Zino benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Bahkan dia sampai ternganga tanpa menghiraukan Joshua yang terus memanggilnya.
' Kenapa bisa sama dengan mimpiku? Bahkan bangunan ini masih sama persis' batinnya.
" Zino! Kau kenapa sih? Ayo kita memberi salam pada pemilik tempat," ucap Joshua.
Zino tersentak lalu segera mengikuti langkah Malvin yang memimpin di depan. Mereka memasuki rumah besar yang Zino lihat di mimpinya, lalu segera duduk di tikar yang sudah digelar di tengah ruangan. Sepertinya mereka lebih suka duduk di lantai, dibandingkan menyediakan sofa di ruang tamu.
" Selamat datang di Halachite, tempat dimana tumbuhan jenis apapun tumbuh. Tuan-tuan sekalian bisa duduk sebentar, Saya akan segera memanggil Tuan Pedro dan Nyonya Ryvia," ucap salah satu pelayan di rumah itu.
Sepeninggal pelayan tersebut, mereka mulai rileks dan memulai obrolan kecil mengenai Halachite. Malvin banyak ditanyai perihal tempat ini dan segala yang ada di Halachite.
Disaat yang lainnya mengobrol, Zino justru celingukan dan memperhatikan tiap figura yang terpasang di dinding dan yang dipajang di beberapa meja. Dia mencoba mencari tahu apakah ada wajah yang familiar di matanya.
" Kau kenapa sih? Sejak tiba di Halachite kau aneh," tanya Joshua heran.
" Nanti kuceritakan. Kau ikut mengobrol dengan yang lain saja dulu," sahut Zino, mengabaikan rasa penasaran Joshua.
Joshua menghela napas, membiarkan Zino melakukan apa yang ingin dia lakukan. Lebih baik dia dengarkan obrolan dari anak-anak 10 keluarga besar. Siapa tahu ada info penting yang bisa dia dapatkan.
" Joshua, dengar-dengar Zino jadi saudara angkatmu ya?"
Joshua menatap laki-laki di sebelahnya dengan tatapan tajam, namun tak urung dia mengiyakan. Dia bukannya apa, hanya saja dia tidak pernah suka jika ada yang membahas soal hubungannya dengan Zino. Dia tidak suka saat ada yang memandang Zino dengan tatapan kasihan karena kedua orang tuanya sudah tidak ada.
" Maaf, Stefan tidak bermaksud menyinggungmu. Dia hanya bertanya karena takut salah dengar gosip yang beredar," ucap Vincent, mencoba meluruskan pertanyaan Stefan.
" Iya, aku tidak bermaksud menyinggung sama sekali. Hanya penasaran saja," ucap Stefan takut-takut.
Stefan sebenarnya hanya ingin mencoba dekat dengan teman setimnya. Selama ini dia hanya dekat dengan keluarganya. Selain mereka, dia dekat dengan Vincent dan Marcello. Selebihnya, hanya teman biasa. Dia hanya ingin akrab dengan teman setimnya agar kerja sama mereka bisa meningkat.
" Tidak masalah, hanya saja kau menanyakannya padahal kau sudah tahu faktanya," ucap Joshua, tajam.
Mereka yang sedang mengobrol, langsung terdiam saat melihat tatapan tidak suka Joshua. Marvel sebagai ketua tim jadi bingung harus bagaimana, karena dia tidak dekat dengan keduanya.
" K-Kak Joshua, Kak Stefan, sudah ya jangan dilanjutkan. Ini hanya salah paham saja, tidak ada yang bermaksud saling menyakiti kok," ucap Dylan, takut.
Mereka pun kembali diam dan Dylan pun kembali membangun obrolan lain, supaya tidak canggung dengan yang lainnya. Walaupun diam-diam, mereka melirik Joshua yang sibuk memainkan ponselnya.
" Ya ampun, lihat siapa yang datang,"
Beruntungnya, sang pemilik rumah tiba dikala suasana canggung itu. Jadilah mereka segera berdiri dan menyapa Ryvia, wanita yang menjadi pemilik rumah besar yang mereka datangi.
Dan Zino sangat terkejut saat melihat wanita itu ada di depannya. Wanita yang sama seperti di dalam mimpinya. Hanya saja kerutan di wajahnya menandakan kalau di mimpinya, wanita itu masih muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fighter
FanfictionNegara Fortissi, negara baru yang terbentuk setelah meteor superpower menghantam bumi. Negara damai yang banyak dijadikan tempat wisata bagi turis asing. Namun, siapa yang sangka jika dibalik keindahan dan kedamaian di negara itu, tersimpan sebuah r...