Chapter 33 : The Party

172 20 7
                                    

Zino bisa melihat jika hanya dirinya dan Joshua yang merupakan rakyat biasa. Sisanya seperti dari kalangan atas, jika dilihat dari pakaian yang mereka pakai. Berbeda dengannya dan Joshua yang bermodalkan pinjaman.

" Putri sulung keluarga Rovergart belum keluar ya?" tanya Zino pada Sean.

" Belum. Acaranya baru akan dimulai 15 menit lagi," ucap Sean sembari menyesap minumannya.

Zino menatap sekitarnya, memindai sekitar untuk mencari apakah ada bahaya di sekitarnya. Sejak semalam, dia sudah merasakan firasat buruk yang membuatnya mau tidak mau memaksa untuk tetap ikut ke pesta ini.

" Sudahlah, lupakan firasat burukmu. Belum ada yang terjadi sejauh ini," bisik Joshua.

Zino hanya mengangguk asal saja. Dia akan tetap memasang kewaspadaan terhadap sekitarnya, karena entah mengapa dia merasa jika dia akan terlibat di dalamnya.

Acara kemudian dimulai. Dari sebuah pintu, keluarlah sosok Putri Sulung keluarga Rovergart dengan gaun biru muda panjang. Tatapan kagum langsung tertuju pada gadis bernama Marsha Rovergart itu.

" Itu Putri sulungnya?" bisik Zino pada Joshua yang dibalas anggukan oleh temannya itu.

Zino mengangguk dan memperhatikan Marsha yang naik keatas panggung dengan senyum manis. Di kiri dan kanannya, ada kedua orang tua Marsha yang tersenyum senang karena ulang tahun anaknya dihadiri banyak orang.

" Baiklah, sebelumnya mari kita dengarkan kata sambutan dari Wilson Rovergart terlebih dahulu," ucap sang pembawa acara.

Zino yang memang tidak biasa berada di acara seperti ini, hanya bisa menahan dirinya untuk tidak menguap. Beberapa kali dia mengerjapkan matanya agar tidak mengantuk.

" Kau lelah?" tanya Sean yang beberapa kali melirik Zino.

" Tidak, aku hanya mengantuk. Aku tidak terbiasa dengan acara seperti ini," ucap Zino.

Sean mengangguk saja, lalu kembali fokus pada kata sambutan. Kalau Zino boleh bilang, Sean ini termasuk remaja membosankan yang terbiasa dengan hal-hal seperti mendengarkan pidato dan semacamnya.

Setelah sambutan-sambutan, acara pun dilanjutkan dengan pemotongan kue, lalu sepatah dua patah kata dari sang putri dan dari orang tuanya. Dan sejujurnya, Zino benar-benar tidak bisa menahan kantuknya lagi.

" Sean, aku ingin ke toilet dulu. Dimana ya toiletnya?" tanya Zino pada Sean.

" Aku temani saja, nanti kau bisa menyasar," ucap Sean yang dibalas anggukan oleh Zino.

Keduanya melangkah menjauhi kerumunan, menuju sebuah lorong yang mengarah pada toilet. Beberapa kali mereka berpapasan dengan beberapa bodyguard keluarga Rovergart yang tampak tidak tenang entah karena alasan apa.

Keduanya masuk ke toilet, sama-sama membasuh wajah mereka. Ternyata Sean juga sama mengantuknya dengan Zino, namun dia masih bisa menahannya.

" Kupikir kau biasa dengan acara seperti ini," celetuk Zino.

" Ya, kau benar. Tapi merasa mengantuk adalah hal yang wajar kurasa. Aku selalu seperti ini tiap ada acara yang membosankan," sahut Sean.

Keduanya sudah hendak keluar dari toilet, saat mendengar suara dari luar toilet. Mereka hanya diam, berharap keberadaan mereka tidak diketahui oleh orang di luar yang tengah mengancam para bodyguard.

Tidak lama, mereka mendengar suara teriakan tertahan yang sepertinya berasal dari bodyguard diluar sana. Lalu, semuanya hening. Mereka mendengar langkah kaki menjauh, berharap yang menjauh adalah sang penyusup.

' Tunggu sebentar lagi, baru kita keluar'

Zino hanya mengangguk pelan kala Sean mengatakannya tanpa suara. Mereka sama-sama diam, bahkan bernapas pun mereka usahakan pelan. Mereka berharap keadaan di luar baik-baik saja.

The FighterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang