🥐 [15C] Drama Rumah Tangga

582 47 3
                                    

A.n:
Yey, I'm finally update!
Don't forget to vote and Komen Bellow.

Bab Lima Belas, Bagian C:
Drama Rumah Tangga


••••

Naomi memekik tertahan seraya melingkari tangannya pada leher Boas ketika tubuhnya di angkat begitu saja oleh pria itu tanpa ekspresi apa-apa lalu berjalan kembali ke ranjang.

“Mas, aku bisa jalan juga tau!” Naomi berseru kesal, terlihat menggemaskan di mata Boas.

Pasalnya selain kesal karena tindakan Boas yang berdampak seperti sangat listrik bervolte lumayan tinggi di kulit hingga aliran darahnya, perempuan itu juga semakin tidak bisa mengontrol sebuah rasa yang tengah menggebu-gebu tanpa alasan jelas.

“Kamu berdiri aja udah segitunya sakit, apalagi jalan. Ini juga dekat kok, aman.” Boas membaringkan Naomi.

Naomi langsung membuang wajah ke arah lain, tak mau berlama-lama memandang Boas. “Ya tapikan masih bisa jalan, Mas.”

“Ssttt. Minum obat kamu.” Boas kemudian meletakkan sebuah tablet lainnya, obat golongan analgesik untuk meredakan rasa nyeri menstruasi. “Saya mandi dulu.”

Setelah itu, Boas memutuskan untuk membersihkan diri karena kegerahan.

••••

“Mas?”

”Hmm?” Boas yang belum tidur dan masih bersandar pada dinding tempat tidur bergumam tanpa melirik Naomi karena fokus dengan tablet di depannya.

“Muak enggak sih belajar terus?” tanya Naomi sambil memeluk bantal dengan erat. Selama ini, pria itu terlalu serius dengan tablet-nya yang jika dilihat Naomi, isinya sangat sulit dimengerti dan dicerna oleh otaknya yang pas-pasan. “Atau pernah pengen berhenti belajar gitu?”

“Kalau awal-awal kuliah, sih, iya. But now, i feeling okay. Mungkin udah terbiasa. Malah aneh kalau enggak baca.”

“Kamu enggak berminat lanjut?” tanya Boas, yang kini menatap lawan bicaranya.

Naomi menggeleng pelan. “Untuk sekarang belum dulu, Mas. Lagi mau fokus sama YouTube. Tapi memang ada niat lanjut. Malah pengen banget. Tapi karena aku tahu sulit buatku untuk membagi waktu, makanya fokus dulu ke karir. That's my priority.”

“Kalau iya, mau lanjut S2 dimana?” tanya Boas lagi, mencoba meneruskan percakapan.

“Dimana aja, sih. Asal enggak keluar Indonesia. Kasian Bunda sama Ayah sendiri. Enggak tega aku tinggalin jauh-jauh.”

“Hmmm. Wish you lucky.” Doa Boas tulus dan bersungguh-sungguh.

Thanks, Mas.”

“Btw Mas.” Naomi kembali bersuara. “Bagaimana rasanya menjadi dokter?”

As you see. Sebenarnya lebih banyak capeknya. Mental barus baja. Siap-siap dibentak sama dokter senior. Walaupun sakit tetap maksa buat jaga. Kuliah mahal, belajarnya juga harus terus-menerus, review terus biar enggak lupa. Itu juga alasan kenapa saya selalu baca jurnal, I'm not the genuine person. Semakin ke sini, awal-awal tahun dan keluar sebagai S.Kes tentu capek banget, apalagi harus memasuki masa koas, ujian lagi, intersip, dapat SIP, lanjut ambil spesialisasi jadi Resident selama 4 sampai 5 tahun lagi kalau mau lanjut sub spesialis, ya belajar lagi, buat tesis lagi. Semua penuh tekanan emang.”

I think, your parents must be happy to see you now. Keren.”

Thanks.”

“Enggak kayak aku, cuma gini-gini aja.” Naomi menghela napas panjang. “I wish someday I have my own house, and beberapa hal yang beberapa orang miliki seperti pekerjaan tetap. Aku pengen ngerasa kerja, beli rumah ya walaupun kenapa harga rumah mahal banget sekarang?” nada  Naomi melemah.

“Realistis dengan hidup kamu aja, Naomi. Dunia semakin penuh, over population, bonus demografi, jadi wajar kalau rumah makin mahal dan makin kecil. Jangan berharap punya halaman luas seperti kakek nenek kita dulu. Beli rumah juga makin sulit, tidak seperti kakek nenek dulu. Cukup satu orang kerja lalu nabung bisa beli hunian. Sekarang KPR itu wajar, bahkan umur 30 belum punya rumah juga wajar. Tidak apa-apa. Kamu hidup di jaman yang berbeda, jangan pakai standar generasi yang lalu.”

To be continued

Beauty and the Doctor (Senin & Rabu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang