👥38. Teror

2 1 0
                                    

Bagas pulang ke rumah dengan lesunya. Ia melepas baju lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Di bawah shower yang mengalir Bagas diam seakan ada beban berat yang ada di dalam pikiran nya. Ia segera menghilangkan pikiran-pikiran buruk itu dan lanjut mandi hingga rileks.

Bagas keluar dari kamar mandi yang hanya memakai handuk di bagian bawah.

Pyarrr!!

Sontak Bagas kaget kala pecahan itu mengenai tubuhnya. Dengan cepat ia melihat dari jendela. Mobil dinas melaju dengan kecepatan tinggi.

****
Tengah malam Kevin dan Rafli baru saja pulang dari rumah Putra. Mereka jadi sering datang ke rumah Putra setelah kepergian Gery. Mereka selalu menemani Putra dan tidak membiarkannya sendiri.

Putra dan Gery adalah saudara kandung. Kedua orang tua mereka berpisah saat Putra berumur 12 tahun. Keduanya tidak ikut salah satu dari mereka karena kedua orang tua itu sama-sama tak mau ambil hak asuh.

Gery sebagai kakak tertua tidak mengemis meminta di asuh pada salah satu dari mereka. Gery membawa Putra pergi dari rumah dan hidup berdua dengannya. Gery kerja serabutan sepulang sekolah hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Mau ke tongkrongan dulu atau langsung pulang?" Tanya Kevin yang memboncengkan Rafli.

"Pulang aja. Di tongkrongan pasti juga sepi jam segini."

Kevin mengangguk langsung melajukan motornya di jalanan yang sepi.

Di pertigaan motor Kevin tiba-tiba terpental karena bertabrakan dengan mobil sedan hitam. Mobil hitam itu menghantam bagian belakang motor Kevin. Tubuh keduanya melayang ke udara dan jatuh tergesek di aspal yang dingin.

Helm Kevin terlepas dari kepalanya karena ia memiliki kebiasaan tidak mengkaitkan tali pengikat. Saat terpentok aspal, kepala Kevin langsung mengucurkan darah segar dan seketika pingsan.

Hal serupa terjadi dengan Rafli. Namun Rafli tak langsung pingsan. Dirinya samar samar melihat mobil yang menabraknya.

"Agh, sialan."

Rafli menghubungi pihak kepolisian. Ia menguatkan dirinya menjaga Kevin hingga polisi dan ambulance datang.

****
Arlan memasuki pekarangan rumah bersamaan dengan Arkan.

"Baru pulang lo?" Tanya Arlan pada adiknya.

"Ye." Sinis Arkan.

"Diantar siapa?"

"Max tadi."

"Arkan, kalau semisal,-"

PYARRRR!!

Suara pecahan yang keras itu sanggup membuat mereka terkejut. Arkan dan Arlan langsung melihat ke arah sekitar rumah.

"Siapa yang melempar batu?!" Seru Arkan.

Beberapa orang berpakaian serba hitam turun dari mobil. Wajah mereka tertutup masker dan kacamata. Orang-orang itu datang menghampiri Arkan dan Arlan. Mereka masing-masing membawa sebilah kayu yang membuat Arlan dan Arkan siaga.

"SKARTA kan?" Tuduh Arlan.

"Gile aja lu anak SKARTA tubuhnya ga sebesar itu. SADARMA ya?" Mereka malah saling menuduh.

"Kalau iya mereka ga mungkin nyerang gue." Arlan melihat Arkan yang tangannya masih di gips. "Lu masuk, biar gue yang ladeni mereka."

"Ga bisa."

Dalam sekejap mereka semua langsung datang menyerang Arkan dan Arlan. Keduanya hanya sempat menghindar dan terkena serangan di beberapa celah. Kekuatan orang-orang ini bukan kekuatan orang yang biasanya modal keroyokan.

Mereka memiliki kekuatan yang besar. Tubuh besar mereka mungkin juga hasil dari latihan yang mereka lakukan.

Perbedaan kekuatan yang kontras membuat mereka berdua jatuh terkapar. Mereka berdua sempat mendapat pukulan bertubi-tubi namun tak sampai parah.

Setelah Arlan dan Arkan tak sanggup lagi melawan, mereka semua pergi tanpa mengucap apapun. Hal itu sanggup membuat Arlan dan Arkan penasaran mengapa mereka hanya menjatuhkan keduanya, seakan tak serius berkelahi. Dan seperti hanya memberi peringatan.

"Shhh apa mau mereka?!" Lirih Arkan menahan sakit di tangan nya.

"Gue rasa kelas mereka beda. Badan mereka kayak tentara namun pasti bukan tentara."

"Apa mereka mafia?" Arkan memandang Arlan.

"Kenapa kita berurusan dengan mafia?"

Benar juga, batin Arkan. Mereka tidak memiliki masalah dengan mafia. Untuk apa mereka membuang waktu menindas 2 saudara kandung itu.

****
Reno dan Siera masih asik mengobrol di cafe yang buka 24 jam. Mereka banyak sharing tentang segala hal.

Tak terasa jam sudah lewat setengah satu pagi. Siera yang kaget pun langsung mengajak Reno pulang. Dengan senang hati Reno mengantarkan Siera pulang.

Di jalan pun mereka masih asik mengobrol. Instrumen mereka sangat cocok, sangat indah jika di lihat bersama, mereka berdua sangat cocok seperti best couple.

Reno mengantarkan Siera sampai depan rumah. Sebelum Siera sempat meninggalkan Reno, Reno lebih dulu menahan Siera dan memberikan satu amplop putih. Ia mengatakan pada Siera untuk membukanya setelah Reno pergi.

***

don't forget to follow n vote🖤

RENO | SADARMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang