Rindu pernah membaca kutipan dari salah satu video Instagram yang kebetulan lewat di beranda. Tataplah langit sebagai langit, jangan pernah berusaha keras untuk memilikinya. Jika kamu sadar tidak bisa menggapainya, maka tidak perlu memandangnya lagi. Menjauhlah.
Tidak ada kebetulan di dunia ini. Rindu selalu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta—termasuk ketika ponsel Kiara tertinggal di perpustakaan—terjadi karena takdir. Rindu juga percaya bahwa kutipan itu muncul dalam algoritma Instagram miliknya karena Tuhan ingin Rindu segera sadar diri. Sampai kapan pun, dia tidak akan pernah bisa mencapai langit menawan yang selalu ia tatap dari kejauhan. Mungkin saja—sekadar mungkin—sudah waktunya juga untuk Rindu melanjutkan langkah, tidak lagi termangu dan terpesona pada langit yang selalu ia rindukan.
Gadis 20 tahun itu menunduk. Selain menyebabkan tengkuk sakit, terus menerus menatap langit juga bisa membuat hatinya perih. Apalagi sang langit tidak sendirian, melainkan bersama seseorang yang sangat sepadan dengannya, indah. Perhatian Rindu teralihkan ketika mendengar derap langkah yang kian dekat padanya.
“Untung aja ... yang duduk di bekas meja kita, tuh ... orang jujur. Dia langsung ngasih ... begitu gue tanya liat HP pink atau enggak di sana,” ujar Kiara begitu sampai di samping Rindu. Ia tidak memedulikan napasnya yang masih terengah, antusias untuk bercerita apa yang terjadi di perpustakaan beberapa saat yang lalu.
“Bagus, deh, kalau begitu,” balas Rindu, sangat seadanya. “Udah, kan? Yuk, ke kelas sekarang.”
“Yuk!” Dengan penuh semangat, Kiara melingkarkan tangannya di lengan Rindu. Namun, baru saja ia hendak melangkah, kakinya mendadak kaku begitu melihat pemandangan di seberang koridor. “Eh, itu Kak Angkasa!”
“Pelan-pelan, Ra!” geram Rindu dengan rahang yang mengetat keras.
Kiara langsung menutup mulutnya. Dia malah cengengesan, dan berkata, “Pantesan aja betah nungguin aku di sini, ternyata sambil lihatin Kak Angkasa?”
“Enggak!” ketus Rindu seraya menepis tangan Kiara dengan kasar. “Gue gak ada—”
“Aku lebih percaya multiverse itu ada dibandingkan ... ‘gue gak ada perasaan apa-apa sama Kak Angkasa’ dari mulut kamu, Rin.“ Dengan tatapan nakal, Kiara menyikut lengan sahabatnya pelan. “Suka sama pacar orang, tuh, gak dosa, kok. Belum jadi suami ini, kan?”
“Gak udah mikir aneh-aneh, deh, Ra. Gak enak kalau sampai kedengeran sama Kak Bella. Ayo, kita ke kelas. Buruan!” dengkus Rindu seraya menyeret Kiara menjauh dari sana.
Seakan tidak puas, Kiara justru terkekeh mendengar gerutuan sahabatnya. “Gimana aku gak mikir aneh-aneh? Tingkah kamu aja selalu mencurigakan begini kalau kita udah bahas Kak Angkasa.”
Tidak ada jawaban apa-apa lagi yang terlontar dari bibir Rindu. Ia hanya fokus menggiring sahabatnya menuju kelas Bisnis Internasional. Kurang dari 5 menit lagi, kelas Pak Susanto itu akan dimulai, bisa-bisanya Kiara masih memiliki minat untuk menggoda Rindu.
Entah apa yang mendasari persahabatan Rindu dan Kiara yang terjalin selama 3 semester ini. Karakter keduanya sangat bertolak belakang. Rindu cenderung tidak banyak bicara, ketus, dan tidak bisa diajak bercanda. Sedangkan Kiara sangat talk active, periang, dan selalu berusaha mendekati seseorang melalui sebuah candaan. Tak jarang, pertanyaan serupa ... “Kok, lo berdua bisa jadi sahabat, sih?” sering diterima Rindu dan Kiara.
Mungkin karena Kiara yang betah dengan ketusnya Rindu, ya? Atau ... bisa jadi karena Rindu yang tidak pernah berkomentar bahwa segala celotehan Kiara itu tidak jelas. Tidak peduli sekontras apa perbedaan di antara keduanya, Rindu dan Kiara seperti memiliki kesabaran tinggi untuk menghadapi sifat satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Only [Tamat]
RomanceMengagumi diam-diam akan terasa lebih sulit ketika sosoknya ada dalam jangkauan. Itulah yang Rindu rasakan. Angkasa berada di dekatnya, tetapi tidak bisa digapai. Selain karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan, masa lalu juga menggerogoti hati...