satu sama lain. Banyak macam-macam debaran yang timbul akibat hal-hal sederhana yang keduanya lakukan tanpa sadar.

Terlebih dari itu semua. Boas dan Naomi sama-sama menikmati gelombang sinyal-sinyal aneh itu--menggelikan dan mendebarkan. Sesuatu yang membuat Naomi kadang kebingungan, dan Boas tertawa sinting bagaikan orang gila.

Seperti saat ini, Boas tengah berbaring di samping Naomi, menatap sang istri dengan padangan yang tidak bisa diartikan Naomi. Sungguh, jika pria itu sudah melayangkan jenis tatapan seperti ini, Naomi rasa-rasanya ingin menghilang saja dari hadapan Boas. Ya, bukan apa-apa, hanya Naomi merasa telah ditelanjangi secara tidak langsung oleh tatapan Boas. Di telanjangi di sini bukan dalam hal berbau seksual--untuk yang ini Naomi tidak tahu pasti, apakah Boas berpikir demikian atau tidak--melainkan jenis tatapan yang seakan mengatakan bahwa ia tahu segala hal tentang Naomi, apapun yang perempuan itu pikirkan dan yang telah dialaminya.

“Kamu enggak takut dibicarain orang kalau kamu tuh cuek, jutek, dan enggak seramah yang mereka ekspetasikan?” tanya Boas, memulai percakapan di antara mereka setelah beberapa saat keduanya hanya diam dan saling bertatapan, layaknya remaja puber. Boas geli sendiri memikirkan hal ini.

“Aku terlihat jutek dan cuek setiap hari, ya, Mas?” Naomi berdecak di akhir ucapannya.

Boas menggeleng cepat, ia tertawa pelan. “Ya, awal-awal kan, kamu gitu ke saya.”

Naomi menggaruk pelipisnya, sedikit canggung dan malu mengingat beberapa bulan lalu sikapnya benar-benar antipati terhadap kehadiran Boas. “Ya, gimana, ya. Awal pertemuan kita enggak mengesankan hal yang menurutku baik. Mas ngeliat aku diputusin sama si brengsek itu, eh sorry, kasar. Ya, kesal aja, kalau liat mas, bawaannya keingat semua kejadian itu. Terus, sapu tangan, Mas, juga duh semuanya nyebelin di mata aku. Itu, juga tatto mas, buat aku enggak bisa berpikir positif ke Mas. Tapi sekarang, aku udah enggak kek gitu lagi. I feel so sorry for that. My behavior to you is all my mistakes.”

“Enggak papa, Naomi. Semua udah berlalu, and I'm okay with that. You look sexy waktu natap saya seperti itu. You different, and that caught me to always see you,” ucap Boas tulus dan penuh dengan keseriusan. Mata pria itu tidak bisa berbohong bahwa ia telah jatuh hati kepada Naomi.

Boas dengan segala perkataannya yang membuat Naomi lama-lama bisa kolaps. Tidak ingin berlarut larut dalam ucapan manis Boas, Naomi kembali berusaha fokus pada pembicaraan mereka di awal.

Back to the topic. Aku hidup bukan untuk memenuhi ekspektasi dan asumsi orang, Mas. Itu di luar tanggung jawab aku. Yang aku tahu, mood orang enggak selamanya baik untuk diajak ngobrol.” Naomi mengangkat bahunya, “Ya, gitu, deh, Mas.”

“Kalau ada yang bilang kamu jutek dan cuek ke kamu secara terang-terangan, gimana?” Boas kembali bertanya.

Naomi terdiam untuk sesaat, memikirkan lagi apa yang akan dilakukan jika benar ada yang berkata demikian kepadanya, karena selama ini belum ada yang melakukan hal tersebut kepada Naomi.

“Ya, aku jawab iya. Emang aku enggak selalu dalam keadaan baik, kan? Emangnya aku harus memenuhi tanggung jawab atas harapan mereka dan asumsi mereka ketika mood aku lagi buruk banget, setelah banyak hal buruk terjadi. Aku butuh mengekspresikan perasaanku, karena cuma itu satu-satunya hal yang bisa aku lakukan. Tapi dia salah kalau beranggapan bahwa aku harus bertanggung jawab atas sikapku ke dia yang mana aku harus selalu ramah,” respon Naomi, itulah yang ia pikirkan.

“Yes, you right. Saya setuju.” Seperti biasanya, Boas tersenyum puas melihat Naomi.

“Kenapa, orang-orang yang punya mental Judging enggak pernah punya kesadaran untuk menggali lagi, nih, kenapa orang-orang bisa bete, jutek, judes seketika. Like. Semua pasti ada alasannya, kan. Enggak mungkin tiba-tiba ada bau bangkai kalau enggak ada bangkainya.” Kembali Naomi mengutarakan isi kepalanya yang lain, tiba-tiba saja muncul setelah menyadari hal-hal itu sering terjadi di sekitar, terutama kepada dirinya sendiri.

Hmm, like make it make sense?” Boas mencoba mengerucutkan maksud Naomi dalam satu kalimat.

“Nah! Iya.” Naomi mengangguk semangat dengan mata berbinar. “Respect dikit, gitu. Ada enggak ya sedikit empati, rasa memahami gitu. Ah, bodoh amatlah, ya.”

I see.”

Setelah itu, suasana kembali hening, Naomi tidak tahu harus berbuat apa. Jika beberapa hari yang lalu, Boas yang selalu pulang dari rumah sakit, langsung tepar usai makan malam, kali ini sedikit berbeda. Terlebih hari ini, pria itu pulang lebih cepat. Dibandingkan hari-hari lalu, saat ini Naomi ingin hilang saja dari sisi Boas.

Demi Tuhan, Jantung Naomi berdetak kencang, ia tidak bisa mengendalikan diri karena jarak di antara mereka yang cukup dekat.

Boas mengangkat tangannya, lalu mengusap rambut hitam Naomi dengan lembut. Tidak ada suara, bahkan Boas sama sekali tak terlihat ingin memulai percakapan di antara mereka.

Naomi hanya diam sambil memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan lembut dan hangat Boas. Sentuhan yang membuat Naomi nyaman dan tenteram. Inner child Naomi menangis terharu akibat diperlakukan selembut ini oleh Boas. Omong kosong jika ia tidak terbawa arus. Iya, arus kencang yang semakin hari semakin nikmat, arus yang membawa Naomi pada satu titik, yaitu cinta--Naomi belum yakin seratus persen dengan hal ini, namun untuk sekarang, kata cinta adalah hal yang paling masuk akal untuk mendiagnosa ciri-ciri yang dialaminya.

Setelah puas mengusap kepala Naomi, Boas lalu menarik Naomi ke dalam pelukannya. Menenggelamkan tangannya pada pinggang ramping Naomi, dan mendekap erat tubuh itu dengan hati-hati.

“Tidurlah, besok pagi, kita olahraga sedikit.” Boas berbisik di atas kening Naomi. Beberapa detik setelah itu, Boas mendarat kecupan hangat di dahi Naomi.

To be continued

To be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang