14. Haruskah Melepaskan?

2.1K 210 96
                                    

"Wow!"

Sontak saja Rindu mengikuti arah pandang Kiara. Tanpa bisa ditahan, ia penasaran dengan sesuatu yang membuat wajah sahabatnya itu cengo. Baru sedetik melirik, Rindu sudah menyesal. Seharusnya dia sudah menduga bahwa laki-laki tampan yang bisa membuat mata Kiara berbinar.

"Aku baru tahu, lho, kalau Kak Angkasa sama Kak Juanda duduk satu meja begitu bisa menggoda. Aura mereka menyinari seisi kampus, ngalahin sinar matahari," ucap Kiara. Dia masih menatap meja di tengah-tengah area kantin, di mana Angkasa dan Juanda berada.

Rindu geleng kepala mendengar penuturan Kiara. "Lo kira kepala mereka lampu taman, sampai menyinari seisi kampus segala?"

Gadis itu mendelik, menatap Rindu tak suka. "Kamu, tuh, bisa bersikap romantis sedikit, gak, sih? Seenaknya bilang kepala mereka lampu taman Kalau ketahuan sama penggemarnya Kak Angkasa, bisa habis kamu, Rin!"

Tidak ada sahutan apa-apa lagi. Rindu memilih untuk duduk mulai menikmati makan siangnya. Tidak sedikit pun ia melirik ke meja Angkasa dan Juanda, berbeda dengan Kiara yang terus mencuri pandang.

"Kalau sekiranya Kak Angkasa terlalu mustahil untuk dimiliki, gak ada salahnya kamu buka hati buat Kak Juanda."

Baru beberapa sendok soto ayam yang masuk ke lambung, Kiara sudah mengatakan sesuatu yang cukup mengejutkan. Rindu menghentikan gerakan tangannya untuk menyuap. Sendok yang sudah di depan mulut kembali turun ke dalam mangkuk. Ia terkejut, tentu saja. Rindu sama sekali tidak menyangka Kiara akan berpindah haluan. Padahal, biasanya, dia sangat mendukung Rindu untuk jujur akan perasaannya pada Angkasa.

"Tiba-tiba banget?" tanya Rindu seraya mendengkus pelan.

"Gak bisa dibilang tiba-tiba juga, sih. Sebenernya, tiap kali ngelihat sekeras apa Kak Juanda berusaha deketin kamu, aku selalu berpikir kalau kamu pasti bahagia sama Kak Juanda." Pandangan Kiara dari Juanda kini berpindah pada sosok Rindu yang duduk di seberangnya. "Dia udah melakukan berbagai macam usaha, lho, Rin. Masa kamu gak tersentuh sama usahanya?"

"Gue gak tertarik buat terikat hubungan sama cowok," balas Rindu, tak acuh. Ia pun kembali melanjutkan suapan soto yang sempat tertunda.

"Gak tertarik selama itu bukan Kak Angkasa?"

Rindu menatap Kiara dengan malas.

"Ya udah, kalau emang gak ada perasaan apa-apa, harusnya kamu mau coba untuk buka hati buat Kak Juanda, dong," lanjut Kiara dengan penuh semangat. "Dia gak kalah ganteng dari Kak Angkasa, kok. Pantang menyerah, bertanggung jawab, gak ragu untuk menunjukkan kasih sayang. Setia juga, fokus ngejar kamu selama setahun ini, gak belok ke mana-mana. Udah langka banget cowok kayak gitu di zaman sekarang, Rin."

"Makan dulu yang bener, baru ngurusin hidup orang lain. Mulut lo belepotan, tuh."

"Kamu bukan orang lain, Rin, tapi sahabat aku!" Nada bicara Kiara mulai naik. Emosinya mulai terpancing dengan jawaban menyebalkan Rindu.

Sementara sang tersangka diam saja, terus menjejalkan makanan ke dalam mulut. Walaupun terlihat tenang, sebenarnya kepala Rindu mendadak berisik. Perkataan Kiara berhasil membuatnya berpikir. Apa memang sebaiknya Rindu melepaskan Angkasa dan mulai menyambut baik perasaan Juanda?

Rindu sadar, cinta yang selama bertahun-tahun ia pelihara sekadar perasaan bertepuk sebelah tangan. Rasa sayang yang selalu ia gaungkan atas nama Angkasa, selamanya tidak akan mendapatkan balasan yang diharapkan. Sekalipun semua ingatan lelaki itu kembali, Rindu tidak akan bisa memiliki Angkasa dan mengklaimnya sebagai kekasih.

Benci, hanya itu yang Angkasa punya untuk Rindu.

"Hai, Rindu!"

Lamunan gadis itu langsung buyar begitu seseorang duduk di sampingnya. Begitu ia menoleh, senyum manis Juanda langsung terpampang di depan mata.

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang