👥01. 2017

30 2 0
                                    

Angin bertiup tak beraturan menciptakan udara dingin khas selepas hujan. Bulir air hujan yang masih menggantung di dedaunan, dan jalanan yang masih basah, berbau tanah.

Seorang laki-laki duduk di salah satu kursi pengunjung dan menatap ke satu titik. Kopi panas yang ada di depannya sudah berubah menjadi dingin karena tidak segera di minum.

Seorang laki-laki yang membawa nampan bekas makan dan minuman pengunjung lain pun mendengus pelan melihat kawan nya itu.

Setelah piring dan gelas kotor itu di tempatkan di tempatnya, laki-laki itu mendatangi sahabatnya yang sedari tadi merenung.

"Ga lagi sakit kan?" Tanyanya memecah keheningan.

"Engga." Ujar pria itu pelan. Suaranya yang baru saja keluar serak serak basah yang bisa di pastikan kalau sudah lama laki-laki itu tidak membuka mulut.

"Ren, lo ada masalah kan? Lo bisa ke rumah gue dulu. Bentar lagi tutup kok."

"Gue tungguin lo aja." Ujar pria bernama Reno itu.

"Hm, beneran? Lo kelihatan letih banget."

"Lo lanjut aja Ti, gue gpp nunggu sebentar lagi." Ujar Reno sambil mengacungkan jempolnya.

"Okelah. 30 menit lagi."

"Siap."

Kepergian kawannya --Tian-- membuat suasana kembali sunyi. Reno duduk di paling pojok kedai itu.

Ia sudah berada di kedai ini sejak pukul 19.00 tepat nya saat hujan turun dengan begitu derasnya. Dan hingga kini, pukul 22.30 Reno belum juga menyeruput kopinya.

Ia mengangkat cangkir putih dan meminum air hitam tersebut. Ia mengerutkan dahinya merasakan kopi yang seharusnya di sajikan panas telah menjadi dingin.

Tian memperhatikan Reno dari jauh. Jarang Reno datang menemuinya di tempat kerjanya. Biasanya jika sudah begini, Reno sedang menghadapi masalah yang cukup berat.

Tian semakin yakin karena raut wajah sahabatnya yang di tekuk itu. Di tambah lagi, Reno adalah orang yang ceria, cerewet, jail, dan penuh candaan. Namun Reno juga memiliki sisi lain yang secara alami membuatnya diam.

Tian melayani pelanggan terakhir, dan dengan bantuan staf yang lain lalu merapikan kedai itu. Setelah semuanya beres ia menghampiri kawannya, tanpa basa basi mereka langsung masuk ke mobil Reno.

"Ada masalah apa?" Tanya Tian to the poin saat Reno sedang menyetir.

Reno sedikit menelan kan laju mobilnya dan mulai angkat suara. "masih sama. Maaf banget Ti gue harus ngerepotin hidup lo terus."

"Ga masalah buat gue." Ujar Tian sambil melirik kebelakang, baju-baju Reno bertumpuk acak-acakan. Sepertinya ia tadi mengambil asal pakaiannya dan langsung memasukkan kedalam mobil.

"Bisa kan malam ini, atau dua hari ini gue nginep di rumah lo?"

"Iya bisa. Kalau boleh tau ayah lo yang brengsek itu ngapain lagi?" Tian bersiap mendengar cerita Reno.

Tatapan Reno sendu namun tajam. Seakan dia sudah ingin menyerah namun dendam masih menyelimutinya.

"Gue bener bener ga habis pikir sama dia. Setelah kehilangan mama bukannya tobat malah kesetanan." Reno meremas stir mobilnya, "dia menjual kakak ke penagih utang."

Mendengar ucapan Reno membuat Tian langsung melotot. Ia bingung harus menanggapinya bagaimana. Hubungan Tian dengan kakak nya Reno sangat dekat. Bahkan ia juga di anggap adiknya sendiri.

Rani, wanita berumur 21 tahun adalah kakak kandung Reno. Ia adalah seorang yang periang dan cantik. Rani wanita yang independen. Segala sesuatu di putuskan nya secara bijaksana.

Di saat usianya yang masih 18 tahun ia kehilangan ibu karena maut menjemput. Sehingga ia harus menjadi sosok pengganti ibunya untuk adik nya.

Reno sangat mengagumi kakaknya. Ia juga sangat menghormati Rani. "Baru tadi gue lihat kak Rani sangat kacau." Lirih Reno.

"Kalau lo nginep di rumah gue, kak Rani?"

"Dia tadi bersikeras mau ke rumah temannya. Gue ga bisa ngelarang karena jujur, mungkin dia butuh wadah cerita, seorang perempuan yang bisa sama-sama mengerti perasaan dia."

"Tian, gue mau minta tolong sama lo,"

"Apa?"

"Tolong bantu gue bunuh ayah." Frustasi Reno.

****

don't forget to follow n vote🖤

RENO | SADARMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang