33. Selamanya

1.3K 166 97
                                    

Langkah Rindu langsung terhenti ketika melihat sosok Angkasa tengah berdiri di depan kelasnya. Lelaki itu tengah mengobrol dengan seorang mahasiswa, mungkin temannya. Dari tempatnya berdiri, Rindu terus memperhatikan Angkasa. Hingga akhirnya, rasa syukur menyeruak dalam dada.

Seperti biasa, Angkasa selalu menjadi magnet tersendiri di mana pun ia berada. Apalagi jika masih di area Kampus Widyadharma, sudah pasti akan ada banyak mata yang meliriknya diam-diam. Suaranya ketika bicara, senyum tipisnya, lesung pipinya, juga perawakan yang bisa membuat kaum Adam iri, begitu sulit untuk tidak menghiraukan sosok Angkasa. Aroma orange blossom dari tubuhnya pun bisa memanjakan orang di sekitarnya.

Dia hampir sempurna.

Ah, tidak. Dia sangat sempurna. Khususnya di mata Rindu.

"Awas ngeces."

Lamunan Rindu langsung buyar bersamaan dengan bisikan menyeramkan di telinga kanannya. Dia menoleh, memasang wajah judes pada Kiara. "Apaan, sih?"

Kiara maju, menyamakan posisinya dengan Rindu. "Padahal lagi kasmaran, tapi masih aja bisa bersikap galak," protesnya dengan bibir mengerucut. Lalu, ia pun ikut memperhatikan Angkasa. "Jadi, sekarang kalian pacaran?"

"Kata siapa?"

Baru beberapa detik, Kiara kembali memusatkan atensinya pada Rindu. "Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kalian balikan?"

"Iya, emang. Tapi bukan pacaran." Rindu mengangkat tangan kanannya, memamerkan cincin di jari manisnya dengan penuh bangga. "Tapi tunangan," lanjutnya.

Dahi Kiara lantas berkerut. Ia terus menatap Rindu dengan bibir atas yang sedikit terangkat.

"Kenapa ngelihatin gue kayak gitu? Gak percaya?" Rindu berdecih keras. Ia menggandeng bahu Kiara dan berbisik, "Coba lo perhatiin jarinya Angkasa, deh. Dia juga pakai cincin yang sama, cincin pertunangan kita dulu."

Gadis itu pun melakukan apa yang diinterupsikan Rindu. Dengan mata memicing, ia berusaha melihat jari tangan kanan Angkasa yang tidak bisa diam. Entah apa yang dibicarakan lelaki itu, sampai begitu antusias. Namun, tak berselang lama, Kiara pun bisa melihat benda mungil yang melingkar di jari manis Angkasa. Ya, desainnya memang sama dengan milik Rindu, hanya ukurannya yang lebih besar. Mungkin untuk menyesuaikan dengan tangan laki-laki.

"Iya, iya. Aku udah lihat," ucap Kiara setelah rangkulan Rindu terlepas. "Terus, gimana sekarang? Kamu mau nyamperin? Kayaknya Kak Angkasa ke sini emang mau nungguin kamu."

"Enggak, ah. Biarin aja dia ngobrol sama temennya. Kita ke kantin aja. Yuk?"

"Lho? Terus, Kak Angkasa ditinggal begitu aja, Rin? Wah, parah banget kamu. Masa sama tunangan sendiri begitu, sih?" Kiara geleng-geleng kepala.

"Diem!"

Tanpa ampun, Rindu menyeret tubuh Kiara untuk pergi dari sana. Ia terus saja melangkah, menghiraukan sosok Angkasa yang kini sudah ada di belakangnya. Tiap kali sang sahabat melirik ke belakang, Rindu akan memukul punggungnya tanpa ampun. Hingga akhirnya ....

"Kok, gue ditinggal, sih?"

Rindu menoleh seketika. Matanya membulat ketika mendapati sosok Angkasa berdiri di kirinya. Penampilan lelaki itu tampak lebih segar dibandingkan semalam. Matanya yang sayu kini penuh dengan binar cantik. Senyum tipis yang memamerkan deretan gigi putihnya berhasil membuat Rindu kehilangan akal sehat selama beberapa saat. Jangan lupakan tangan kekar Angkasa yang merangkul bahu Rindu penuh posesif.

"Kak, lo gila?" Dalam sekejap, Rindu melepaskan tangan Kiara dan mendorong tubuh Angkasa. Ia melihat ke sekitar, sadar ada banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. "Lihat, kita jadi pusat perhatian sekarang."

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang