" Joshua, maaf kami tidak tahu kalau kau menghadapi hal seperti itu. Kami dulu asal menuduhmu yang cuek dan tidak peduli pada kami," ucap Stefan menyesal.
Joshua mengibaskan tangannya," itu tidak penting. Aku berbagi untuk memudahkan dalam mencari Zino," ucapnya.
" Oke, jadi? Ada hal lain yang ingin kalian bagikan?" tanya Zidan.
Merasa kalau mereka memang sudah menjadi satu tim, Malvin mengangkat tangannya. Sepertinya dia juga harus berbagi apa yang dia ketahui mengenai Zino.
" Katakan saja, Malvin," ucap Marvel.
" Aku baru tahu ini sekitar sebulan lalu? Entahlah, aku lupa. Yang pasti, ternyata dulu Ibuku berteman dengan Ibunya Zino. Namanya Zee kan? Ibuku mengenalnya," ucap Malvin.
Joshua refleks menegakkan tubuhnya begitu mendengar ucapan Malvin," Ibumu? Berarti Ibumu mengenal Ibuku juga?" tanyanya.
Malvin mengernyitkan dahinya," oh? Aku tidak bertanya sih. Aku dulu sering merasa tidak asing saat melihat Zino, jadi aku bertanya pada Ibuku apakah dia mengenalinya. Aku tidak tahu soal Ibumu," ucapnya.
Joshua mendesah lelah," Ibuku mengenal Bibi Zee sejak zaman sekolah. Kalau Ibumu mengenal Bibi Zee, pasti dia mengenal Ibuku juga," ucapnya.
Vincent mengusap tengkuknya," semuanya jadi berhubungan begini ya," celetuknya.
" Oke, oke, keluar topik lagi. Jadi? Ibumu mengenal Ibunya Zino kan? Ada informasi lainnya?" tanya Zidan.
Malvin mengangguk," katanya dulu mereka berlima bersahabat. Mungkin saja salah satunya itu Ibunya Joshua juga," ucapnya.
" Namanya. Kau tau nama-"
Pertanyaan Marvel terhenti kala pintu kamar mereka terbuka selepas ada ribut-ribut diluar. Disana, ada William yang berdiri dengan dua orang siswa yang menjadi bagian dari PEMA.
" William!"
Sean segera mendekati temannya itu dan memeriksa tubuh temannya yang baru saja sadar itu. Dia menghela napas lega kala luka-luka yang barusan dia lihat sudah mulai pulih.
" Kenapa kesini? Istirahat saja di Ruang Kesehatan," tanya Vincent yang ikutan khawatir.
" Kalian kenapa berkumpul disini? Mana Zino? Aku harus bertemu dengannya," tanyanya sembari mengedarkan pandangannya ke seisi kamar.
" Zino..... Tunggu, buat apa kau mencarinya?" tanya Vincent.
" Orang itu. Orang yang menyerangku, dia mengincar Zino. Ada janji dari keluarga kita yang-" ucapan William langsung dipotong oleh Zidan.
" Ayo masuk dulu. Kurasa kau bisa ikut berdiskusi bersama kami," ucapnya.
William segera masuk dan duduk di salah satu kasur disana. Kemudian, Sean menjelaskan sedikit mengenai keadaan saat ini.
" Ah, Zino pergi sendiri karena tidak mau merepotkan orang lain ya?" ujar William.
Marvel menepuk tangannya sekali," oke, saat ini kita sudah satu tujuan kan? Entah kalian dari keluarga yang memang menyebabkan kematian Ibunya Zino ataupun tidak, kita disini sama-sama ingin menghancurkan perjanjian itu dan mengalahkan para keluarga besar yang sudah membuat para pengguna Omniscient sengsara," ucapnya.
" Sekarang, ayo pikirkan kira-kira kemana Zino pergi?" ucap Zidan.
Mereka kembali diam, sama-sama buntu tentang kemana kira-kira Zino pergi. Satu-satunya yang ada di pikiran mereka adalah kemungkinan Zino pergi menemui para keluarga besar.
" Tunggu, kalian tidak menghentikannya?" tanya William.
" Kak Zino berteleportasi, Kak. Aku yang didekatnya saja tidak mungkin bisa menghentikannya," ucap Dylan dengan sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fighter
FanfictionNegara Fortissi, negara baru yang terbentuk setelah meteor superpower menghantam bumi. Negara damai yang banyak dijadikan tempat wisata bagi turis asing. Namun, siapa yang sangka jika dibalik keindahan dan kedamaian di negara itu, tersimpan sebuah r...