Hampir saja Davka menjerit ketika mendapati sesosok perempuan berbaju putih tengah berdiri di dapur. Untung saja rambutnya pendek. Jika kusut nan panjang, sudah pasti Davka memilih putar balik ke kamar dibandingkan menuntaskan dahaganya.
Dengan wajah yang dibuat sedatar mungkin, lelaki itu pun melanjutkan langkah. Ia menuangkan air mineral seraya melirik sosok itu dari sudut mata. "Kenapa belum tidur?"
"Gak bisa," jawab Rindu dengan cepat. Dia bersandar ke lemari es dan menatap Davka dengan mata memicing. "Lo masih marah sama gue?"
"Lo pikir aja sendiri!" ketus lelaki itu.
"Gue udah minta maaf sama orangnya langsung, Davka."
"Angkasa bilang maafin lo cuma buat formalitas. Gue yakin, sebenernya dia kesel banget sama lo. Bahkan, kalau bisa, udah pasti lo diajak berantem sama dia."
"Kalau beneran kayak gitu, lo kasih tahu gue aja."
Davka hanya bisa mendengkus kasar seraya menatap Rindu dengan tajam. Gadis satu ini memang lebih menyeramkan dibandingkan kuntilanak! Selalu ada saja jawaban menjengkelkan dari setiap argumen yang Davka ucapkan.
Ini tentang kejadian tadi sore. Untuk ke dua kalinya, Rindu melakukan sesuatu yang membuat Davka malu. Bisa-bisanya dia batal menolong Angkasa di situasi genting. Dia tidak bertanggung jawab atas menggelindingnya minuman kaleng, memilih untuk menarik tangannya kembali dan membiarkan bokong Angkasa membentur lantai dengan keras. Untung saja tidak ada masalah serius seperti cedera tulang ekor.
"Sebenernya lo itu suka sama Angkasa atau enggak, sih, Rin?"
"Emang kapan gue pernah bilang suka sama Kak Angkasa?" Rindu membalas perkataan Davka dengan pertanyaan.
Dahi Davka lantas berkerut. "Kalau enggak, ngapain lo bantu dia mergokin Bella selingkuh?"
"Kalau lo atau Kak Tristan yang ada di posisi itu, bakalan gue bantu juga, kok," balas Rindu lagi. "Gue gak suka aja kalau ada orang tulus yang disia-siakan kayak gitu. Gue paling benci kalau ada yang mempermainkan perasaan orang lain tanpa pikir panjang. Apalagi kalau orang itu udah mengorbankan banyak hal, harusnya dia diperlakukan lebih baik."
Davka berdecih. "Gaya lo, kayak yang pernah disia-siakan aja."
Hanya senyum simpul yang Rindu berikan atas ucapan Davka kali ini. Kemudian, dia bergerak menyimpan gelas bekas susu hangatnya ke wastafel. Rindu lupa bahwa sesuatu di balik baju tidur lengan panjangnya ada sesuatu yang harus disembunyikan. Baru sedetik ia melipat lengan, Davka sudah menyambar tangan gadis itu dan menggenggamnya erat.
"Ini kenapa?" tanya Davka seraya menatap tangan Rindu dengan mata yang mencuat setengah.
"Dav, lepas!" Rindu berusaha menarik tangannya, tetapi kalah tenaga. "Davka, sakit!"
"Jawab dulu pertanyaan gue. Tangan lo kenapa?" Nada bicara Davka begitu rendah, penuh keseriusan. Lalu, ia menatap Rindu penuh selidik. "Lo enggak ...."
"Enggak. Ini bukan percobaan bunuh diri," potong Rindu dengan cepat. "Gue dapet luka ini murni karena kecelakaan. Mama papa juga tahu, kok."
Seraya mengembuskan napas lega, Davka pun melepaskan genggamannya. Jika Rindu berkata sebaliknya, luka itu ada karena ia ingin segera bertemu Tuhan, sudah pasti Davka akan menggila tengah malam begini. Sebelum Rindu menurunkan kain lengannya, Davka menyempatkan diri untuk memperhatikan luka itu lagi.
Sayatannya memanjang dari bagian tendon bisep sampai pergelangan tangan. Davka perkirakan luka itu cukup dalam dan bisa merobek arteri radial. Ternyata, bukan hanya yang kanan, tangan kiri Rindu juga terluka. Bedanya, luka memanjang itu ada di bagian luar, sampai ke punggung tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Only [Tamat]
RomanceMengagumi diam-diam akan terasa lebih sulit ketika sosoknya ada dalam jangkauan. Itulah yang Rindu rasakan. Angkasa berada di dekatnya, tetapi tidak bisa digapai. Selain karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan, masa lalu juga menggerogoti hati...