🍅 [8B] Sisi Dewasa dan Kanak-Kanak

547 41 3
                                    

Bab Delapan, Bagian B:
Sisi Dewasa dan Kanak-kanak

Bab Delapan, Bagian B:Sisi Dewasa dan Kanak-kanak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••••


“Udah cek gula darah kamu?” tanya Boas, hati-hati.

“Tau dari mana?” Tentu pertanyaan yang dilontarkan Boas sangat mengejutkan Naomi. Pasalnya, dalam ingatan gadis itu, belum pernah memberitahukan Boas tentang penyakitnya.

Boas menyandarkan tubuhnya dengan nyaman di sandaran kursi, dan menjawab. “See you finger.”

“Hmm, tapi kan ....” Naomi kehabisan kata-kata sambil melihat bekas tusukan jarum di tangannya.

Boas sendiri teringat akan kejadian kemarin malam, hatinya terenyuh melihat bekas tusukan jarum di jari-jari mungil Naomi. Entah seberapa sering benda tajam itu tertancap di sana?

Don't look at me like that. Really.” Naomi sama sekali tidak tersenyum saat berbicara.

Huh?” Boas mengangkat setengah sudut bibirnya. “Kamu keren, itu arti tatapan saya.”

Tidak percaya, itulah respon yang diberikan Naomi.

“Enggak ada yang suka dikasihani, right? Dibandingkan melihat dari sudut pandang orang yang suka mengasihani orang lain karena beberapa alasan yang dalam tanda kutip disebut-sebut sebagai masalah, lebih baik diubah aja, lihat dari pandangan berbeda, bahwa dibalik semua kekurangan itu, ada perjuangan, effort dan value yang harga.”

Dampak positif yang Boas rasakan setelah menerapkan hal itu adalah, ia memandang semua orang menjalani hidupnya seperti biasa. Tidak lagi habis energi karena rasa kasihan berlebihan. Tidak ikut overthinking karena melihat orang sakit--apalagi pekerjaannya sebagai dokter tak ayal membuat ia menarik napas kasar dengan dada berdenyut sakit-- mereka masih banyak, berubah jadi mendoakan dengan sungguh-sungguh setelah mengapresiasinya. Orang yang kita bantu pun akan merasakan energi yang sama, akan tumbang semua rasa tidak percaya diri, ataupun rasa mengasihani diri sendiri. Mereka hebat, kenapa perlu dikasihani? 

Lagi, dan lagi Naomi tidak mengedipkan mata mendengar penuturan Boas. Entah semua kata-kata itu hanyalah kamuflase belaka, akan tetapi sungguh, Naomi sangat Amazed dengan pria beranak satu itu.

Perlahan, tanpa Naomi sadar, ia sebenarnya telah melupakan masalahnya, tentang siapa pria yang ada di depannya itu, yang awal pertemuan mereka dipenuhi drama kekanak-kanakan Naomi yang kesal dan malu dihadapannya.

Seorang pelayan yang berbeda datang bersama pesanan Naomi dan Boas. Tidak lupa mengucapkan terima kasih, mereka berdua pun mulai melahap makanan dalam diam, lebih tepatnya Naomi yang merasa canggung dan Boas yang tidak tahu harus berbicara apa lagi.

“Besok, setelah kembali ke Indonesia, kamu enggak masalah ketemu sama keluarga saya?” tanya Boas bersuara ketika teringat akan ucapannya mamanya tadi pagi untuk tidak lupa membawa calon menantunya untuk berkenalan dengan keluarga besar Boas setelah setibanya di Jakarta.

Baru saja beberapa saat Naomi tentram bersama makanannya, namun ucapan Boas bagaikan serat daging yang tersangkut di sela-sela giginya, menyakitkan dan menyebalkan sekali.

“Terserah, deh, Om.” Naomi pasrah, toh, pada akhirnya mereka akan saling memperkenalkan diri kepada keluarga masing-masing.

“Jangan panggil saya om di depan mereka.” Peringat Boas yang dibalas anggukan pelan oleh Naomi.

“Om maunya gue panggil dengan sebutan apa?” tanya Naomi sejurus kemudian.

Boas berdecak. “Satu lagi, jangan Pake gue-lo kalau ngomong.”

“Iya, Om!”

“Ya, panggil aja sesuka kamu, asal jangan Om.”

Sugar Daddy, mau?” Tanpa rasa bersalah, Naomi mengangkat kedua keningnya.

Boas menarik napas panjang. “Ada enggak kata-kata normal selain panggilan kamu itu ke saya?”

“Om, ternyata om udah mirip stereotipe cewek yang suka jawabnya terserah.”

“Mas.”Cetus Boas setengah jengkel.

“Mas tukang baso?”

“Ya, Tuhan, Naomi?” Boas benar-benar kehabisan kata-kata.

“Btw, Om Mas? Anastasya enggak ikutan?” tanya Naomi. Sejak awal ia ingin bertanya, namun diurungkan karena tidak mau terkesan SKSD, sok kenal, sok deket.

Boas menelan sepotong daging ayam, lalu menjawab. “Lagi sama aunty-aunty-nya. Btw, Thanks sudah tanyain Anastasya.”

“Anastasya sukanya cokelat, dia suka make-up, entahlah pokoknya pas ngeliat orang dandan Anastasya happy banget.” Boas tersenyum lebar di akhir cerita.

“Umur Anastasya berapa, Om?”

“Besok lusa Anastasya 5 tahun. Makanya sebelum pulang, aunty-aunty-nya mau hang out sama keponakannya.”

Naomi mengangguk tanpa berkata-kata lagi. Dalam otaknya, ia mencatat baik-baik hari ulang tahun anak menggemaskan itu.

To be Continued

To be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A.n:

Hai teman-teman! Tolong tinggalkan vote, berupa bintang dsn komen juga ya. Biar aku tahu kalian ada di dunia ini. Percayalah, tindakan kalian untuk vote dan komen sangat membantu mood saya dalam menulis kisah ini.

Btw, mau memperjelas aja tentang profesi Boas, awalnya kan dokter spesialis anestesi, tapi udah aku ubah jadi spesialis bedah.

Teman-teman, kalau kalian menemukan hal mengganjal seperti penamaan yang salah, atau profesi yang kurang tepat, atau apapun itu yang memang salah, tolong dikasih tau ke aku, ya. Boleh kalian komentar aja secara lnline, tapi kalau mau chat juga boleh, di wall juga boleh. Terserah teman-teman aja.

Okai, segitu aja dari aku.

Terima kasih banyak teman-teman. 

—your rose🌹

Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang