Chapter 13 : The Cube

187 26 3
                                    

Zino menghela napasnya berat. Dia langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur milik Marvel, karena miliknya ada diatas. Pelatihan kekuatan untuk malam ini sangatlah melelahkan. Kalau tidak mengingat misinya disini, mungkin dia sudah membolos barusan.

" Hei, kau mandi dulu baru tiduran di kasurku," tegur Marvel.

Zino bangkit sembari mencibir, lalu mengambil pakaian gantinya dan segera masuk kamar mandi. Tiap kamar hanya disediakan satu kamar mandi, jadi mereka harus mandi bergantian. Atau kalau malas menunggu, mereka harus ke gedung utama dan menggunakan toilet disana yang juga disediakan shower.

Selama mandi, di kamarnya sangatlah hening. Sean yang sibuk dengan bukunya, Marvel yang sibuk dengan ponselnya, juga Dylan yang sibuk mengutak-atik benda yang dia temui di kamar itu.

" Uhm, Kak Sean, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Dylan ragu, sejujurnya dia takut pada Sean. Ditambah Marvel baru saja keluar, membuat suasana semakin hening di kamar yang hanya ada mereka saja.

Sean menoleh dan langsung menganggukkan kepalanya. Sebenarnya, Sean bukanlah sosok yang menyeramkan. Namun karena wajah dan sikapnya yang terkesan dingin, orang-orang jadi ragu untuk mengajaknya bicara.

" Ini..... Apa ini punya Kakak? Karena disini ada tulisan Miller," tanyanya sembari menunjukkan sebuah kubus kaca berwarna biru muda.

Sean mendekati Dylan dan mengambil kubus itu. Dia memperhatikannya secara detail dan benar saja, nama keluarganya ada disitu. Namun jika diperhatikan lagi, tiap sisi kubus memperlihatkan nama-nama yang berbeda.

' Miller, Rodriguez, Mayer, Martinez, Nicolov, Fernandez. Apa maksudnya ini?' batinnya.

" Punya Kak Sean ya?" tanya Dylan.

" Bukan. Kau menemukannya dimana?" tanya Sean.

" Di dekat kasur Kak Marvel. Tadi benda ini bercahaya, tapi sekarang sudah mati" ucap Dylan.

Bertepatan dengan itu, Zino keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah. Dia menatap dua orang itu yang terlibat percakapan serius.

" Zino, ini milikmu?" tanya Sean.

Zino mendekat dan memperhatikan kubus itu. Jika diperhatikan, bentuknya mirip liontinnya tapi versi lebih besar. Kemudian, dia pun sadar kalau ada tulisan yang terukir disitu.

" Loh? Ini bukan milikmu? Ada marga Millernya disini," tanya balik Zino.

Sean menatapnya heran. Kenapa Zino dan Dylan hanya melihat marga miliknya, sementara lima marga lainnya tidak mereka sebut? Padahal salah satunya adalah marga Dylan.

" Bukan. Kenapa hanya karena ada marga Miller disini, barang ini jadi milikku?" tanyanya heran.

" Disini kan hanya kau yang memiliki marga Miller. Lagipula, sepertinya benda ini mahal," sahut Zino.

Ketiganya sama-sama diam dan memperhatikan kubus itu dalam keadaan hening. Keheningan itu pecah kala pintu kamar dibuka oleh Marvel. Mereka bertiga sama-sama terkejut karena terlalu fokus pada kubus itu.

" Kak, ini punyamu bukan?" tanya Dylan.

" Oh? Apa itu? Aku tidak pernah melihat benda seperti itu" tanyanya, ikut mendekat.

" Apa kita harus memberikannya pada guru saja?" tanya Dylan.

Sebenarnya, Zino tidak ingin ada yang tahu soal kubus ini selain mereka. Entah mengapa, firasatnya mengatakan kalau benda ini adalah sesuatu yang akan membantu misinya.

" Kurasa-"

" Jangan. Jangan sampai ada yang tahu. Cukup kita saja yang tahu soal ini," ucap Sean.

" Loh? Kenapa?" tanya Marvel.

The FighterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang