"Masa itu doang? Mintanya yang banyak, kek, Sayang. Atau coba kamu tanya Kiara, dia mau dibeliin apa."
Tanpa sadar, Rindu membuang napas panjang. Pandangannya pun beralih pada sosok Kiara yang membaringkan tubuh di tempat tidurnya sembari senyum-senyum sendiri. Tanpa ampun, Rindu melemparkan tisu ke wajah Kiara. Baru saja dia hendak melayangkan protes-karena kegiatan memandangi ketampanan Tristan terganggu, pertanyaan Rindu berhasil membuat gadis itu terhenyak.
"Lo mau nitip apa? Mama gue lagi di Jepang."
Dengan mata yang mencuat setengah, Kiara pun bangkit dari kasur Rindu dan segera menghampiri gadis berambut sebahu itu. "Hah? Ngapain mama kamu di Jepang?"
"Gak tahu," singkat Rindu seraya mengangkat bahunya. "Cepetan, mau apa?"
"Aku mana paham oleh-oleh Jepang, Rin." Kiara menggaruk kepalanya. "Ya udah, lah, apa aja. Makanan atau suvenir apa gitu, yang penting dari Jepang."
Rindu mengangguk sekilas, lalu kembali fokus pada panggilan dengan mamanya. "Samain aja, Ma. Nama Chocolate sama Pringles rasa black truffle dua. Tapi, kalau bisa, Mama beli kimono juga, ya."
"Iya, Sayang."
Kemudian, sunyi. Rindu dan mamanya-Bu Adelia-saling menunggu ucapan dari seberang sana. Rindu berharap mamanya segera mengakhiri panggilan, karena ia dan Kiara berencana menghabiskan Sabtu malam di luar. Sedangkan Bu Adelia berharap anaknya mau menceritakan apa saja yang dialaminya di Bandung.
Namun, sampai lima belas detik berlalu, Rindu masih saja tutup mulut, membuat Bu Adelia mengembuskan napas panjang. Seharusnya beliau tidak banyak berharap, putrinya itu memang banyak berubah selama empat tahun ini.
"Kak Teguh udah cerita. Katanya kamu minta pindah kampus." Pada akhirnya, Bu Adelia yang pertama kali buka suara. "Kok, gak langsung bilang ke mama, Rin?"
Rindu bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju balkon, menghindari Kiara. "Masalah itu gak usah dipikirin lagi, Ma. Aku gak mau pindah, kok."
"Jangan begitu, dong. Kalau ada masalah, jangan dibiasakan dipendam sendiri. Orang tua kamu masih lengkap, kakak kamu masih sehat, kita tanggung semuanya sama-sama," sambung Bu Adelia. Sesungguhnya, beliau mulai lelah dengan sikap Rindu yang ini. "Jadi, apa yang salah sama kehidupan kampus kamu, sampai minta pindah?"
"Aku belum siap cerita sekarang, Ma."
"Lho, kenapa?"
"Nanti aja, ya? Aku pasti cerita semuanya, kok, kalau waktunya udah tepat. Dan kalau aku butuh bantuan, aku pasti bilang sama Mama. Untuk saat ini, aku bisa atasi semuanya sendiri."
"Rindu ...," lirih Bu Adelia, penuh permohonan.
Gadis itu kembali memasuki kamar. "Udah dulu, ya, Ma. Aku sama Kiara mau ke luar. Gak enak, udah ditungguin dari tadi."
Tanpa menunggu jawaban sang mama, Rindu langsung mengakhiri panggilan itu. Ia mengembuskan napas panjang, lalu memasukkan ponsel ke sling bag hitam yang sudah tersampir di bahunya sejak tadi. Ia berjalan melewati ranjang sembari menyugar rambut pendeknya.
"Yuk, jalan sekarang."
Kiara pun mengekori tanpa banyak bicara. Dia sempat melirik wajah Rindu, lebih kecut dari sebelum menerima telepon. Setelah berada di luar kamar, barulah Kiara berani bertanya, "Semuanya baik-baik aja, kan?"
"Baik," sahut Rindu tanpa menoleh. Ia masih sibuk mengunci kamar.
"Tapi, keluarga kamu punya usaha apa, sih, Rin? Kok, orang tua kamu bisa ada di Jepang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Only [Tamat]
RomanceMengagumi diam-diam akan terasa lebih sulit ketika sosoknya ada dalam jangkauan. Itulah yang Rindu rasakan. Angkasa berada di dekatnya, tetapi tidak bisa digapai. Selain karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan, masa lalu juga menggerogoti hati...