17. Goyah

1.7K 192 74
                                    

Bel berdenting begitu pintu kafe terbuka. Sepasang sneaker biru tua bergerak dengan lesu, memburu meja pemesanan tanpa minat. Butuh waktu lebih banyak dari biasanya hingga kedua kaki itu sampai di depan pelayan The Headout. Setelah menyebutkan pesanan-ice americano empat shots-lelaki itu pun berbalik. Matanya bergerak menyapu seisi kafe, mencari kursi kosong untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah terasa lelah meskipun hari baru dimulai.

"Lo baru bangun, Kak?"

"Iya, nih. Semalem belajar sampe jam dua."

Atensi lelaki itu langsung berpusat ke sumber suara. Jelas ia familiar dengan suara itu. Rindu, gadis yang selama sebulan ini resmi menjadi temannya. Dia sedang terhubung dengan seseorang yang digadang-gadang akan menjadi pacarnya dalam waktu dekat, Juanda Rawisrengga.

"Maksain banget, sih? Belajar sampe jam sepuluh juga cukup, terus lanjut paginya," timpal gadis itu lagi.

"Sayang waktunya, Rin. Kan, aku mau dapet nilai bagus supaya bisa bikin kamu bangga."

"Kesehatan, tuh, yang utama."

"Gengsi banget buat bilang kalau kamu khawatir?"

Bukannya menjawab, Rindu justru berdecih sembari mengalihkan pandangan dari layar ponsel. Pergerakan itu sudah terbaca. Sebulan menjalin pertemanan, kebiasaan kecil Rindu mulai bisa terbaca.

"Atas nama Kak Angkasa?"

Lelaki itu pun berbalik. "Iya, betul."

"Ini pesanannya, Kak."

Setelah mengucapkan terima kasih. Lelaki itu pun meninggalkan meja pemesanan. Tukai panjangnya melangkah kembali, sedikit ada semangat kali ini. Bukan menuju pintu keluar, melainkan meja di mana Rindu berada, seorang diri.

"Ikut duduk, ya," ucap Angkasa seraya mendaratkan bokongnya di seberang Rindu. Ya, dia memang tidak meminta izin, melainkan memberikan informasi.

Sontak saja Rindu menoleh. Hanya sekilas, sebelum akhirnya dia kembali memandang layar ponsel yang menampilkan wajah bantal Juanda. "Udah dulu, ya? Ada tamu gak diundang."

"Siapa?"

"Kak Angkasa."

Juanda mengangguk paham. "Semangat untuk ujian hari ini, ya. Nanti aku kabarin kalau udah di kampus. Dadah, Rindu!" ucapnya, penuh semangat.

"Dah ...," balas Rindu seraya tersenyum tipis.

Tanpa sadar, Angkasa mengerutkan dahinya. Ia memperhatikan Rindu sembari terus menyeruput ice americano di tangannya. Ternyata ini sisi lain dari sosok Rindu Zevallia Atmaja? Dia bisa tersenyum manis—walaupun sangat tipis—ketika melakukan panggilan video dengan calon pacarnya.

Setiap kali berhadapan dengan Angkasa, Rindu lebih banyak memasang wajah datar, tersenyum mengejek, juga berdecak kesal. Entah karena mereka tidak cocok menjadi teman, entah karena Angkasa memang selalu salah, atau Rindu yang terlalu pemarah. Kebanyakan pertemuan mereka berakhir dengan pertengkaran tidak penting. Entah berapa kali Davka mengaku ingin gantung diri karena terus terlibat pertengkaran Rindu dan Angkasa dalam sebulan ini.

Ternyata, hanya Juanda yang bisa membuat Rindu terlihat seperti gadis normal. Juanda yang bisa membuat Rindu tersenyum manis walaupun beberapa saat.

"Bukannya ujian lo mulai siang nanti, ya?" tanya Rindu setelah menyimpan ponselnya ke dalam tas.

Lamunan Angkasa pun buyar. Dia menyimpan gelas minumannya ke atas meja. "Iya."

"Rajin amat dateng pagi?"

Nah, senyum miring yang seperti ini yang selalu ditampilkan gadis itu. Senyum miring yang mengejek!

"Gue gak bisa fokus belajar di apartemen. Jadi mau nyoba belajar di perpustakaan."

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang