38. Kamuflase

1.1K 150 123
                                    

Angkasa memarkirkan motornya dengan baik. Sembari memasukkan kunci ke saku jaket, ia melangkah menghampiri sang bunda. Kemudian, mereka berjalan beriringan menuju salah satu pusat perbelanjaan. Jangan lupakan tangan Bu Fany yang menggandeng lengan putranya penuh posesif. Angkasa sudah punya Rindu, jangan sampai ada satu pun anak gadis yang berusaha mendekati putranya.

Kelas Angkasa akan dimulai siang nanti. Jadi, dia menyempatkan diri untuk mengantar bundanya berbelanja kebutuhan dapur. Sebelum berangkat tadi, Angkasa harus menerima wejangan panjang lebar terlebih dahulu. Bu Fany marah karena dapur apartemen dipenuhi dengan makanan instan. Bahkan, untuk minum saja, lebih banyak minuman kaleng dibandingkan air mineral.

"Kamu mau bunda masakin apa?" tanya Bu Fany seraya memindai satu per satu bahan makanan di hadapannya.

"Steak yang Bunda bikin waktu kita liburan ke pantai kemarin enak banget, lho, Bun. Rindu juga harus nyobain," jawab Angkasa dengan penuh semangat.

Bu Fany sempat melirik putranya, lalu kembali menghadap depan. "Rindu lagi. Iya, deh ... yang lagi dimabuk asmara."

"Kayak Bunda gak pernah muda aja. Pasti dulu Bunda juga begini, kan, waktu masih pacaran sama ayah? Mau makan, inget ayah. Mau mandi, inget ayah. Mau tidur, inget ayah."

Senyum tipis menyertai wajah segar Bu Fany. Angin Bandung memang beda dengan angin Jakarta. Apalagi tadi beliau naik motor. "Iya, sih ...."

"Cuma aku kasihan aja sama orang dulu. Gak bisa cepet melepas kerinduan sama orang tersayang. Kalau sekarang, kan, apa-apa ada HP," celoteh Angkasa lagi. "Tapi ada sisi baiknya juga. Cintanya jadi lebih langgeng. Kasih sayangnya jadi tahan lama. Kayak Bunda sama ayah."

"Selain steak, kamu mau dibikinin apa lagi? Sayur apa, gitu?"

Angkasa terdiam selama beberapa saat. Ini hanya perasannya saja atau sang bunda memang berusaha mengalihkan topik pembicaraan? Baiklah, memang tadi beliau menanyakan masakan yang ingin Angkasa makan. Namun, tidak biasanya beliau memotong pembicaraan tentang nostalgia masa kasmaran dengan ayah Angkasa.

Lelaki itu berusaha menata kembali jalan pikirannya. Mungkin saja ada masalah di antara kedua orang tuanya. Angkasa dan Rindu saja cukup sering terlibat percekcokan, apalagi ayah bundanya yang sudah berubah tangga. Ini hanya tentang waktu. Jika masalah itu sudah selesai, pasti bunda Angkasa akan bersemangat membicarakan ayahnya.

"Aku kangen sayur asem buatan Bunda," jawab Angkasa pada akhirnya.

"Oke, kita masak sayur asem." Bu Fany mengangguk puas. Beliau pun memasukkan bahan-bahan sayur asem ke troli yang didorong Angkasa. "Bunda inget banget, kamu pernah bilang pengen cari istri yang bisa masak. Rindu lolos. Dia jago banget masak."

Sudut bibir Angkasa langsung terangkat. Hanya dengan mendengar namanya, suasana hati Angkasa langsung berbunga-bunga. "Iya, dong. Tunangannya Angkasa gitu, lho."

"Tapi itu bukan berarti kamu bisa leha-leha, Sayang. Kamu juga harus bisa masak," ujar Bu Fany. Tangannya gesit memilah sayur untuk persediaan beberapa hari ke depan. "Ada masanya kamu yang harus terjun ke dapur. Pasti ada momen di mana kamu harus rawat Rindu. Misalnya, waktu dia sakit, lagi PMS, lagi butuh dukungan kamu."

"Iya juga, ya, Bun?"

"Mulai sekarang, kamu juga harus belajar lipat baju sendiri, beresin stik PS ke tempat semestinya, cuci piring, nyapu sama ngepel."

Dahi Angkasa berkerut seketika. "Kok, jadi banyak banget, Bun?"

Wanita paruh baya itu terkekeh. "Kok, protes?" Beliau geleng-geleng kepala. "Pekerjaan rumah bukan hanya tanggung jawab perempuan, bukan hanya kewajiban seorang ibu. Tapi semua orang di dalamnya. Dan suami yang baik tidak akan membiarkan istrinya kesusahan sendiri. Dia akan selalu menyempatkan waktu untuk meringankan beban istrinya."

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang