19. Hari Lahir Angkasa

1.7K 201 150
                                    

Rindu menyimpan palet dan kuas yang telah menjadi alat realisasi imajinasinya selama dua jam ini. Ia merenggangkan kedua tangannya dan menepuk bahu yang terasa begitu kaku. Setelah merasa lebih baik, Rindu pun menatap lukisan yang ada di hadapannya. Ia membuang napas panjang, merasa puas dengan hasil tarian kuas yang membentuk sketsa seseorang.

Sosok itu tertidur dengan tangan yang terlipat di dada. Headphone putih menghiasi kepalanya. Entah lagu apa yang tengah diputarnya kala itu. Kuas yang disapukan Rindu juga berhasil menggambarkan sedamai apa pikiran objek lukisannya. Cat yang tertuang mampu membuat orang-orang bertanya, apa yang ada di benaknya dengan keadaan mata terpejam itu.

"Udah bagus, kok, Rin. Gak perlu diperhatiin segitunya."

Ucapan seseorang berhasil mengalihkan pandangan Rindu. Ia hanya mendengkus pelan, kemudian bangkit dari duduknya. Rindu hendak melangkah ke kamar mandi untuk mencuci tangan, tetapi Kiara kembali berhasil menarik atensinya.

"Kali-kali lukis Kak Juanda juga, dong. Pasti dia seneng."

Rindu berbalik dan menatap sahabatnya yang terduduk di ranjang sembari membaca novel horor. "Terus, gue kasih gitu aja? Tanpa ada konteks acara yang jelas?"

"Kenapa enggak?" Kiara malah balik bertanya. Ia mengalihkan perhatiannya dari lembaran cerita urban Nusantara di tangannya dan membalas tatapan Rindu. "Justru tindakan yang begitu yang dianggap romantis. Justru karena gak ada konteks acara yang jelas yang bisa bikin Kak Juanda seneng."

Dahi Rindu berkerut seketika. "Tapi aneh, gak, sih?"

"Enggak, lah. Namanya juga lagi pendekatan, sah-sah aja kasih sesuatu tanpa harus nunggu momen tertentu," jawab Kiara dengan begitu enteng.

Untuk beberapa saat, Rindu hanya terdiam, berusaha mencerna ucapan sahabatnya itu. Benar juga, selama ini Juanda cukup sering memberikan sesuatu walaupun tidak ada momen penting. Selain gelang dengan bandul beruang, Juanda juga memberikan sweater, topi, dan jepit rambut dalam sebulan ini. Padahal, jelas, Rindu tidak berulang tahun atau berhasil mencapai sesuatu sampai harus diberikan hadiah.

Jadi, sepertinya, sah-sah saja Rindu melukis sosok lelaki itu dan memberikan hasilnya secara cuma-cuma. Tidak perlu menunggu Juanda ulang tahun, seperti yang hendak dilakukan Rindu besok, di hari pertambahan usia Angkasa.

Gadis itu mendesah kecewa ketika mendapati tempat minumnya kosong. Dengan langkah yang terkesan diseret, ia pun meninggalkan kamar. Kerongkongannya tidak boleh kering jika Rindu ingin benar-benar bersantai, seperti yang dilakukan Kiara selama dua jam terakhir.

Langkah Rindu terhenti ketika mendapati kehadiran Tristan di sofa ruang keluarga. Penampilan lelaki itu begitu rapi, seperti hendak pergi ke acara penting. "Mau ke mana, Kak?"

Sontak saja Tristan mengalihkan pandangannya dari ponsel. Ia melempar senyum pada Rindu yang sudah berdiri di anak tangga terakhir. "Mau ke apartemen Angkasa. Besok dia ulang tahun, kan, jadi mau kasih kejutan."

Tanpa sadar, Rindu menggigit bibir bawahnya. Sudah lama sekali ia tidak memberikan kejutan ulang tahun untuk lelaki itu.

"Lo ikut aja," celetuk Davka tiba-tiba. Ia baru saja turun dari kamarnya. "Ada Kiara juga, kan? Makin rame makin bagus. Biar gak terkesan aneh aja kalau cuma gue sama Tristan."

Rindu mendekatkan tubuhnya pada Davka. Tepat di depan daun telinga lelaki itu, ia berbisik, "Tapi hadiah dari gue belum siap, Dav."

"Emang lo mau kasih apaan?" Davka ikut berbisik.

"Lukisan," sahut Rindu lagi. "Tapi baru beres beberapa menit yang lalu."

"Ya udah, kadonya nyusul aja. Pasti Angkasa gak ngarepin juga. Dengan kita semua inget ulang tahun dia aja pasti udah lebih dari cukup."

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang