44. Batas Akhir

1.1K 156 98
                                    

Anak baik. Rasanya, gelar itu tidak pantas Rindu terima. Walaupun selalu menuruti permintaan kedua orang tuanya, tak jarang, ia mengatakan hal-hal yang kurang menyenangkan dalam hati. Rindu menyimpan banyak keluhan, kekecewaan, dan amarah. Terutama tentang papanya.

Rindu akui, papanya adalah sosok yang bertanggung jawab, pekerja keras, dan disiplin. Beliau selalu memberikan yang terbaik untuk anak istrinya. Mulai dari pakaian, makanan, hingga fasilitas pendidikan. Sang papa juga rela bekerja pagi hingga larut malam demi menjamin keluarganya tidak mengalami kekurangan. Beliau pernah memberlakukan sistem jam malam supaya Rindu tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.

Nilai plus yang paling penting yang dimiliki beliau adalah ... tidak akan melakukan apa pun yang bisa menjatuhkan PT. Atmaja Karya, termasuk berselingkuh.

Namun, seperti yang pernah Rindu katakan, papanya itu lebih banyak menorehkan memori kurang menyenangkan di benaknya. Apalagi di situasi yang semakin tidak terkendalikan seperti sekarang. Tidak bisa dipungkiri, kebencian mulai menyelimuti hati Rindu.

"Rindu lagi siap-siap, Nak Jairo, jadi tidak sempat angkat teleponnya. Sebentar lagi juga selesai, kok. Nanti langsung pergi ke tempat desainer cincinnya, ya."

Setelah kalimat itu selesai, pintu kamar Rindu langsung terbuka lebar. Tanpa permisi, Pak Ferdi masuk ke ruang pribadi putrinya itu. Matanya melotot ketika mendapati Rindu masih mengenakan baju tidur, duduk bersantai menghadap jendela.

"Rindu! Kenapa belum siap-siap? Jairo sudah menunggu kamu!" hardik laki-laki paruh baya itu.

"Aku gak mau pergi," cicit Rindu, tanpa menoleh sedikit pun.

Pak Ferdi mendengkus kasar. "Dari kemarin papa udah bilang, kamu akan buat cincin dengan Jairo. Kenapa malah mengacaukan semuanya sekarang?"

"Dari awal aku udah bilang, aku gak mau tunangan sama Jairo. Kenapa papa terus paksa aku?" Dengan nada santai, Rindu membalikkan ucapan papanya.

Merasa bicara baik-baik tidak akan berpengaruh, Pak Ferdi pun bulat mengambil tindakan fisik. Beliau langsung menarik tangan Rindu, tidak peduli anaknya itu hampir tersungkur ke lantai. Pak Ferdi terus menyeret Rindu, menariknya secara paksa menuju kamar mandi. Tentu saja, gadis itu tidak tinggal diam. Rindu terus melakukan perlawanan sekuat tenaga.

"Aku gak mau, Pa! Aku gak cinta sama Jairo! Aku cuma sayang sama Kak Jayen!"

Plak!

Hanya dalam satu detik, dengan satu tamparan keras, suasana kacau itu berubah menjadi sunyi. Rindu mematung di lantai, meresapi panas yang menjalar di pipi kirinya. Sedangkan Pak Ferdi berkacak pinggang seraya menatap putrinya penuh murka.

"Anak tidak tahu terima kasih! Susah payah saya buka jalan untuk kamu hidup enak tujuh turunan, malah ditolak mentah-mentah!" hardik Pak Ferdi. "Angkasa bisa kasih apa ke kamu, hah? Perusahaan keluarga Pramudya sebentar lagi pasti bangkrut! Kamu mau hidup melarat sama dia?!"

Sembari memegang pipinya yang terasa perih, Rindu membalas tatapan papanya gak kalah tajam. "Gak akan, Pa! Aku sama Kak Jayen gak akan hidup melarat. Yang ada aku akan jadi perempuan paling bahagia di dunia, karena bisa hidup sama orang yang aku cinta."

"Kamu pikir, cinta aja bisa bikin kamu bertahan hidup? Kita semua butuh uang, Rindu! Segala sesuatu di bumi ini tidak bisa dibeli dengan cinta, tapi pakai uang!"

"Buat apa hidup bergelimang harta kalau gak bahagia?"

Pak Ferdi berjongkok. Beliau mengarahkan telunjuknya ke wajah Rindu. Dengan rahang yang mengetat keras, beliau berkata, "Uang bisa berikan kebahagiaan untuk manusia. Camkan itu!" Lalu, beliau kembali menarik tangan Rindu dengan kasar. "Sekarang juga, kamu mandi! Jangan buat Jairo marah dan membatalkan semuanya!"

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang