9. Kenangan dalam Hujan

2.2K 242 117
                                    

Langkah Angkasa melambat ketika mendapati sosok Bella yang baru saja keluar dari kelas. Sebelumnya, Angkasa pasti akan berlari ke arah gadis itu seraya melempar senyum lebar. Jangan lupakan dengan mata berbinar yang memancarkan kasih sayang amat besar. Begitu keduanya berhadapan, mata semua orang pasti tertuju pada Angkasa dan Bella, mengagumi hubungan mereka yang terlihat bahagia.

Namun, Angkasa sadar bahwa semua itu hanya tinggal masa lalu. Semuanya sudah berakhir. Hubungan impian banyak orang itu tidak sebaik yang terlihat dari luar. Nyatanya, Bella mengkhianati kepercayaan dan kasih sayang Angkasa dengan begitu mudah.

“Angkasa!”

Teriakan gadis itu membuat Angkasa tersadar. Dia melirik Bella sekilas, kemudian meniti tangga menunju lantai dasar dengan langkah cepat. Namun, sayang, Bella berhasil menyusul, bahkan sudah menghadang jalan Angkasa.

“Mau sampai kapan kamu menghindari aku kayak gini, sih, Sayang? Chat aku gak dibales, telepon gak pernah diangkat, ketemu juga kamu selalu kabur. Kasih aku kesempatan untuk kasih penjelasan ke kamu,” ucap Bella, terdengar begitu lirih.

Angkasa membuang muka, menghindari sorot mata penuh permohonan dari mantannya itu. “Gak ada yang perlu dijelaskan lagi, Bel. Aku juga gak butuh. Kita udah berakhir, udah gak ada apa-apa lagi.”

“Kok, kamu ngomongnya kayak gitu, sih? Baru kemarin kita anniversary. Kamu mau ngelepas kebersamaan kita selama setahun ini begitu aja?”

Senyum miring terbit di wajah rupawan Angkasa. Dia memberanikan diri untuk membalas tatapan Bella. “Ada juga aku yang tanya begitu sama kamu. Kok, kamu tega mengkhianati hubungan kita selama setahun ini dengan berselingkuh? Kamu bukan cuma bohongi aku, tapi semua semua orang yang menganggap kalau Nial itu sepupu kamu.”

“Oke, aku minta maaf.” Bella mengangkat tangan, pertanda menyerah dalam topik perdebatan ini. “Kita bicara dulu, ya? Aku mau jelasin semuanya. Kasih aku kesempatan, aku mohon.”

“Aku udah kasih kesempatan di detik-detik terakhir, Bel. Aku tanya kamu ada hubungan apa sama Nial, yakin kamu sama dia gak lebih dari sepupu, tapi kamu memutuskan untuk bohong sampai akhir. Padahal, kalau kamu mau jujur, aku bisa mempertahankan hubungan kita.”

“Sa ... aku gak mau kehilangan kamu. Aku sayang sama kamu.”

Bella harus menelan saliva pahit ketika Angkasa menolak disentuh olehnya. Harapannya kian buntu, ia takut benar-benar akan kehilangan Angkasa. Lelaki itu memilih memegang besi pembatas tangga dan menatap rintik hujan dibandingkan memusatkan atensinya pada Bella.

I forgot to ask you this. What I can't give to you, but he can? What's his plus that I don't have?” ungkap Angkasa tanpa melirik Bella sedikit pun.

Gadis itu menunduk, menatap sepatu kets putih yang diberikan Angkasa seminggu yang lalu, sepatu pasangan. “Nial can makes me feel needed. When with you, I always feel like ... I need you the most ....” Bella melepaskan air mata yang sedari tadi menggenang di pelupuknya. “But you don't,” lanjutnya.

Bel, I did!” tukas Angkasa dengan nada yang lebih tegas dari sebelumnya. Ia juga sudah menatap Bella dengan seluruh fokus yang dimiliki. “Aku kasih semua yang kamu mau karena aku gak mau kamu pergi, karena aku butuh kamu di hidup aku. Semua yang kamu butuhkan selalu aku penuhi dengan harapan kamu gak punya alasan untuk berpaling. Tapi, ternyata itu semua gak cukup?”

I’m so sorry ...,” lirih Bella seraya mengangkat kepala untuk menunjukkan air matanya. Bukan bermaksud untuk memperdaya Angkasa, tetapi untuk menyampaikan kesungguhannya. “Aku janji akan berubah, Sayang. Aku akan setia, gak akan main api sama cowok mana pun. Aku juga udah ninggalin Nial. Aku udah gak ada apa-apa lagi sama dia.”

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang