Prolog

1.4K 49 3
                                    

Brakk.

Sang pemilik kamar membanting pintu kamarnya dengan kencang, membuat tiga orang laki-laki di dalam kamar itu terkejut dan menatap sang pemilik kamar.

" Santai, kenapa nih?" tanya laki-laki dengan wajah yang mirip aktor luar negeri, Vincent.

" Sialan! Ayah memaksaku bertemu dengan anak dari temannya. Padahal tadi pagi dia bilang ini urusan masuk Fortisse Academy" ujar Sean, laki-laki yang merupakan pemilik kamar ini.

" Jadi? Kalian tidak membahas soal akademi sama sekali?" tanya Erland, salah satu sepupu Sean.

" Tidak sama sekali. Benar-benar menyebalkan, bagaimana bisa dia justru bilang ingin aku dekat dengan si Nancy?" ujar Sean kesal.

Perlu kalian ketahui, Sean adalah tipe yang akan mengungkapkan emosinya bila sudah di depan orang-orang yang dekat dengannya. Dan di dalam kamarnya, hanya ada tiga sepupunya yang merupakan keluarga Miller.

Keluarga Miller adalah keluarga terkuat kedua setelah Rodriguez. Di negara Fortissi yang mayoritas penduduknya memiliki kekuatan, keluarga Miller termasuk dalam jajaran 10 keluarga terkuat. Makanya banyak yang berlomba untuk mendapatkan pasangan dari keluarga ini.

Apalagi Sean, sang anak tertua dari pasangan Robert dan Cleo. Sean sudah menjadi incaran sejuta umat, mengingat banyak sekali kelebihan yang dimiliki laki-laki itu.

" Sean, duduk dulu. Ini, minum dulu," Smith, sepupunya itu memberikan minuman dingin guna menyegarkan tubuhnya.

" Terima kasih, Smith"

Sean duduk di kursi meja belajarnya, meneguk minumannya perlahan. Dia berusaha mengusir amarah yang masih ada di dirinya.

" Paman Robert hanya ingin yang terbaik buatmu, mungkin?" ujar Erland.

" Yang terbaik apanya?! Aku kan bisa memilih sendiri. Lagipula, memangnya nanti anakku sudah pasti sukses jika aku bersama Nancy?" sahut Sean kesal.

Baik Erland, Vincent, maupun Smith sama-sama diam karena Sean sedang sangat marah. Padahal ini minggu sibuk mereka mempersiapkan diri untuk ikut ujian masuk Fortisse Academy.

" Sudahlah, lebih baik kita bermain saja. Aku baru beli game terbaru" ajak Vincent.

Sean menghela napasnya. Dia mengambil posisi di sebelah Vincent dan mulai mengambil konsol game. Lebih baik menenangkan dirinya kan?

" Untuk kali ini, aku ikuti saranmu"

***

" Zino, apa yang kau lakukan?"

Zino, laki-laki berkulit putih itu menoleh dan mendapati temannya, Joshua, tengah menatapnya aneh. Namun tak urung, langkah temannya itu mendekatinya.

" Kau tidak lihat? Aku sedang memindahkan pot ini" sahut Zino.

" Iya aku tahu, maksudku kenapa kau melakukannya? Pot itu kan sudah disana sejak awal" tanya Joshua lagi.

" Aku hanya tidak suka melihatnya tidak teratur" sahut Zino santai.

Joshua menghela napasnya. Kemudian, dia mendekati temannya itu lalu mengangkat pot yang tadi ingin dipindahkan. Dia memindahkannya sesuai keinginan Zino.

" Nah, begini kan bagus. Terima kasih, Joshua" ucap Zino.

" Sama-sama. Ayo masuk, udara dingin di luar tidak bagus untukmu. Lagipula, ada yang ingin kubicarakan denganmu" ajak Joshua.

" Apa?"

" Soal Fortisse Academy. Kau yakin akan masuk kesana? Kita bisa ke akademi lain yang-"

" Joshua, aku sudah memutuskan. Aku akan masuk akademi itu untuk belajar sekaligus mencari tahu," Zino langsung memotong ucapan Joshua.

The FighterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang