🥚[17B] Terbawa Arus

417 31 2
                                    

Bab Tujuh Belas, Bagian B:Terbawa Arus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab Tujuh Belas, Bagian B:
Terbawa Arus

••••••

Sesuai dengan ucapan Boas, pagi-pagi sekali Naomi sudah bersiap-siap di depan rumah dengan kaos oblong berwarna putih kebesaran milik pria itu, juga celana training hitam. Rambutnya yang panjang diikat tinggi-tinggi bagaimana ekor kuda yang menjuntai hingga ke pundak.

Setelah mengitari kompleks, Naomi dan Boas memutuskan untuk berhenti di taman, yang mana terdapat tukang bubur yang mangkal di sana.

“Mau sarapan bubur ayam?” tawar Boas seraya meneguk air mineral yang dibawa dari rumah.

Naomi mengangguk. “Mau, kebetulan aku lagi lapar dan pengen banget sama bubur ayam dari kemarin.”

“Kamu ngidam?” Boas spontan menyeletuk.

Naomi melebarkan mata. “Huh?”

Seketika suasana di antara Boas dan Naomi berubah canggung. Boas merutuki mulutnya yang entah mengapa bisa berkata demikian kepada Naomi. Sedangkan, Perempuan itu menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Sebenarnya, apa yang diucapkan Boas adalah hal yang sangat wajar dikeluarkan oleh manusia, apalagi sepasang suami dan istri yang baru saja menikah. Namun, berbeda kasus dengan Naomi dan Boas yang bahkan sekarang baru saja memulai suatu pendekatan halus. Kan, tidak mungkin Naomi tiba-tiba hamil hanya karena mereka beberapa hari terakhir ini sering berciuman, tanpa dimasukkannyabsel sperma ke dalam lubang terselebung tempat hidupnya sel-sel telur. Seketika Boas meragukan semua ilmu kedokteran yang ia pelajari selama bertahun-tahun. Ini, sangatlah Gila!

Boas berdehem sebentar, menetralkan kecanggungan yang ada. “Maaf, saya enggak bermaksud ke arah situ, hanya ceplas-ceplos.”

Naomi pun memaksakan diri untuk tertawa lepas, walaupun hasilnya terdengar aneh. “Enggak papa, Kok, Mas.”

“Biar saya pesankan bubur ayam.” Boas buru-buru berdiri dari tempat duduk. “Kamu any request?”

“Pake sambalnya banyak, ya, Mas. Sama buburnya jangan kebanyakan, tapi mau banyak tahu bacem-nya, sana sate juga, telur utuh satu.” Naomi mengangguk mantap setelah itu. “Makasih, ya Mas!”

“Sama-sama.”

Dari posisinya duduk, Naomi memandangi Boas yang tingginya hampir melewati gerobak si penjual bubur ayam. Ah, siapa sangka, pria setampan Boas adalah suaminya.

••••

Malam ini, Naomi dan Odette tengah berada di dalam club malam. Sesuai rencana mereka, Naomi akan menemani Odette di club malam, tempat dimana sahabatnya itu bertemu dengan pria brengsek sialan itu.

Naomi menatap jam di ponselnya menunjukkan pukul setengah 12 malam. Menghela napas berat, entah seberapa lama lagi ia harus duduk di kursi ini, menunggu kehadiran sang pria brengsek itu.

“Naomi, enggak papa, kan? Lo udah minta izin kan sama suami, lo? Gue takut banget, ntar kena amuk Kak Boas.” Odette untuk kesekian kalinya memastikan bahwa Naomi benar-benar meminta izin sebelum datang ke tempat laknat ini.

Naomi mengangguk. “Iya, Odette. Tadi sebelum ke sini, aku udah chat Mas Boas. Udah, jangan panikan lagi. Fokus, kita harus cari si brengsek itu. Sialan. Pokoknya kalau hari ini dia enggak datang, besok kita ke sini lagi,” putus Naomi yang tidak mau dibantah.

Odette menghela napas, pasrah dan menang dirinya tidak tahu harus berbuat apa sekarang, otaknya benar-benar terkuras untuk memikirkan berbagai hal. Sementara itu, Naomi mengangkat satu jarinya, memberi tanda kepada Bartender yang sedang meracik minuman keras itu untuk berjalan ke arahnya.

“Pesan kayak dia, satu, ya.” Naomi berseru sambil menunjuk gelas Odette yang belum disentuh sama sekali.

Odette mengernyit heran. “Kenapa lo pesan?” Pasalnya, Naomi ini pengidap diabetes mellitus yang sama sekali tidak bisa ditoleransi dengan baik di tubuh Naomi, alias perempuan ini gampang teler.

Naomi berdecak jengkel. “Lo sih, enggak lihat mukanya si Bartender kek gimana pas ngelirik gue, berasa numpang wifi-an di cafe tapi enggak beli apa-apa.”

“Gue yang minum, ntar. Lo jangan.” Odette kemudian berbalik ke sisi lain. Seketika matanya melebar dengan mulut yang terbuka lebar.

GOT IT!

“ITU DIA NAOMI!!”

“Huh?”

“SI BRENGSEK! PAKAI BAJU HITAM!”

“MANA!?” Noami segera bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah yang Odette tunjuk.

Semakin dekat, semakin terlihat pula garis kerutan halus di dahi Naomi. Wajah kedua pria ini tidak asing di ingatan Naomi, mereka pernah bertemu.

“Serius yang ini?" Naomi menoleh ke arah Odette yang berdiri di belakangnya, memastikan lagi dengan tatapan tidak percaya.

“Eh? Naomi, kan? Istrinya Boas?” seru Pria yang berada di sebelah kiri si brengsek.

“Eh, iya, Kak ...,” Naomi tersenyum kaku. “Kak Daniel?”

Daniel seperti biasa, tersenyum lebar dan terlihat selalu ramah kepada siapa saja, terbukti, ketika ia berbalik ke arah lain, pria itu langsung menegur beberapa gadis di sana.

“Eh? Naomi, kok di sini? Sama siapa?” Kali ini, si pria brengsek yang ternyata adalah sahabat Boas, Natan, yang bertanya ke arahnya tanpa melihat siapa yang ada di belakang Naomi.

“Kita perlu bicara, Kak. Boleh minta waktu sebentar?” tanya Noami, masih berusaha sopan. Ia tidak tahu, jika dunia sangat sempit. Dari banyaknya pria, kenapa harus Natan?

“Boleh. Ayok.” Natan kemudian mengalihkan pandangannya ke belakang Naomi, seketika matanya melebar. Pria itu terkejut. “Ka ..., kamu?”

“Ikut sama kami, Mas. Biar dijelasin semuanya.”  Naomi kemudian menarik tangan Odette keluar dari kerumunan orang-orang.

“Tanggung jawab, Kak!” sentak Naomi. Perempuan itu segera menarik Odette ke depan. “Dia hamil anak kakak, udah satu bulan. Tanggung jawab.”

Huh?”

To be Continued

To be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang